Kisruh Haji Berulang, Sistem Islam Solusi Tuntas


Oleh: Finis (Penulis) 


Komnas Haji mengungkapkan calon jamaah haji reguler asal Bandung Heri Risdyanto bin Warimin berangkat ke Tanah Suci bersama istri dan kedua orang tuanya. Kegembiraan mereka mendadak berubah menjadi kesedihan dan duka mendalam.

Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menceritakan tidak lama setelah pesawat Saudia Airlines yang Heri tumpangi mendarat di Bandara Jeddah, Heri dinyatakan tidak lolos pemeriksaan. Padahal, semua dokumen lengkap. (republika.co.id, 2/6/2025). 

Wakil Ketua DPR RI ini mengungkapkan ada sejumlah persoalan dalam pelaksanaan haji. Beberapa di antaranya jemaah haji yang diusir dari tempat istirahat pada malam hari, jemaah yang tertinggal rombongan, hingga keterlambatan distribusi konsumsi.

Di sisi lain, salah satu masalah yang fatal menjelang puncak haji adalah soal transportasi jemaah menuju Arafah. Dia menyebut banyak jemaah yang sudah mengenakan kain ihram sejak Rabu pagi, 4 Juni 2025 waktu Arab Saudi, harus menunggu tanpa kepastian hingga Kamis pagi untuk bisa berangkat. (tempo.co, 8/6/2025). 

Kisruh jemaah haji masih saja terjadi di negeri ini. Hal ini menandakan bahwa tidak optimalnya pelayanan haji di negeri ini. Padahal, ibadah haji merupakan ibadah yang sakral, yang dilaksanakan setiap setahun sekali oleh kaum muslimin yang mampu dari seluruh penjuru dunia. Sudah seharusnya pemerintah mengurusi dengan serius, hati-hati dan bertanggung-jawab penuh atas seluruh kegiatan ibadah haji tersebut. Tanggung jawab negara  adalah menjaga dan memberikan kelancaran terhadap seluruh jemaah haji dari negara asal hingga ke negara penyelenggara (Saudi) hingga kembali ke negara asal. 

Namun, faktanya masih banyak permasalahan yang timbul baik dari negara asal maupun penyelenggara haji. Masalah teknis seharusnya sudah tertata dan terencana,  baik dari negara asal maupun penyelenggara. Paradigma yang salah tentang ibadah haji, yang hanya dipandang sebagai urusan administrasi bukan urusan ibadah di dalam agama, selama itu pula kekacauan-kekacauan terus berulang. Hal tersebut ditambah lagi penerapan sistem kapitalis di negeri ini menjadikan ibadah haji sebagai ladang bisnis sehingga meskipun biaya haji terus melonjak tetapi minim pelayanan. 

Dalam Islam, ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan, baik secara finansial, fisik, maupun keamanan perjalanan sebagaimana firman Allah SWT, "Dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana." (QS Ali-Imran: 97). 

Kewajiban haji bukan hanya masalah ritual individu, melainkan juga urusan publik yang memerlukan pengaturan sistemik dari negara. Dalam Islam, negara memiliki posisi sebagai raa'in (pengurus rakyat) dan junnah (pelindung). 

Khalifah Umar bin Khaththab ra. menggunakan momentum haji untuk bertanya kepada jemaah haji tentang wali yang ia angkat untuk melayani kepentingan mereka. Mereka bisa mengadukan apa saja kepada khalifah. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pun mengumpulkan para walinya dari berbagai wilayah pada musim haji. (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, Nizham al-Hukm fi al-Islam, hlm. 180). 

Maka sudah seharusnya penyelenggaraan ibadah haji dilakukan dengan profesional, amanah dan memudahkan rakyat dalam menjalankan ibadah. Negara harus hadir aktif mengurusi keperluan jemaah, mulai dari proses administrasi, transportasi, akomodasi, kesehatan hingga memastikan ketenangan spiritual jemaah selama menjalankan ibadah haji ini. 

Penyelenggaraan haji yang dikelola dengan paradigma pelayanan bukan komersialisasi adalah bentuk nyata dan tanggung jawab negara dalam pemerintahan Islam. Negara akan menyiapkan mekanisme terbaik, birokrasi yang muda serta layanan terbaik bagi tamu Allah sebagai bentuk pemuliaan terhadap ibadah haji. 

Layanan paripurna seperti ini memungkinkan ketika negara menerapkan sistem ekonomi keuangan dan moneter Islam secara menyeluruh. Sumber pendapatan negara sangat besar dan melimpah, seperti kharaj, jizyah, fai', ghanimah, zakat dan kepemilikan umum yang dikelolah negara. Semua itu masuk ke dalam Baitul Maal. 

Dengan kekuatan sistemik, negara memiliki kemampuan maksimal dalam penyelenggaraan haji dengan layanan terbaik tanpa membebani rakyat atau bergantung pada pihak asing atau swasta. Semua itu hanya bisa diterapkan melalui satu institusi negara yaitu khilafah. 

Wallahu a'lam.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel