Standar Hidup Layak yang Tidak Layak

 


Oleh : Eli Supriatin

Buruh ramai-ramai merespons rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait standar hidup layak 2024 sebesar Rp1,02 juta per bulan. Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) mengkritik penggunaan istilah 'standar' dalam survei BPS. Presiden ASPIRASI Mirah Sumirat mewanti-wanti bahaya salah makna data ini, di mana berpotensi disamakan dengan komponen hidup layak (KHL).


KHL ini yang sejatinya menjadi standar kebutuhan pekerja alias buruh untuk hidup layak dalam satu bulan. Komponen ini dikabarkan bakal kembali dipakai pemerintah sebagai salah satu dasar perhitungan upah minimum provinsi (UMP). Terlepas dari perdebatan istilah milik BPS, Mirah menilai kecilnya angka standar hidup layak itu mencerminkan upah murah yang diterima buruh Indonesia. Ia menegaskan pendapatan pekerja yang diperoleh saat ini memang jauh dari kata layak.


Sungguh zalim memang ketika menentukan standar hidup layak dengan jumlah minimal yang sejatinya tidak layak untuk terwujud kesejahteraan. Karena hal ini berarti membiarkan rakyat hidup dalam keterbatasan/kekurangan. 


Beginilah jika kita mengikuti sistem kapitalisme, dalam sistem ini rakyat bukan menjadi prioritas perhatian. Buruh dianggap sebagai bagian dari faktor produksi, konsep ini mengantarkan pada konsep gaji berdasarkan kebutuhan hidup paling minim bagi setiap individu. Sedangkan perhitungan tersebut bisa diotak atik agar biaya produksi bisa ditekan karena sistem ini berorientasi pada keuntungan. Alhasil gaji para buruh benar benar ditekan seminim mungkin dan standar hidup layak hanya berkutat pada angka saja bukan realita yang terjadi dalam masyarakat.


Berbeda halnya dengan Islam. Dalam Sistem Islam kelayakan hidup manusia tidak diukur dari gaji yang didapatkan buruh melainkan diukur dari terjaminnya individu per individu memenuhi kebutuhan pokok mereka. Penetapan untuk memperkirakan gaji adalah jasa. akad ijarah (kontrak kerja) menyatakan adanya jasa tertentu, karena itu gaji pekerja tidak diperkirakan berdasarkan produksi pekerja dan tidak pula berdasarkan batas taraf hidup yang paling rendah. Syariat penetapan gaji ini wajib diterapkan dalam setiap akad ijarah oleh para buruh, majikan/perusahaan, para ahli penentu gaji, khubara',maupun negara.


Dengan konsep pengupahan seperti ini para pekerja bisa mendapatkan upah yang bisa menaikan taraf hidup mereka. pekerja yang memiliki pekerjaan lebih berat, lebih rajin bisa mendapatkan gaji lebih banyak. ataupun sebaliknya.


Sementara kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan semuanya itu dijamin oleh negara dengan memberikannya secara gratis dan berkualitas karena kebutuhan kebutuhan tersebut bersifat komunal, berbiaya mahal dan membutuhkan tenaga ahli. Jika tidak di jamin oleh negara maka akan terjadi diskriminasi dalam pemenuhannya.


Seperti inilah negara jika menggunakan sistem Islam dalam mengatur standar kelayakan hidup manusia, yang mana dapat mensejahterakan rakyatnya.

Wallahu 'alam bishawab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel