IDHUL ADHA: MOMENTUM PENGINGAT UNTUK SEBUAH KETAATAN SEMPURNA
Oleh : Inge Oktavia Nordiani
Datangnya bulan Dzulhijjah 1445 H merupakan sebuah nikmat yang tiada tertandingi. Hari raya kedua bagi umat Islam ini sebagai tanda adanya pelaksanaan ibadah haji di Mekah, tempat kiblat kaum muslimin di seluruh dunia. Ibadah Haji adalah ibadah yang diwujudkan dengan jiwa dan harta. Sebuah nikmat yang tidak didapatkan oleh semua orang. Ada orang-orang yang memiliki harta namun ia tidak menyiapkan hatinya untuk berangkat ke Baitullah sehingga tidak terwujud ibadah haji pada dirinya. Ada juga mereka yang ingin berangkat namun tidak memiliki kemampuan harta atau sedang mengalami sakit yang menghalangi mereka dari ibadah haji yang mulia ini.
Selain itu bulan Dzulhijjah adalah bulan qurban yaitu ibadah agung yang hanya dipersembahkan kepada Allah SWT, yaitu syari'at menyembelih hewan qurban. Oleh karena itu bagi Shohibul qurban hendaknya menghadirkan niat di hatinya bahwa ibadah qurban yang ia lakukan adalah perwujudan dari ibadah kepada Allah SWT menjauhkan diri dari bisikan-bisikan ingin dipuji sebagai dermawan atau sebagai orang yang mampu karena membeli hewan kurban yang termahal lalu dikenal, nauzubillah.
Ibadah qurban di bulan Dzulhijjah ini memiliki makna yang sangat mendalam bagi kaum muslimin. Pasalnya di bulan ini terjadi sebuah peristiwa yang tidak bisa dinalar oleh akal manusia. Bagaimana Allah SWT menunjukkan proses keikhlasan dan penyerahan diri total dari keimanan kepada Allah. Tidak akan pernah terhapus hikmah dibalik perjalanan hidup Nabi Ibrahim dan keluarganya dalam ingatan kaum muslimin Seorang nabi yang Allah uji bukan hanya dengan waktu dan tenaga. Selama sekian waktu Nabi Ibrahim tidak dikaruniai keturunan, namun dengan izin Allah, Allah memberikan keturunan tersebut dari pernikahan kedua Nabi Ibrahim dengan ibunda Sarah. Dari sanalah Allah SWT mengaruniai buah hati yaitu Ismail yang selama ini dinantikan. Namun belum lama kebahagiaan keluarga ini terwujud Allah SWT memberikan perintah kepada Nabi Ibrahim melalui mimpinya untuk menyembelih buah hatinya. Betapa sebuah kabar yang mengiris hati Nabi Ibrahim. Namun kuatnya Cinta Nabi Ibrahim pada buah hatinya tidak mampu mengalahkan sempurnanya ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Penyerahan diri total atas perintah yang menghampirinya dilakukan dengan penuh ketakwaan. Ibarat gayung bersambut Ismail kecil pun telah tercetak dan terdidik taat di bawah pengasuhan seorang nabi. Sebuah ketaatan yang sempurna yang tidak menyisakan dzon (keraguan) pada Allah SWT yang pada akhirnya digantikan Ismail kecil oleh Allah SWT dengan seekor domba.
Perjalanan orang beriman dalam kehidupan dunia ini ada awal dan ada pula akhirnya. Permulaannya adalah ketika terlahir ke dunia dan ujungnya adalah surga. Belajar dari kisah Nabi Ibrahim kita sebagai kaum muslimin butuh melatih sebuah ketaatan yang sempurna. Dalam proses perjalanan dari awal hidup hingga akhir hayat orang yang beriman diisi dengan ketaatan kepada Allah taala. Mereka merealisasikan perintah Allah di dalam QS Al Hijr: 99 yang artinya "dan sembahlah Rabb-mu hingga datangnya kematian". Dan balasan mereka setelah kematian adalah surga. Surga adalah sebuah tempat di mana seorang mukmin akan merasakan kenikmatan yang tak kunjung henti setiap detiknya. Kebahagiaan tersebut tidak pernah terpotong oleh kesedihan walaupun sesaat.
Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim, sebuah ketaatan dapat terwujud bukan tanpa ujian terlebih dahulu. Beragam ujian Allah SWT berikan kepada manusia untuk mengukur seberapa besar dan ikhlasnya kita di dalam menjalankan sebuah ketaatan. Terlebih di masa sekarang dimana kaum muslimin tidak hidup dalam naungan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia yaitu syariat sempurna yang dijalankan negara, sehingga menjalankan sebuah ketaatan menjadi tidak mudah. Betapa tidak kaum muslimin harus berhadapan langsung dengan solusi-solusi yang bukan menyelesaikan masalah. Hal ini terjadi di banyak aspek kehidupan. Semakin hari bukannya semakin tersolusi justru semakin bervariasi jenis-jenis permasalahan yang terjadi di masyarakat. Ibarat sebuah benang kusut yang tak kunjung tersimpul dengan rapi. Fix, hal ini disebabkan sistem sekuler kapitalis tik yang masih menjadi rujukan jalan hidup di negeri ini. Sekuler kapitalistik telah mengganti standar hidup seorang muslim yang seharusnya adalah halal haram menjadi standar manfaat semata. Merubah rasa malu dan takut bukan karena Allah melainkan karena manusia. Sekelumit contoh yang bisa diambil pelajaran yaitu kasus sosial hingga berujung kriminal yaitu kasus kematian pasangan Vina-Eki yang mulai tahun 2016 hingga tahun 2024 hari ini masih menyimpan misteri. Alih-alih ditemukan titik terang yang terjadi semakin runyam kasusnya. Kotak pandora kasus inipun belum terungkap. Ada aroma dusta antara satu dengan yang lainnya.
Dari semua itu dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh oleh kaum muslimin untuk mewujudkan sebuah ketaatan yang sempurna. Ketaatan yang tidak hanya terjadi pada diri individu tetapi juga memiliki ikatan kontrol yang kuat dengan masyarakat yang taat. Begitu pula sokongan negara yang dapat mengkondisikan keimanan agar terbentuk dengan sempurna. Hal ini terjadi bila seruan Allah SWT yaitu amal ma'ruf nahi mungkar berjalan dengan baik. Dalam momentum Idul Adha tahun ini patut direnungkan nasehat-nasehat Baginda Nabi Saw pada saat haji Wada'. Selama Haji Wada' beliau berkhutbah di hadapan lebih dari 100.000 jamaah haji. Tidak hanya sekali beliau berkhutbah di hari Arafah, hari Idul Adha, juga hari Tasyrik. Berikut adalah sebagian kecil dari isi khutbah yang beliau sampaikan.
"Wahai manusia sungguh darah dan harta kalian adalah suci bagi kalian seperti sucinya hari ini juga bulan ini sampai datang masanya kalian menghadap Tuhan. Saat itu kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan kalian. Ingatlah baik-baik janganlah kalian sekali-kali kembali pada kekafiran atau kesesatan sepeninggalku sehingga menjadikan kalian saling berkelahi satu sama lain. Ingatlah baik-baik hendaklah orang-orang yang hadir pada saat ini menyampaikan nasihat kepada yang tidak hadir boleh jadi sebagian dari mereka mendengar dari mulut orang kedua lebih dapat memahami daripada orang yang mendengar secara langsung (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Beliaupun bersabda: "Ingatlah tak ada keutamaan bangsa Arab atas bangsa non Arab. Tak ada pula keunggulan bangsa non Arab atas bangsa Arab. Tidak pula orang berkulit putih atas orang berkulit hitam. Tidak pula orang berkulit hitam atas orang berkulit putih kecuali karena ketakwaannya (HR. Ahmad). Beliau juga bersabda: "Wahai manusia sesungguhnya segala hal yang berasal dari tradisi jahiliyah telah dihapus di bawah dua telapak kakiku ini. Riba jahiliyahpun telah dilenyapkan. Wahai manusia sesungguhnya telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang menjadikan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh pada keduanya. Itulah kitabullah dan Sunnah Rasulnya (HR. Ibnu Khuzaimah).