Pemblokiran Rekening Pasif, Pemerintah Semakin Apatis




Oleh: Nur Fitriani


Kebijakan rekening pasif di bank (dormant) akan di blokir sementara oleh pusat pelaporan analisis dan transaksi keuangan (PPATK). Jiika tidak digunakan dalam dua bulan yang baru saja ditetapkan oleh pusat PPATK dengan klaim untuk melindungi rekening rakyat dari potensi penyelewengan dan kejahatan seperti penipuan dan pencucian uang. Apalagi rekening pasif sering dijadikan penampung transaksi judi online. PPATK mengungkap lebih dari satu juta diduga terkait tindak pidana, termasuk seratus lima puluh rekening nomine hasil jual beli barang ilegal dan peretasan. Tidak hanya itu, ia juga menyoroti 140 ribu rekening dormant terecatat tidak aktif selama lebih dari satu dekade dengan nilai Rp428 miliar. Meskipun PPATK telah membatalkan pemblokiran terhadap 28 juta rekening yang mereka sebut menganggur. Kebijakan ini terlanjur  dikeluhkan rakyat. (bbc.com, 31/07/2025)

Sebagian pihak memandang bahwa beberapa orang memiliki alasan tertentu jika menaruh uang di rekening pribadi dan tidak dipakai. Mungkin orang-orang sengaja menabung di rekening pasif tersebut. Kebijakan ini juga memicu sentimen publik yang khawatir mengenai keamanan keuangannya. 

Pencabutan pemblokiran rekening tidak berselang lama setelah kebijakan ditetapkan sejatinya menunnjukan kebijakan ini bermasalah sejak awal. Sebagian kalangan menyebutnya sabotase pemerintah lantaran mereka sengaja mengendapkan dana di rekening sebagai tabungan dan dana darurat. Kebijakan ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme sekuler melegalkan pelanggaran terhadap kepemilikan pribadi termasuk pemblokiran rekening yang baru-baru ini terjadi tanpa bukti hukum yang sah. 

Kebijakan ini menunjukkan bahwa negara dalam sistem kapitalisme memiliki kewenangan yang absolut mengintervensi aset individu atas nama perlindungan atau keamanan finansial meskipun tanpa hukum dasar yang jelas. 

Padahal hak atas kepemilikan harta pribadi adalah hak fundamental yang seharusnya tidak bisa diganggu gugat. Kecuali ada bukti pelanggaran hukum yang sah dan jelas. Inilah watak asli kapitalisme sekuler yang menempatkan negara bukan sebagai pelindung rakyat melainkan sebagai institusi untuk melayani kepentingan segelintir elit pemilik modal. Meskipun harus mengorbankan hak-hak rakyat. Kapitalisme sekuler menjadikan negara alat penekan rakyat. Bahkan bisa memeras dan merampas harta tanpa hak. Negara dibawah sistem ini bukan lagi pengayom dan penjaga hak milik individu melainkan predator yang selalu mencari-cari celah agar bisa mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari rakyat.

Kebijakan pemblokiran rekening pasif adalah hanya satu contoh bagamana negara kapitalis meraup dana dari rakyatnya dengan dalih penegakan hukum atau dalih pemberantasan kejahatan. Faktanya rekening-rekening tersebut milik pribadi yang sengaja dibiarkan pasif sebagai bentuk tabungan atau dana darurat. Namun di negara kapitalis, rekening ini dianggap mangsa empuk yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber dana segar. Tanpa peduli apakah pemiliknya terdampak atau tidak.

Hal ini jelas bertentangan dengan islam yang memandang hak kepemilikan sebagaisesuatu yang harus dijaga secara mutlak. Islam menetapkan setiap individu pada dasarnya terbebas dari tanggung jawab hukum sampai ada bukti yang sah dan jelas yang menetapkan kesalahannya. Pemblokiran harta tanpa proses hukum yang adil adalah pelanggaran terhadap prinsip ini. Islam tidak membenarkan adanya sanksi termasuk pembekuan atau perampasan harta sebelum terbukti adanya pelanggaran hukum melalui proses syar'i. Lebih dari itu, islam membagi kepemilikan harta ada tiga jenis yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. 

Rekening bank milik perorangan adalah bagian dari kepemilikan individu yang hak pengelolaanya ada di tangan pemiliknya. Negara tidak memiliki kewenangan untuk merampas, membekukan atau mengintervensi harta secara sewenang-wenang kecuali atas dasar ketentuan dasar yang jelas melalui proses hukum islam yang adil. Negara dalam sistem hukum islam yakni khilafah berkewajiban menjaga dan melindungi kepemilikan rakyatnya.

Negara khilafah adalah yang menjaga dan mendistribusikan kekayaan secara adil bukan alat penindas rakyat seperti dalam sistem kapitalisme sekuler. Dalam islam kekuasaan adalah amanah yang besar yang harus dijalankan dengan keadilan. Bukan dengan merampas harta rakyat dengan dalih apapun. Penguasa dalam islam terikat pada hukum syariat dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas setiap kebijakannya. 

Negara khilafah akan menerapkan syariat islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Baik dalam hal politik, sosial maupun hukum pidana. Dengan penerapan syariat islam yang menyeluruh batas antara yang haq dan yang batil menjadi jelas. Tidak ada celah bagi kedzoliman hukum, penyalahgunaan wewenang atau tindakan atas nama kepentingan negara seperti yang setring terjadi di dalam sistem kapitalisme. Dalam khilafah hukum Allah menjadi rujukan pertama bukan hukum buatan manusia yang penuh dengan kepentingan dan bias kekuasaan. 

Dengan penerapan syariat islam yang adil dan transparan khilafah akan mewujudkan ketentraman hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Negara tidak akan memeras rakyat melainkan menjaga amanah kekuasaan untuk mengurus dan melindungi mereka secara benar. 


Wallahu'alam bishowab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel