Pembentukan Satgas Pemberantasan Premanisme, Solutif-kah?




Oleh Elin Nurlina

Tidak bisa kita pungkiri bahwa kasus premanisme semakin meningkat dari waktu ke waktu. Terungkap wajah premanisme di jabar, biasa manfaatkan celahnya di sekitar pabrik, tempat parkir, kawasan wisata, jalanan, pasar hingga tempat ibadah pun menjadi incaran untuk melakukan aksinya. Tentu hal ini sangat mencoreng wilayah Jabar itu sendiri (kompas, 28 maret 2025).

Premanisme menimbulkan kekhawatiran ditengah-tengah masyarakat. Apalagi tindakan mereka tidak pandang bulu. Kasus itu bertambah banyak apabila menghitung tingkah koboi-koboi jalanan. Mereka mengacungkan golok, membawa senjata api, hingga memukul kaca mobil. Kasusnya terentang dari Kota Sukabumi, Kabupaten Bandung, Cimahi, hingga Bandung Barat.

Menindak lanjuti hal itu, Pemkab Bandung resmi membentuk Satgas Pemberantasan Premanisme.  Ini dilatarbelakangi  oleh Operasi Jabar Manunggal yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan tujuan memberantas premanisme dan menciptakan kondisi keamanan yang kondusif terutama di wilayah Jawa Barat. Acara tersebut ditandai dengan Apel Kesiapsiagaan Satgas Pemberantasan Premanisme, di Gedung M Toha, Kamis 27 Maret 2025 (galamedia, 28 Maret 2025). 

Wabup Bandung Kang Ali Syakieb memimpin apel mewakili Bupati Bandung Dadang Supriatna, mengatakan yang menjadi target adalah geng motor dan juga preman yang kerap melakukan pungutan liar atau pungli. Terbentuknya Satgas Pemberantasan Premanisme ini menindaklanjuti arahan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait dengan pembentukan SK Satgas Pemberantasan Premanisme, sesuai dengan SK Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tanggal 24 Maret Nomor 300 Tahun 2025.


Solusi Belum Menyentuh Akar Masalah

Apa yang dilakukan pemkab untuk memberantas premanisme patut kita apresiasi, karena tanggung jawab pemerintah memang seharusnya demikian. Namun sayangnya, solusi ini belum menyentuh akar permasalahannya. Mengapa demikian, sebab bagaimana akan terberantas jika negara yang seharusnya berperan sentral sebagai benteng penjaga generasi muda aja masih mandul dalam perannya. Apakah dalam Sistem pendidikannya, sistem budaya dan lain sebagainya, apalagi saat ini pengaruh media sangat besar dalam membentuk kepribadian remaja yang makin mengkhawatirkan. Seharusnya negara jangan abai dalam hal ini. 

Melihat fenomena kerusakan generasi muda tidak hanya cukup menyalahkan individunya semata tapi ini ada keterkaitan antara lingkungan masyarakat yang tidak kondusif dan hilangnya peran negara. Negara yang seharusnya memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga generasi bangsa justru kehilangan perannya. Jika mau jujur, saat ini Negara abai dalam memberikan pendidikan yang membentuk kepribadian pemuda yang kukuh apalagi berkepribadian islami. Slogan revolusi mental dan merdeka belajar nyatanya gagal membawa pemuda menemukan jati dirinya yang hakiki. Negara justru menjauhkan agama dari kurikulum pendidikan. Sekularisasi pendidikan masif terjadi tidak hanya di sekolah umum, tetapi juga masuk ke madrasah. 

Para pemuda yang ingin belajar Islam kaffah justru dilabeli radikal. Akibatnya, alih-alih menemukan jati dirinya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi, para pemuda justru semakin terjebak ke dalam budaya kekerasan. Ketika budaya kekerasan sudah memakan banyak korban, pemerintah pun kelimpungan mencari solusi. Mirisnya, upaya pemberian sanksi justru mentok pada batasan umur anak yang sampai 18 tahun. Akibatnya, remaja pelaku kekerasan tidak bisa diberi sanksi tegas, pada akhirnya kasus-kasus kekerasan semakin meningkat, padahal mereka sudah balig. Tentu saja ini karena tidak adanya hukuman yang menimbulkan efek jera bagi pelakunya.  


Buah Dari Sekulerisme 

Ini semua disebabkan asas sekularisme yang mendasari kehidupan kita. Asas ini menjauhkan generasi muda dari ajaran agama islam sesungguhnya. Mulai dari sikap keluarga, masyarakat hingga regulasi negara, semuanya sekuler. Walhasil, solusi Islam tidak dipakai dalam menyelesaikan masalah generasi muda, mereka bahkan justru dijauhkan dari Islam. Akibatnya, potensi besar pemuda sebagai calon pemimpin masa depan justru terbajak untuk hal yang merugikan masyarakat, pemahaman mereka tentang islam makin melemah. Saat ini  Pemuda tampil sebagai trouble maker, bukan sebagai problem solver. Padahal, mereka punya potensi yang luar biasa untuk menjadi harapan umat pada masa depan. Akar masalah budaya kekerasan di kalangan pemuda ini sudah terang benderang, yaitu asas hidup sekularisme yang membelenggu umat Islam. Makin mudahnya mengakses berbagai gaya hidup barat sangat berpengaruh pada kepribadian generasi muda. Berdasarkan sekularisme, akal menjadi penentu benar dan salah, juga penentu baik dan buruk. Padahal, akal manusia sangat terbatas, tidak bisa mengetahui hakikat kebenaran. 


Berantas Premanisme Dengan Islam

Oleh karenanya, asas kehidupan berupa sekularisme ini harus dicabut dari pemikiran umat Islam. Selanjutnya diganti dengan asas yang sahih yaitu asas akidah Islam. Dengan demikian, seluruh pemikiran dan aturan yang terpancar di tengah masyarakat akan berdasar pada akidah Islam. Dengan solusi komprehensif yang ditegakkan Khilafah ini, budaya premanisme ataupun kekerasan akan hilang dan generasi muda Islam menjadi pemuda harapan umat, pemuda yang berkepribadian islami yang berlandaskan akidah islam, pemuda pembangun peradaban Islam nan gemilang sebagaimana dahulu ketika islam berjaya.


Wallahu’alam Bi showwab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel