KTR, Mampukah Meningkatkan Kesehatan Masyarakat?
Penulis: Hamdia Maulida
(Aktivis Muslimah Banua)
Kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terus dikampanyekan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin. Kampanye ini dilakukan sebagai upaya peningkatan kesehatan warga Banjarmasin. Adapun cara mengkampanyekan KTR tersebut yaitu dengan menempelkan stiker di kantor-kantor pelayanan publik di Banjarmasin. Turut serta dalam penempelan stiker, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, di Kantor Kecamatan Banjarmasin Selatan.
Pemasangan stiker KTR terutama di fasilitas Pemerintah dan ruang publik merupakan bagian upaya meningkatkan kesehatan warga Kota Banjarmasin melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), kata Walikota Banjarmasin. Selain itu, Ibnu juga mengimbau kepada warga agar mematuhi penegakan Peraturan daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2013. Sebab akan ada sanksi yang dijatuhkan bagi yang melanggar. Hukumannya mulai dari denda hingga penjara. Bagi perokok, akan ada ruang khusus yang dibangun di KTR
Faktanya, prevalensi rokok terus meningkat meningkat. Padahal jelas nyata bahaya dari rokok. Dari aspek kesehatan, merokok itu berbahaya, baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif. Hampir tidak ada perdebatan dalam aspek ini sehingga harus ada regulasi terkait rokok. Regulasi harus bersifat tegas dan mengikat, bukan tarik-ulur kepentingan stakeholder. Regulasi terkait rokok dibuat bukan dengan menempatkan aspek kesehatan masyarakat sebagai pertimbangan utama. Apalagi, pertimbangan kesehatan anak, bahkan bukan juga pertimbangan pembangunan sumber daya manusia. Kalau boleh jujur, satu-satunya pertimbangan atau yang dominan adalah pertimbangan ekonomi. Bukan ekonomi masyarakat secara umum, tetapi pertimbangan kepentingan korporasi.
Mereka berdalih telah taat mengikuti regulasi yang dibuat pemerintah. Artinya, problemnya memang pada regulasi itu sendiri bahwa negara membolehkan industri rokok. Aneh, ketika industri rokok dilegalkan, sementara itu iklan dibatasi. Sebabnya, target industri rokok adalah keuntungan maksimal, bukan keuntungan yang terbatas. Mindset perusahaan memang profit. Dengan produksi dan distribusi rokok, termasuk iklannya, ungkapnya, banyak perusahaan rokok yang akan gulung tikar. Persoalan menjadi seolah rumit, ketika secara hiperbola dinarasikan tutupnya perusahaan rokok akan menyebabkan banyaknya PHK, kerugian petani tembakau, berkurangnya pendapatan negara dari cukai rokok, dan sebagainya.
Yang sebenarnya terjadi adalah pengambilan kebijakan di negeri ini yang tidak memiliki solusi. Tidak ada kemampuan membuat terobosan untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi para buruh pabrik rokok jika pabrik rokok ditutup. Juga tidak punya terobosan untuk alih tanam tembakau dengan tanaman lain yang lebih berguna bagi masyarakat. Lalu fungsi adanya BRIN dengan risetnya yang hitech, ke mana?
Negara kapitalistik cenderung abai dalam memenuhi jaminan kesehatan & ekonomi bagi warga negaranya. Regulasi yang dibuat cenderung disiapkan sebagai karpet merah bagi para industri rokok untuk kepastian dan keberlangsungan usaha.
Dalam pandangan Islam, penguasa haruslah menjadikan negara sebagai ‘negara ri’aayah’ (negara pengayom), Dalam suatu negara ri’aayah, penguasa melakukan pelayanan dan pengayoman terhadap rakyatnya. “Penguasa laksana pengembala (raa’in)”. (HR al-Bukhari dan Muslim). Islam menetapkan paradigma pemenuhan kesehatan ini sebagai sebuah jaminan. Negara akan mengadakan layanan kesehatan, sarana dan prasarana pendukung dengan visi melayani kebutuhan rakyat secara menyeluruh tanpa diskriminasi. Kaya-miskin. Penduduk kota dan desa. Semuanya mendapat layanan dengan kualitas yang sama.
Negara berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Kebijakan & regulasi negara akan menomorsatukan kepentingan kesehatan masyarakat bukan kepentingan segelintir oligarki-korporasi. Negara juga akan menjamin pemenuhan aspek-aspek kebutuhan dasar (basic needs) warga negara serta menjamin tersedianya lapangan pekerjaan dan sumber-sumber ekonomi lainnya masyarakat dengan menghilangkan unsur keburukan (mafsadah) pada lapangan pekerjaan tersebut.
Negara juga tidak menjual layanan kesehatan kepada rakyatnya. Negara tidak boleh mengkomersilkan hak publik sekalipun ia orang yang mampu membayar. Hal ini karena Negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara.
Demikianlah sistem Islam, jaminan kesehatannya bukan omong kosong. Telah tertulis dalam tinta emas sejarah peradaban dunia, beberapa ilmuwan muslim yang sangat berjasa dalam dunia kesehatan. Abu al-Qasim az-Zahrawi dianggap Bapak ilmu bedah modern, Muhammad ibn Zakariya ar-Razi (865-925 M) memulai eksperimen terkontrol dan observasi klinis, Pada abad-9, Ishaq bin Ali Rahawi menulis kitab Adab ath-Thabib, yang untuk pertama kalinya ditujukan untuk kode etik kedokteran. Dan masih banyak lagi. Masya Allah