Pendirian Sekolah Rakyat, Pendidikan Berkasta dalam Sistem Kapitalisme

 


Oleh : Siti Azizah, S.E.I


Selain program Makan Bergizi Gratis (MBG), Presiden Prabowo Subianto menggagas Sekolah Rakyat yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin, khususnya miskin ekstrem. Sekolah ini akan berada di bawah kewenangan Kementerian Sosial. Sekolah rakyat akan berbentuk sekolah asrama (boarding school) sehingga gizi siswa dapat terjamin dan biayanya pun gratis.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta orang (9,03%), dengan 0,83% di antaranya berada dalam kategori miskin ekstrem. Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat bahwa hanya sekitar 66,8% penduduk yang menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMA/sederajat, dengan angka yang lebih rendah di daerah perdesaan. Selain itu, terdapat sekitar 4,2 juta anak usia 6--18 tahun yang tidak bersekolah, disebabkan oleh keterbatasan ekonomi, akses geografis, serta minimnya sarana dan prasarana pendidikan. Dalam konteks ini, Sekolah Rakyat hadir sebagai solusi alternatif yang bertujuan memberikan akses pendidikan kepada anak-anak yang terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.

Dalam rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka Jakarta pada Senin (10/3/2025), pemerintah membahas berbagai aspek penting terkait program ini, termasuk lokasi, kurikulum, sarana-prasarana, serta mekanisme penerimaan siswa. Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), melaporkan bahwa hingga saat ini telah tersedia 53 lokasi yang siap menggelar program Sekolah Rakyat. "Hingga hari ini, kami telah mengidentifikasi 53 lokasi yang siap melaksanakan program ini. Jumlah ini masih bisa bertambah karena dalam beberapa hari ke depan, kami akan berkoordinasi dengan gubernur, bupati, dan wali kota untuk memastikan kesiapan wilayah lainnya," ujarnya.

Menteri sosial Syaifullah Yusuf mengatakan bahwa lokasi sekolah rakyat tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, hingga Papua. Selain itu, dua perguruan tinggi, yaitu Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA) telah menyatakan komitmen mereka dalam mendukung penyelenggaraan program ini. 

Luas sekolah rakyat yang dibutuhkan sesuai arahan Presiden adalah 5-10 hektare yang meliputi ruang kelas untuk SD, SMP, dan SMA beserta seluruh fasilitasnya. Sebelumnya, saat memimpin sidang kabinet paripurna pada bulan Januari lalu, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa pemerintah akan membangun sekolah rakyat berasrama dengan jenjang pendidikan untuk sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Sekolah ini diperuntukkan utamanya bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. “Kita harap setiap tahun 200, sehingga dalam 5 tahun kita minimal akan punya satu sekolah berasrama di tiap kabupaten. Dan itu harus di tempat-tempat di mana terdapat kantong-kantong kemiskinan. Kita ingin memutus rantai kemiskinan. Kita ingin menghilangkan kemiskinan dalam waktu secepat-cepatnya,” ujar Presiden.

Lebih lanjut, pada 27 Maret 2025, Presiden Prabowo juga telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Melalui Inpres ini, Kepala Negara memberikan perhatian khusus kepada sekolah rakyat, sebagai bagian dari upaya terpadu dan terintegrasi untuk pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem di tanah air. 

Kurikulum yang diterapkan juga akan mengadopsi kurikulum nasional dengan penambahan materi khusus yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan mereka. Kurikulum ini bakal diatur oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen). Presiden Prabowo menunjuk Mohammad Nuh, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2009—2014, sebagai Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat.

Rekrutmen tenaga pendidik untuk Sekolah Rakyat direncanakan melibatkan lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan penugasan guru Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan penempatan sesuai lokasi sekolah di daerah asal mereka. Meskipun demikian, tantangan muncul dalam memastikan bahwa guru yang direkrut tidak hanya memiliki kompetensi akademik, tetapi juga kemampuan sosial dan kultural untuk mengajar di daerah dengan karakteristik kompleks.


Pendidikan Berkasta

Disamping pemerintah hendak mendirikan sekolah rakyat, pemerintah pun berencana membangun sekolah garuda. Rencana pemerintah untuk mendirikan dua jenis sekolah dengan segmentasi yang berbeda, yakni Sekolah Garuda Internasional dan Sekolah Rakyat yang menuai perhatian pada kebijakan terhadap prinsip kesetaraan dan keadilan dalam pendidikan. 

Sekolah Garuda didesain untuk diikuti oleh peserta yang unggul. Sedangkan, untuk sekolah rakyat mungkin akan mengikutsertakan masyarakat yang selama ini belum memiliki akses pendidikan yang memadai. Dengan adanya dua dikotomi ini akan semakin lebar signifikansi pendidikan yang diterima oleh masyarakat. Seharusnya pemerintah fokus kepada upaya untuk menyamakan kualitas pendidikan.

Membangun sekolah rakyat dengan tujuan menghapus kemiskinan sepintas tampak bagus. Namun, rencana sekolah rakyat untuk keluarga miskin justru meningkatkan tendensi sekolah berkasta, yakni sekolah khusus keluarga kaya dan rakyat miskin. Sedangkan pendidikan adalah hak setiap anak didik, tidak memandang ia kaya atau miskin. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini rakyat haruslah mendapat perlakuan, pelayanan, dan fasilitas yang sama.

Sekolah rakyat seharusnya mengakomodasi semua lapisan masyarakat. Kata “rakyat” janganlah tersemat hanya pada kelompok masyarakat yang kurang mampu dan miskin. Seakan-akan ketika kita menyebut rakyat maka sudah mengarah bahwa yang dimaksud ialah orang miskin dan kaum papa.

Pendidikan berkasta sangat mungkin terjadi dalam sistem pendidikan kapitalistik, yakni menjadikan sektor pendidikan sebagai peluang bisnis untuk menjadi lumbung uang. Tatkala layanan publik seperti sektor pendidikan menjadi ladang bisnis, saat itulah pendidikan menjadi layanan mahal alias berbayar. Kalaulah pendidikan dibuat gratis, biasanya layanan yang diberikan ala kadarnya dengan fasilitas seadanya. Inilah realitas pendidikan dalam sistem kapitalisme. Pendidikan berkasta muncul karena sekat-sekat sosial yang dibentuk sejak awal sistem ini diterapkan. Kesenjangan sosial antara kaya dan miskin hampir terjadi di semua lini, bukan hanya sektor pendidikan.

Alih-alih mengambil solusi mendasar dengan mengubah sistem yang bermasalah, negara justru mengambil solusi tambal sulam yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Bahkan, solusi yang diberikan justru mempertegas sekat sosial yang terjadi di sistem kapitalisme, yakni menempatkan masyarakat miskin sebagai beban yang hanya diberi layanan minimal.


Pandangan Islam 

Islam menjadikan pendidikan sebagai sektor krusial yang dijamin pemenuhannya oleh negara. Pendidikan bukan komoditas melainkan hak seluruh warga. Negara berperan memastikan seluruh warganya mendapatkan pendidikan berkualitas, bagaimanapun tingkat kecerdasannya dan di daerah mana pun mereka berada. Bahkan orang kafir dzimmi pun mendapatkan hak pendidikan yang sama.

Pendidikan adalah aspek penting dalam mewujudkan generasi cemerlang penerus bangsa dan pembangun peradaban mulia. Negara akan benar-benar mengoptimalkan pelayanannya agar seluruh siswa mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengoptimalkan potensinya.

Fasilitas pendidikan yang prima tersedia di seluruh pelosok negeri serta ditunjang dengan anggaran pendidikan yang sangat besar. Kas negara (baitulmal) yang memiliki sumber pemasukan yang melimpah akan sangat mampu menjadi faktor pendukung dalam menyediakan seluruh kebutuhan belajar dan mengajar.

Adapun sumber pendanaan untuk kebutuhan pendidikan diambil dari pos fai dan kharaj serta pos kepemilikan umum (milkiyyah ‘ammah). Jika pembiayaan dari kedua pos tersebut mencukupi,  negara tidak akan menarik pungutan apapun dari rakyat. Namun jika kas negara kosong atau tidak mencukupi, negara akan meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.


Jika sumbangan tidak juga mencukupi, kewajiban pembiayaan untuk pos pendidikan beralih kepada seluruh kaum muslim. Allah Ta’ala memberikan hak kepada negara untuk memungut pajak (dharibah) dari kaum muslim. Hanya saja pungutan ini bersifat temporer, jika kebutuhan sektor pendidikan sudah terpenuhi negara akan menghentikan pungutannya.


Selain itu, dharibah hanya berlaku bagi laki-laki muslim yang kaya. Dharibah adalah pemasukan yang bersifat sebagai pelengkap, bukan pemasukan utama baitulmal. Hal ini tidak seperti pajak dalam sistem kapitalisme yang menjadi pemasukan utama APBN dan juga menyasar seluruh rakyat termasuk warga miskin. Namun demikian, kosongnya baitulmal akan sangat jarang terjadi karena pemasukannya melimpah dan penguasa yang mengelolanya amanah untuk melayani umat.


Negara juga akan menjamin kualitas para guru. Sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam akan melahirkan individu-individu yang bervisi akhirat dan tidak materialistis. Hal ini akan menjadi jaminan bagi seorang guru dalam aktivitas mengajar dengan sepenuh hati karena motivasi mereka adalah ruhiah. Mereka ingin menjadi sebaik-baik manusia yaitu yang bermanfaat dan mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Fasilitas yang lengkap akan sangat memudahkan proses belajar dan mengajar sehingga para guru juga mudah mentransfer ilmunya.


Sistem gaji yang memuliakan profesi guru juga menjadi faktor yang cukup signifikan dalam melahirkan guru-guru berkualitas. Dengan gaji yang besar, kehidupan para guru menjadi sejahtera dan mereka bisa lebih fokus dalam mengajar murid-muridnya. Khalifah Umar bin Khaththab ra. misalnya, menggaji guru-guru di Madinah sebanyak 15 dinar setiap bulannya. Jika dikonversikan ke rupiah saat ini, sekitar Rp81 juta per bulan dan gaji ini diambil dari baitulmal.


Dengan begitu, negara Islam (Khilafah) tidak melulu membutuhkan guru dari luar negeri karena kualifikasi guru di dalam negeri sudah mumpuni. Apalagi pendidikan memiliki aspek strategis yang menentukan posisi negara bahkan kedaulatan negara. Pelibatan guru asing akan diperhatikan dengan cermat dan mengacu kepada politik luar negeri Khilafah. Seandainya dibutuhkan, guru asing tidak akan diambil dari negara yang terang-terangan memusuhi Islam.


Khatimah

Sungguh, rencana pemerintah membangun Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat hanya akan menambah persoalan baru. Sebabnya, paradigma yang dibangun masih berlandaskan tata kelola yang kapitalistik. Negara tidak merasa bertanggung jawab menyediakan pelayanan pendidikan berkualitas bagi seluruh warganya.

Sebaliknya, Khilafah Islamiah menjamin tersedianya layanan pendidikan berkualitas yang merata bagi seluruh warganya. Aturan yang Khilafah terapkan berasal dari Allah Ta’ala sehingga meniscayakan lahirnya sistem pendidikan terbaik yang akan melahirkan generasi cemerlang pembangun peradaban. Wallahualam bissawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel