Cari Cuan Lewat Tawuran, Kapitalisme Merusak Kehidupan Remaja

 



 

Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah 


Dilansir dari detikNews.com,(30/6/2024), aksi tawuran lagi-lagi pecah di Jalan Basuki  Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dugaan sengaja buat mencari cuan melalui medsos pun muncul dibalik terjadinya aksi tawuran.


Diketahui, tawuran tersebut melibatkan warga RW 01 dan RW 02 pada Kamis (27/6), sekitar pukul 05:30 WIB. Para pelaku tawuran itu menggunakan  berbagai benda seperti batu, petasan, dan senjata tajam. Tawuran kali ini dipicu warga saling ejek. Pada awal tahun lalu, telah dibuat deklarasi damai buntut terjadinya tawuran serupa.


Deklarasi damai diteken perwakilan warga RW 01 dan RW 02 di Taman Bassura pada Minggu (28/1). kata Kapolres Metro Jaktim Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan tawuran kembali terjadi. Dia merinci seperti faktor ekonomi, pendidikan, kehidupan sosial, dan budaya. Selain itu, pengawasan orang tua yang kurang. Polres Jakarta Timur sudah melakukan berbagai upaya, baik preventif dan represif. Upaya tersebut dilakukan agar tawuran tak terulang kembali. 


Selain di Bassura, aksi tawuran antara geng motor kembali terjadi di wilayah Ciomas. Sebanyak 8 pelaku yang masih usia remaja itu kini ditangkap Polsek Ciomas. Kapolsek Ciomas Kompol Iwan Wahyudi mengatakan, penangkapan para anggota geng motor itu dilakukan saat pihaknya tengah melaksanakan operasi pekat pada Minggu (30/6)/2024 dini hari. Mereka diamankan di Gang Abadi Desa Kota Batu, Ciomas usai terlibat tawuran. (Radarbogor.com,30/6/2024)


Sebelumnya, aksi tawuran juga terjadi di sekitar kawasan Sidotopo Dipo Surabaya yang melibatkan enam orang remaja anggota gengster yang menamai diri " Pasukan Angin Malam". Mereka diringkus polisi pada Kamis (27/6/2024) dini hari. Selain meringkus enam remaja tersebut, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti seperti dua buah clurit, gergaji sedang, dan parang.(Idntimes.com,27/6/2024)


Maraknya aksi tawuran dikalangan masyarakat hingga pelajar masih kerap terjadi di Indonesia. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak. Bedasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2021 ada 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar. Jawa barat menjadi provinsi menjadi lokasi dengan aksi tawuran paling banyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan. Diikuti Sumatera Utara dengan Maluku masing-masing 15 desa/kelurahan dengan kasus serupa.


Aksi tawuran yang terjadi dikalangan remaja saat ini menjadi sulit untuk diatasi karena didalamnya terdapat faktor kuat yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut diantaranya, identitas sosial serta ingroup-outgroup, pelabelan, deindividuasi, konformitas, dan kepatuhan. Sementara dari sisi psikologis, remaja yang terlibat tawuran biasanya karena proses pencarian jati diri yang keliru. Inilah yang membuat mereka krisis identitas, lemahnya kontrol diri, dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.


Fenomena aksi tawuran dalam lingkungan remaja yang kian marak menambah daftar panjang kerusakan generasi muda. Fenomena ini seharusnya menjadi cambuk bagi keluarga, sekolah, dan negara untuk kembali melakukan evaluasi terkait pola pendidikan bagi generasi kita. Namun, langkah untuk mengembalikan peran keluarga, adanya pengawasan dari pihak sekolah, perbaikan cara mengajar guru, perubahan kurikulum dengan penambahan karakter tidak akan mampu mengatasi berbagai persoalan yang mengintai remaja jika langkah dan upaya tersebut tidak dilandasi dengan kesadaran atas akar persoalan yang melingkupi kehidupan mereka.


Karena, maraknya kasus tawuran dalam lingkungan remaja ini tak bisa dipisahkan dari kasus-kasus remaja lainnya seperti halnya seks bebas, narkoba, miras, geng motor, pemerkosaan, hingga pembunuhan yang menjadi potret lain kenakalan remaja dewasa ini. Lantas apa yang menyebabkan kehidupan remaja begitu rusak dari berbagai sisi?


Pertama, kondisi dalam lingkungan keluarga yang tidak dilandasi dengan ketakwaan individu. Hal ini menjadikan hilangnya peran ayah dan ibu dalam mendidik anak-anaknya terkait perkara akidah Islam. Sehingga anak hidup dalam Kungkungan hawa nafsu yang tidak terkontrol sehingga pula ia bebas melakukan apa saja meskipun harus melanggar syariat Islam.


Kedua, hilangnya peran masyarakat dalam beramar ma'aruf nahi mungkar. Hal ini juga karena tidak adanya landasan akidah Islam dalam kehidupan mereka. Alhasil, mereka pun ikut terlibat dalam aksi-aksi kriminalitas. Karenanya, jika suatu individu tidak terikat dengan syariat Islam, tidak ada ketakwaan di dalam dirinya maka rusaklah masyarakat itu. Begitu halnya jika masyarakat itu rusak, maka rusaklah seluruh individu tersebut.


Ketiga, penerapan kurikulum yang terus berganti. Saat ini, sistem pendidikan di negeri ini menerapkan kurikulum merdeka. Kurikulum yang digadang-gadang memiliki keunggulan dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun pada faktanya, kurikulum merdeka melahirkan generasi yang semakin rusak. Karena pada faktanya, generasi ini tidak ditempa dengan pendekatan aqidah Islam yang mampu membentuk kepribadian mereka secara islami.


Keempat, penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara ini sebagai ideologi bangsa. Sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan membuat generasi muda ini bebas berbuat apa saja mulai dari bertingkah laku, berbicara, bahkan memperoleh harta dari jalan yang haram. Mereka bebas melakukan apa saja tak peduli orang lain terganggu dengan ulahnya.


Penerapan sistem kapitalisme sekular ini pula, yang menjadikan hilangnya peran orang tua dalam mendidik anak-anak mereka terkait perkara aqidah. Tak hanya itu, kehidupan masyarakat pun semakin jauh dari syariat Islam karena menjadikan kebebasan sebagai aturan hidup.


Sekularisme pun menjauhkan pendidikan dari agama, agama hanya sebatas formalitas belaka. Tidak tuntunan strategis yang dapat dipahami oleh anak didik terkait agama untuk dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan dalam sekularisme hanya mengejar nilai akademik, namun nihil dalam pembentukan akhlak mulia yang berkepribadian Islam.


Berkembangnya budaya hedonisme, dan serba boleh telah memberi pengaruh buruk dalam pembinaan generasi saat ini. Terbukti, kepuasan materi adalah tujuan hidup mereka karena dalam sistem kapitalisme kebahagiaan adalah materi dan materi adalah segala-galanya. Karenanya, kita bisa menyaksikan sendiri aksi-aksi tawuran masa kini yang dijadikan ajang untuk mencari cuan dengan cara live streaming.


Oleh karena itu, pemerintah seharusnya mengambil sikap tegas dalam persoalan ini terutama terkait masalah pendidikan. Jika pemerintah hanya berjibaku pada persoalan personalitas tanpa menyentuh akar masalah maka bangsa ini akan kehilangan sumber daya manusia yang memumpuni dimasa depan. Karena bagaimana pun generasi muda adalah mereka yang memegang peranan dalam membangun bangsa dan sebuah peradaban.


Saat yang kita butuhkan adalah support sistem terbaik dalam melindungi generasi muda dari berbagai kerusakan, dan itu dimulai dari peran orang tua, masyarakat, sekolah, dan negara. Karena akar masalah sesungguhnya adalah penerapan sistem kapitalisme-sekularisme maka dalam hal ini, negara sebagai institusi wajib menerapkan sistem Islam sebagai ideologi serta menjadikan syariat Islam sebagai sumber aturan kehidupan. 


Islam memiliki seperangkat aturan komprehensif untuk mengatur kehidupan manusia, termasuk didalamnya kehidupan remaja. Seluruh aturan yang telah ditetapkan bedasarkan visi yang sama untuk taat kepada Allah SWT dan sistem pendidikan pun mendukung visi tersebut. Tujuan pendidikan di dalam Islam menciptakan individu yang berkualitas dan berkepribadian Islam. 


Peran orang tua, terutama ibu sebagai Al Ummu madrasatul 'ula yakni ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya yang berkewajiban memberikan pendidikan terbaik untuk mempersiapkan anak-anak mereka menjadi sosok pemimpin peradaban yang gemilang. Untuk itu, seorang ibu wajib memiliki ilmu agama yang mumpuni agar bisa diaplikasikan kepada anak-anaknya kelak. Pun halnya, masyarakat akan tercerahkan ketika ditempa oleh pendidikan berbasis aqidah Islam. Masyarakat yang telah terbentuk kepribadian Islamnya akan bersegera menjalankan kewajiban amal ma'aruf nahi mungkar.


Sekolah pun akan menerapkan sistem pendidikan terbaik, yakni pendidikan berbasis aqidah Islam karena sekolah merupakan ajang untuk mendapatkan ilmu untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Anak didik akan dibekali pemahaman Islam yang kuat, pembentukan karakter agar kelak ketika mereka terjun ke masyarakat, mereka telah memahami perkara halal dan haram yang menjadi landasan dalam beraktivitas. Negara khilafah juga akan menghapuskan segala bentuk tontonan yang berbau kekerasan, memberikan sanksi yang tegas bagi setiap pelaku karena di Islam juga memiliki sistem sanksi yang jelas dan adil.


Oleh karena itu, untuk mewujudkan peran-peran tersebut diatas, maka sudah selayaknya sistem kapitalisme-sekularisme wajib kita campakkan dan menggantikannya dengan sistem Islam yang terbukti mampu membawa kemaslahatan bagi umat terutama mampu membentuk karakter generasi muda yang berkepribadian Islam serta pemimpin peradaban. Allah SWT berfirman yang artinya: " Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu ". (TQS. Al Anfal:24)


Wallahu A'lam Bishshowab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel