Genosida : Masa Depan Anak Palestina Terancam

 


Oleh: Tsabita (Pegiat Literasi)

Di tengah manusia sibuk dengan urusan duniawi, penduduk Gaza sedang bertaruh nyawa, berjuang di tengah puing dan kehancuran, sendirian, dan ditinggalkan. Kebiadaban Zionis Israel tiada tara, puluhan ribu anak anak menjadi korban genosida tentunya sangat menyayat hati.  Anak-anak menjadi yatim piatu karena kehilangan orang tua. Tercatat ada 39 ribu  anak yatim akibat genosida di Gaza. Berita kematian dan penderitaan anak-anak Palestina terus membanjiri lama berita di sosial media.

Dilansir dari www.erakini.id (5/4/2025), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan sedikitnya 100 anak telah terbunuh atau terluka setiap hari di Gaza sejak serangan dimulai kembali pada 18 Maret 2025, bahkan saat Amerika Serikat menggarisbawahi dukungan berkelanjutan bagi Israel.

Genosida yang telah dilakukan Zionis Israel telah membawa dampak yang menghancurkan bagi anak-anak Palestina. Mereka seolah sudah terbiasa melihat pembunuhan, pengeboman, bahkan ikut menjadi korban. Ribuan anak kehilangan nyawa akibat serangan udara, penebakan, blokade, yang terus berlangsung. Dan tidak sedikit yang meninggal akibat kelaparan dan kurangnya akses layanan Kesehatan. Zionis Israel telah merampas hak hidup anak-anak Palestina. 

Padahal pasal dalam Konvensi Hak Anak (KHA) menyatakan bahwa, “anak yang berusia di bawah 15 tahun tidak boleh diwajibkan bergabung  dengan pasukan bersenjata atau ikut dalam konflik bersenjata. Anak di zona perang harus menerima perlindungan khusus.”

Mirisnya semua fakta ini terjadi di tengah narasi soal HAM dan kompleksnya aturan internasional dan perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. Berbagai deklarasi hak-hak anak yang diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan hari anak  sedunia dan dirayakan setiap tahunnya yang katanya untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia, nyatanya aturan-aturan tersebut tidak mampu menghentikan apalagi mencegah penderitaan anak-anak Palestina. 

Fakta ini membuat kita sadar bahwa tidak ada harapan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan-aturan yang dilahirkannya.  Kekejaman yang dilakukan Zionis Israel telah menghancurkan masa depan anak-anak Palestina yang seharusnya menikmati masa bermain dan belajar, namun akibat genosida, mereka terjebak dalam siklus kekerasan tanpa henti.


 Terhalang Nasionalisme dan Nation State 

Genosida merenggut nyawa ribuan anak-anak tidak berdosa. Kematian dan penderitaan, tidak mampu menggerakkan hati negeri-negeri kaum muslim untuk mengirimkan pasukan melawan Zionis Israel. Itu karena pergerakan pasukan dari negeri negeri Islam terhalang oleh nasionalisme dan batas negara (nation-state). 

Adanya nation state dan nasionalisme membuat umat Islam tidak mampu membebaskan Palestina dari Zionis Israel.  Lahirnya perjanjian sykes-picot yang membuat kaum muslim terkotak-kotak menjadi nation state, sehingga tidak merasa ikut campur dengan permasalahan yang ada di negeri lain. Dengan begituAgar kaum muslimin tidak memiliki perasaan untuk bersatu kembali maka paham nasionalisme yang di buat barat merasuk di benak kaum muslimin.

Hari ini kita menghadapi kenyataan bahwa kaum muslimin hidup dalam sejarah terburuk yang disebabkan oleh penerapan hukum Sekularisme yaitu pemisahan aturan agama dari kehidupan dan Kapitalisme yang diktator.


 Islam Pemersatu 

Persoalan Palestina bukan hanya masalah bangsa Arab, melainkan persoalan seluruh umat muslim. Umat muslim tidak tersekat-sekat melainkan bersatu layaknya satu tubuh.  Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan orang orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi dan mengasihi, bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (ikut merasakannya).” (HR.Bukhari dan Muslim)

Idealnya, umat muslim dipersatukan dengan ikatan akidah Islam yang membuat mereka bersaudara, yang mana akidah dan syariat Islam selaras dengan pemikiran dan perasaan umat serta mampu menjaga dan melindungi pemikiran masyarakat. bukan atas dasar ikatan lemah yang bersifat emosional, yang hanya muncul ketika di suatu negeri terancam bahaya, Sebaliknya ketika dalam keadaan aman, maka sirnalah kekuatan negeri tersebut dalam memperdulikan kondisi negara lain jika terjadi penjajahan dan pembantaian.  Allah SWT  berfirman, “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”.(QS. Ali Imran 3:103)

Hanya sistem Islam yang mampu menghapuskan sikap berkelompok (ashobiyah) dan nasionalime yang tertanam pada negeri-negeri Islam saat ini. Karena pada sistem Islam, uumat Islam disatukan dengan aqidah yang sama, dengan Al Quran menjadi petunjuk hidup  Sistem Islam juga akan mewujudkan hak-hak anak secara sempurna, menegakkan keadilan dan menjamin kesejahteraan dunia. Semoga segera terwujud sistem Islam yang merupakan institusi pemersatu umat Islam dalam waktu dekat dan atas izin Allah SWT. Aamiin 

Wallahu a’lam bishawaab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel