TUNJANGAN GURU NAIK TAPI GURU TETAP TIDAK SEJAHTERA
Guru memiliki peran sangat penting dalam suatu negara, yaitu mencetak generasi unggul penerus estafet kekuasaan suatu negara. Sayangnya, masih banyak guru yang belum sejahtera. Kabar “Kenaikan gaji guru” ditanggapi dengan beragam reaksi. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru.
Dilansir dari Tempo.co (29/11/2024), pada tanggal 25 November 2024 yang merupakan Hari Guru Nasional, Presiden Prabowo Subianto memberikan kado manis untuk para pahlawan tanpa tanda jasa. Tidak tanggung-tanggung, ia menaikkan alokasi anggaran untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN pada 2025 menjadi Rp81,6 triliun. Ada kenaikan sebesar Rp16,7 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Dan pada puncak peringatan Hari Guru Nasional, Kamis (28/11/2024) Presiden mengumumkan akan menaikkan gaji guru. Banyak yang menyambut meriah kebijakan tersebut, namun organisasi guru dan aktivis pendidikan meminta kejelasan atas penyataan presiden tersebut. Sepeti diketahui presiden Pabowo menyatakan gaji guru yang berstatus ASN akan naik sebesar 1x dari gaji pokok. Sedangkan gaji guru non-ASN nilai tunjangan profesinya akan naik sebesar Rp 2 juta/bulan.
Wakil Seketaris Jendral (Wasesjen) Federasi Serikat Guru Indnesia (FSGI) Mansur menyatakan Pemerintah perlu meluruskan pernyataan mereka terkait kenaikan gaji guru. Ia menjelaskan guru swasta atau non-ASN mengira ada kenaikan fantastik tunjangan profesi sebesar Rp 2 juta. Padahal kenaikannya adalah Rp 500 ribu dari yang semula sebesar Rp 1,5 juta. Kenaikan Rp 500 ribu pun dapat diperoleh saat guru mengurus dan mendaptkan SK-inpassing sehingga tunjangan profesi gurunya menjadi Rp 2 juta atau lebih sesuai golngan yang setara ASN. Sementara itu guru ASN mengira tunjangan profesinya menjadi 2x gaji pokok. Padahal tidak ada peubahan smaa sekali kebijakan dari aturan sebelumnya. Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi guru ASN yang sudah mengantongi sertifikat pendidik memang sebesar 1 kali gaji pokok.
GURU TETAP TIDAK SEJAHTERA
Kenaikan tunjangan bagi guru tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Pasalnya, banyak kebutuhan pokok yang membutuhkan biaya besar yang harus ditanggung oleh setiap individu, termasuk guru. Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya guru yang terjerat pinjol dan judol, juga banyak guru memiliki profesi yang lain menguatkan hal itu.
Ini berkaitan erat dengan sistem kehidupan yang diterapkan hari ini, di mana guru hanya dianggap seperti pekerja, sekedar faktor produksi dalam rantai produksi suatu barang.
Pernyataan Presiden terkait kenaikan gaji guru nyatanya bukanlah kenaikan gaji namun hanya kenaikan tunjangan untuk guru swasta atau non-ASN. Itupun hanya rp 500 ribu. Kebijaksanaan ini jelas menggambarkan ketidakseriusan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan guru. Kenaikan tunjangan jelas tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan para guru, pasalnya kesejahteraan tidak hanya berkaitan dengan besaran gaji dan tunjangan yang didapatkan tetapi sangat berkaitan dengan kondisi perekonomian yang melingkupi kehidupan masyarakat.
AKIBAT SISTEM KAPITALISME
Kesejahteraan guru tentunya berkaitan dengan kualitas pendidikan. Meskipun demikian kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak hal, tidak hanya kesejahteraan guru. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan diantaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan dan kualitas guru dll.
Sementara kita paham bahwa di bawah penerapan sistem ekonomi kapitalisme, banyak kebutuhan pokok rakyat yang membutuhka biaya besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. Kenaikan harga bahan pangan, papan, pendidikan, kesehatan, BBM, gas, listrik dan PPN lebih sering terjadi dibandingkan kenaikan gaji guru. Faktanya masih banyak guru yang mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kekurangan biaya hidupnya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang terjerat pinjol (pinjaman online) hingga judol (judi online).
Berdasarkan survey data dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), ditemukan fakta memprihatinkan bahwa 89% guru merasa pendapatannya tidak mencukupi, 79% memiliki utang, dan 58% bekerja sampingan (rejogja.republika.co.id). Kasus guru terlibat judi online juga sangat sering kita dapatkan di media. Dalam sistem kapitalisme guru dipandang tak ubahnya sebagai factor produksi yang tenaganya digunakan untuk menyiapkan generasi yang siap terjun ke dunai kerja (industry). Semakin banyak generasi yang memiliki kemampuan bekerja, semakin besar pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi. Inilah yang terus dikejar oleh sistem ekonomi kapitalisme. Padahal pertumbuhan ekonomi kapitalisme tidak sejalan dengan kesejahteraan masyarakat, individu per individu.
Hal ini diperparah dengan hilangnya peran negara sebagai pengurus (raa’in) dalam sistem kapitalisme ini. Sistem ini menjadikan negara hanya sebagai regulator dan fasilitator. Implikasinya negara melegalisasi keterlibatan pihak swasta, baik asing maupun aseng, dalam mengelola SDA (Sumber Daya Alam), liberalisasi perdagangan, hingga kapitalisasi layanan kesehatan pendidikan. Karakter penguasa yang sekuler menjadikan mereka jauh dari karakter Islam. Pemikiran dan tingkah lakunya yang tidak dilandasi oleh Islam, menjadikan mereka mudah berbuat dzolim (tidak adil), hilang rasa prihatin, tidak mengasihi dan mencintai rakyatnya. Hal ini jelas membuktikan gagalnya sistem Kapitalisme sekulerisme memberikan jaminan kesejahteraan bagi para guru.
ISLAM SEJAHTERAKAN GURU
Menurut pandangan Islam, guru memiliki peran sangat penting dan strategis dalam mencetak generasi yang berkualitas, yaitu generasi pembangun bangsa dan penjaga peradaban. Oleh karena itu Islam sangat memperhatikan guru. Banyak ayat di dalam Al Qur’an yang melebihkan kedudukan orang-orang berilmu dan para pemberi ilmu. Salah satu ayat yaitu QS Al Mujadilah: 11
“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad…..”
Kedudukan guru yang begitu mulia menjadikan kesejahteraannya tidak boleh diabaikan. Guru adalah rakyat pada umumnya dan pendidik generasi secara khusus. Kesejahteraannya menjadi tanggung jawab penguasa yaitu Khalifah. Apalagi penguasa dalam Islam diposisikan sebagai raa’in (pengurus rakyat), yang menjalankan tanggung jawab besar mewujudkan kesejahteraan rakyatnya termasuk guru.
Khalifah wajib memiliki kepribadian Islam, khususnya kepribadian sebagai penguasa yakni aqliyah hukkam (penguasa) dan nafsiyah hukkam (pemutus perkara). Sehingga dalam menjalankan pemerintahannya penguasa wajib menjalankan sistem Islam, termasuk dalam mewujudkan kesejahteraan para guru, bukan sistem kapitalisme ataupun sosialisme yang terbukti gagal dalam perkara ini. Negara mewujudkan kesejahteraan semua guru tanpa terkecuali. Dan tanpa membedakan satu guru denga guru lainnya dengan memberikan gaji yang layak.
Pada masa Khalifah Umar bi Khattab, gaji guru sebesar 15 dinar/bulan (sekitar 95 juta rupiah). Selain kebijakan penggajian, penerapan sistem ekonomi Islam dalam tingkat negara juga menjadikan kebutuhan-kebutuhan guru mudah dijangkau. Harga kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan dijaga kestabilannya dengan support besar negara di sector hulu dan hilir. Pelayanan pendidikan, kesehatan hingga keamanan disedikan negara secara gratis.
Dengan jaminan kebutuhan dan penghidupan yang cukup, para guru bisa fokus mendidik generasi dengan ilmu terbaiknya tanpa harus dibayangi kebutuhan di hari esok atau mencari tambahan nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Penerapan syariat Islam dalam kehidupan sungguh akan memuliakan guru hingga mampu mencetak generasi unggul dan bertaqwa.
Wallahu a’lam bishshawab.