SMP Negeri Tengah Kota Tidak Punya Gedung, Bukti Negara Abai
_Oleh: Nur Fitriani_
Enam tahun sudah SMP Negeri 60 Bandung, namun sejak didirikan, sekolah tersebut tidak memiliki bangunan sekolah sendiri. Sejak tahun 2018, siswa SMPN 60 Bandung harus menumpang di bangunan SDN 192 Ciburuy, kecamatan Regol, Kota Bandung, sedangkan tidak semua semua kelas dapat tertampung dalam bangunan SD tersebut. Alhasil sebagian siswanya harus belajar di luar kelas demi mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain lesehan dengan beralaskan terpal plastik berwarna biru di teras ruangan luar kelas, para siswa juga kerap belajar di bawah pohon rindang atau di singkat DPR. Puluhan siswa SMPN 60 Bandung yang belajar di taman sekolah (di bawah pohon rindang) atau di salasar kelas berjumlah dua rombongan belajar dari total Sembilan robongan belajar sedangkan tujuh rombongan belajar belajar di dalam kelas. Para guru menggilir rombongan belajar yang terpaksa harus belajar di luar ruangan kelas. Humas SMPN 60 Bandung, Rita Nurbaeni mengaku sudah mengajukan permohonan gedung kepada Dinas Pendidikan kota Bandung. Namun hingga saat ini belum mengrtahui pasti pekembangan permohonan permintaan tersebut. www.detik.com sabtu, 28 september 2024
Sungguh miris sekolah negeri tanpa gedung pasalnya pendidikan , salah satu bidang penting dalam menentukan masa depan bangsa. Selain itu pendidikan merupakan kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Sayangnya pengelolaan pendidikan di bawah sistem kapitalisme menjadikan Negara tidak berpihak penuh kepada rakyat. Hal ini tampak jelas ketika sekolah berdiri karena kebutuhan rakyat namun Negara tidak memfasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang proses keberhasilan proses belajar mengajar.
Sistem kapitalisme liberalism menghasilkan Negara yang bermasalah secara ekonomi sehingga anggara Negara pun minim. Otomatis pembangunan infrastruktur sekolah pun terhambat. Hal tersebut ditambah dengan buruknya birokrasi karena otonomi daerah. Dalam sistem kapitalisme Negara (pemerintah pusat) lepas tanggung jawab dalam urusan pendidikan. Sebab Negara kapitalisme jauh dari fungsi ra’in (pengurus). Urusan pendidikan cenderung diserahkan kepada pihak swasta. Hal ini mebuat perencanaan pendidikan tidak matang.
Banyak sekali persoalan yang lambat penangganannya, bahkan tidak tertangani. Ada sekolah yang tanpa bangunan hingga sekolah yang rusak di daerah yang menunggu res[pon pemerintah pusat namun tidak kunjung diselesaikan. Parahnya lagi sistem ini melahirkan praktik pengelolaan anggaran yang korup karena jauh dari nilai-nilai agama (sekularisme). Akibatnya alokasi dana pendidikan asalnya sedikit, tidak dapat terserap sempurna. Tanggung jawab terhadap kewajiban penyelenggaraan pendidikan juga lemah . Birokrasipun tidak tegak susuai kebutuhan malah berbuah penelantaran dan pembiaran.
Berbeda dengan pengelolaan pendidikan di bawah Negara islam, yakni khilafah. Islam menjadikan pendidikan, salah satu bidang strategis membangun peradaban yang maju dan mulia. Pendidikan juga merupakan kebutuhan pokok rakyat yang wajib disediakan Negara dengan anggaran yang bersifat mutlak. Negara dalam islam berperan sebagai ra’in. disini menuntut Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikannya dengan kualitas terbaik.
Infrastruktur pendidikan dalam khilafah harus memadai. Negara memiliki big data kependudukan yang akan dimanfaatkan dengan baik oleh Negara untuk perencanaan pembangunan, termasuk pembangunan institusi pendidikan. Dari big data tersebut Negara akan mengetahui berapa jumlah rakyatnya yang akan memerlukan pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi. Negara juga akan memetakan penyebaran rakyat yang membutuhkan sekolah sehingga Negara bisa menghitung kebutuhan sekolah yang akan dibangun hingga pelosok.
Dalam membangun infrastruktur pendidikan Negara wajib menyediakan sarana dan prasarana yang memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, perpustakaan, buku-buku pelajaran, internet, teknologi yang mendukung dan kegiatan yang mendukung belajar dan sebagainya. Semua jenjang harus memiliki fasilitas pendidikan yang sama agar semua peserta didik dapat menikmati fasilitas pendidikan yang berkualitas. Semua itu menjadi tanggung jawab Negara sebagai pengurus rakyat. Seluruh pembiayaan tersebut menjadi tanggung jawab Negara bukan peserta didik. Negara tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai lading bisnis. Seluruh pembiayaan pendidikan diambil dari baitul maal yakni dari pos faai dan khoraj serta pos kepemilikan umum dibawah penerapan sistem politik ekonomi islam.
Negara khilafah mampu memenuhi kebutuhan anggaran pendidikan. Apalagi anggaran tersebut bersifat mutlak artinya jika pembiayaan dari dua pos tersebut tidak mencukupi maka Negara akan melakukan mekanisme berikutnya yang dibolehkan syariat dan bersifat temporer. Negara tidak akan menunda pembangunan infrastruktur pendidikan hanya karena kekurangan anggara. Sebab akan membuat sebagian rakyat tidak bisa bersekolah atau bersekolah dengan fasilitas seadanya. Selain itu khilafah juga akan menyediakan tenaga pengajar profesiaonal dan memberikan gaji yang layak bagi mereka. Inilah sistem pendidikan islam yang diakses secara gratis oleh siapa pun kaya atau miskin, muslim atau non muslim dengan sarana dan prasarana terbaik dan unggul. Hanya khilafah yang mampu mewujudkan sistem pendidikan seperti ini.
Wallahu ‘alam bishowab.