DEMI GUGUR JANIN TEGA AKHIRI NYAWA KEKASIH
Oleh: Inge Oktavia Nordiani
Madura berduka, dunia pendidikan lagi-lagi terluka. Baru-baru ini terjadi peristiwa di luar nalar manusia. Seorang lelaki tega menghabisi nyawa kekasihnya sendiri. Tersangka berinisial MA (21 tahun) warga kecamatan Galis Bangkalan, mahasiswa kampus swasta di Bangkalan. Sedangkan korban berinisial EJ (20 tahun) warga kecamatan Nganut kabupaten Tulungagung, mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Bangkalan. Sebelum kejadian keduanya cekcok bahkan korban mengancam akan mendemo kampus tersangka jika ia tidak bertanggung jawab. Hal ini diduga memicu tersangka untuk melakukan tindakan brutal dengan cara membacok dan menggorok leher kemudian membakar korban. Peristiwa ini dipicu cekcok antara tersangka dan korban terkait kehamilan korban. Cekcok ini sebelumnya memang sering terjadi hingga membuat tersangka mencari cara untuk menggugurkan kehamilan korban (CNN Indonesia, 2 Desember 2024).
Rektor UTM, Safi' mengatakan pihaknya turut berduka atas kejadian yang menimpa anak didiknya itu. Ia meminta agar kepolisian memproses pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Menurut Safi' pihak lembaga sekolah tempat pelaku belajar juga harus melakukan evaluasi kurikulum sehingga mahasiswa tidak mengedepankan cara-cara kekerasan (Detik Jatim, 3 Desember 2024).
Respon cepat datang dari kampus pelaku STIT Al Ibrohimy Bangkalan. Pimpinan STIT membuat pernyataan sikap yang isinya pertama, belasungkawa mendalam. SDIT Al Ibrohimy Bangkalan turut berbelasungkawa kepada keluarga korban EJ (20 tahun) semoga keluarga diberi kekuatan dan ketabahan. Kedua, mengutuk keras tindakan melanggar hukum. Mengancam perbuatan yang menghilangkan nyawa dan menghormati proses hukum yang berjalan. Ketiga, tindakan tegas institusi. STIT Al Ibrohimy Bangkalan telah memberhentikan MA secara tidak terhormat sebagai mahasiswa (Radar madura.id, 2 Desember 2024).
Dari suara Trunojoyo mengadakan aksi seribu lilin dan doa bersama serta konsolidasi Akbar dengan #kami bersama Een. Digelar Rabu 4 Desember 2024 di depan gedung rektorat pukul 7 malam. Mengundang seluruh Civitas akademika UTM.
Menyedihkan dan sangat ironi melihat tragedi tersebut. Rasa kalap, ketakutan untuk diketahui dan nihil tanggung jawab yang menjadi pemicu kesadisan yang dilakukan oleh MA. Ini mencerminkan di manakah kualitas mental seseorang yang notabene seorang mahasiswa?. Benar-benar dibutuhkan evaluasi besar pada kurikulum pendidikan yang ada. Sungguh kebebasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis tampak menjangkiti banyak muda-mudi. Aktivitas pacaran terlalu lazim terjadi. Tidak memandang bagaimana pengaturan di dalam agama mengenai interaksi lawan jenis. Hal ini terjadi bukanlah alami. Beberapa faktor menjadi pemicu. Salah satunya adalah pengaruh pola atau gaya hidup yang ternodai oleh sekularisme. Pola kehidupan yang menjauhkan dari agama sejauh-jauhnya. Hal ini menyebabkan ketakwaan yang dimiliki seseorang tersekat hanya di ranah ibadah. Negeri yang mayoritas muslim namun membebek pada gaya hidup Barat yang menormalisasi gaul bebas. Padahal sejatinya diawali dari aktivitas pacaranlah yang kemudian menjadikan jalan tol menuju seks bebas hingga kehamilan yang tidak diinginkan.
Apabila kehidupan sekulerisme terus diadopsi maka kejadian demi kejadian seperti di atas akan menjadi seperti irama yang berulang. Negeri Ini masih memiliki PR besar untuk menuntaskan kualitas output generasi. Semakin tingginya jenjang pendidikan seharusnya semakin mendewasakan diri individu tersebut. Negeri yang mayoritas muslim ini membutuhkan untuk kembali pada aturan Islam secara menyeluruh sehingga melahirkan output individu yang senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT dalam kondisi apapun. Membuang jauh-jauh konsep pacaran sebelum nikah dan menggantinya dengan konsep ilmu pernikahan. Tentu hal ini dapat terpenuhi jika pemimpin negeri ini serius menemukan akar masalah yang dihadapi.