Keadilan Dalam Demokrasi Hanya Ilusi

 



_Oleh: Mia Izzah_

Pengadilan Negeri Surabaya telah memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan kekasihnya Dini Sera Afriyanti. Putusan tersebut dibacakan oleh ketua majelis hakim Erintuah Damanik Rabu 24 Juli 2024. diketahui sebelumnya jaksa penuntut umum Ahmad Muzzaki menuntut Ronald Tannur selama 12 tahun penjara dengan 3 pasal dakwaan yakni pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan pasal 359 KUHP tentang kelalaian serta menuntut terdakwa membayar restitusi bagi keluarga korban sebesar Rp 263,6 Juta (Tempo.com 25 Juli 2024)


Bak petir di siang hari sontak putusan vonis bebas tersebut menuai reaksi publik karena dinilai sarat kejanggalan dan ketidakadilan termasuk reaksi dari wakil ketua komisi III DPRRI Ahmad Sahroni yang geram bahkan meminta agar kejaksaan agung mengajukan banding dan mendesak komisi yudisial untuk melakukan pemeriksaan terhadap Hakim yang menangani perkara tersebut, “jangan hukum jadi tebang pilih karena dia anak siapa jadi beda perlakuan,” pungkasnya. Sebagaimana diketahui Ronald Tannur merupakan anak dari Edward Tannur mantan anggota DPRRI dari fraksi PKB Nusa Tenggara Timur.


Terlebih bagi keluarga korban putusan bebas tersebut menjadi pukulan berat tak khayal, pihak keluarga korban melakukan upaya-upaya hukum termasuk mendatangi komisi III DPRRI yang diwakili ayah dan adik korban untuk mencari keadilan sebagaimana spanduk yang dibentangkan tertulis “Justice for Dini Sera.”


Miris, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan potret keadilan di negeri ini, keadilan seolah menjadi barang langka yang sulit dicari. pasalnya, kasus Dini Sera hanya satu dari sederet kasus yang telah mencederai nilai keadilan. tentu Masih membekas dalam ingatan kita kasus penyidik KPK Novel Baswedan yang disiram air keras hingga korban mengalami cacat buta permanen (seumur hidup) namun pelaku yang merupakan anggota polri hanya dijerat satu tahun penjara. Sungguh, sederet contoh di atas makin menegaskan bahwa keadilan di negeri ini yang menganut sistem demokrasi hanya sebuah ilusi, hukum tajam kebawah tumpul ke atas bahkan dalam penegakan hukum sarat ketimpangan ( Inequality Before The Law). 


Demokrasi yang dijunjung tinggi nyatanya tidak bisa memberi keadilan sejati, keniscayaan pun terjadi tatkala demokrasi adalah buah dari sistem kapitalis-sekularistik (pemisahan agama dari kehidupan) alhasil peraturan yang dibuat pun dipisahkan dari agama, manusia yang justru berpeluang dan mendominasi ketika membuat aturan hukum padahal manusia adalah makhluk yang lemah, serba kurang dan bersifat terbatas maka sangat dimungkinkan jika aturan hukum buatan manusia mudah berubah di otak-atik mengikuti hawa nafsu, kepentingan manusia, karena setiap kepala manusia pasti berbeda. maka dapat disimpulkan sistem demokrasi (manusia yang mendominasi) tidak dapat dijadikan sebagai standar nilai untuk mengadili. Lalu kalau bukan sistem demokrasi sistem apa yang layak sebagai pengganti? Jawabnya sistem ilahi (sistem islam) itu yang pasti.


Islam adalah addinnul Haq, agama yang kamilan wa syamilan (sempurna dan lengkap) yang diturunkan Allah SWT dengan seperangkat aturan yang harus diterapkan oleh manusia agar manusia selamat dunia dan akhirat. termasuk di dalamnya aturan hukum pidana Islam yang mencakup tentang keadilan. Sebagaimana QS. Annisa 58 “sesungguhnya Allah memerintahkan kamu ketika menetapkan hukum diantara manusia agar kamu menegakkan dengan adil.”


Demikian juga dalam hukum pidana Islam ada sistem uqubat (sanksi) yang tegas dan bersifat jawabir dan zawajir. Jawabir karena penerapan hukum pidana Islam akan menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal di akhirat kelak dan zawajir karena dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal yang serupa karena hukum Islam akan memberi jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat (QS  Al-Baqarah 179) 

Bahkan hukum pidana Islam meminimalisir peluang manipulasi, mafia pengadilan bahkan nepotisme sebagaimana hadits Nabi SAW “siapa yang menghakimi dengan tidak adil padahal ia tahu mana yang benar maka ia akan masuk neraka” (HR Bukhori) sebagaimana juga contoh ketegasan nabi SAW sebagai pemimpin dalam hadisnya “wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang memiliki kedudukan mencuri, maka mereka dibiarkan (tidak dihukum) namun jika yang mencuri adalah rakyat biasa maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri aku sendiri yang akan memotong tangannya” (HR. Bukhori dan Muslim).


Maka dari paparan di atas semakin menegaskan bahwa keadilan dalam demokrasi hanya ilusi dan beralih pada sistem ilahi (Islam) adalah solusi.


Wallahu alam Bishowab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel