Membentengi Keluarga Dari Bahaya Miras
Oleh: Dr. Sara Respati
(Dosen, Aktivis Dakwah)
Miras atau minuman keras (khamr) disebut sebagai ummul khabaits yang artinya sumber atau induk kejahatan. Mirisnya, peredaran miras di Indonesia semakin merebak. Beberapa kasus terjadi akibat pengaruh miras, mulai dari pembacokan, pembunuhan, kekerasan seksual, bahkan di Sleman, Yogyakarta ditemukan 16 siswa melakukan pesta miras di lingkungan sekolah. Peredaran miras di Yogyakarta sendiri sangat meresahkan. Khususnya di daerah Sleman, outlet miras mulai bertebaran hingga gang-gang perkampungan. Lalu, bagaimana sikap pemerintah terkait penanganan miras?
Beberapa yang dilakukan pemerintah antara lain; melakukan razia di beberapa tempat penjualan miras, selain itu juga melakukan penutupan kios miras ilegal. Dalam skala nasional, pemerintah membuat kebijakan tentang peraturan import miras dan batasan usia konsumen miras. Jadi, bukan pelarangan namun sekadar pengaturan. Artinya legalitas miras diakui oleh pemerintah. Hal ini membuktikan bahwa negeri ini sedang mengadopsi sistem liberalisme sekuler. Dimana ada pemisahan kekuasaan antara agama di dalam kehidupan.
Aturan Islam hanya dipakai dalam urusan peribadahan saja, seperti shalat, haji/umroh, puasa, zakat, atau pernikahan. Sedang di sisi lain, mengizinkan perkara yang dilarang dalam hukum Islam, seperti perizinan miras, tempat prostitusi, dan atau transaksi riba. Padahal, di dalam QS. Al Baqarah ayat 208 jelas, memerintahkan kaum mukmin untuk menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh).
_"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."_
Tentu saja, peredaran miras bagi generasi sangat mengkhawatirkan. Secara kesehatan, bahaya miras bagi tubuh bisa mengakibatkan berbagai macam penyakit, bahkan WHO pada tahun 2019 melaporkan ada 2,3 juta kematian manusia akibat miras. Di samping itu, miras juga berdampak pada banyaknya kejahatan dan rusaknya kepribadian generasi muda.
Karenanya, legalitas miras sangat tidak rasional. Hal ini tidak hanya menghancurkan individu, tetapi juga berdampak buruk pada generasi. Generasi yang rusak tidak akan mampu berpikir tentang perubahan. Dari situlah letak hancurnya sebuah peradaban. Lalu, apakah umat harus diam dan bagaimana solusinya?
Keharaman khamr sudah dijelaskan dalam nash-nash dari sumber yang pasti. Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Khamr dilaknat pada sepuluh hal; (1) pada zatnya, (2) pemerasnya, (3) orang yang memerasnya untuk diminum sendiri, (4) penjualnya, (5) pembelinya, (6) pembawanya, (7) orang yang meminta orang lain untuk membawanya, (8) orang yang memakan hasil penjualannya, (9) peminumnya, dan (10) orang yang menuangkannya."
Untuk itu, penting bagi kita untuk membentengi diri dari segala pelanggaran syariat. Diantara beberapa hal yang bisa kita lakukan yakni pertama, bentengi diri dengan iman. Keimanan dan kekuatan akidah inilah yang akan menjadi filter bagi umat muslim untuk bertindak. Yang kedua, bentengi dengan kesadaran. Tidak dipungkiri, pada era disrupsi informasi saat ini mengakibatkan perang pemikiran bagi umat. Oleh karena itu, umat harus sadar dan peka dengan keadaan seperti ini. Ketiga, bentengi dengan ilmu, karena untuk menancapkan iman, diperlukan ilmu pemahaman Islam yang baik dan benar. Keempat, bentengi dengan good circle. Lingkungan dan pertemanan sangat berpengaruh dalam aktivitas seseorang. Untuk senantiasalah menjaga diri dan memperluas lingkaran pertemanan yang shalih/shalihah.
Demikianlah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membentengi diri dan keluarga dari bahaya miras. Namun, lebih dari itu, yang tak kalah penting adalah peran pemerintah yang menerapkan aturannya sesuai syariat Islam yang berlandaskan pada hukum Allah Swt., bukan yang lain.
Wallahu a'lam bish shawab