Pinjol Untuk Pendidikan Akankah Menjadi Solusi?

 


Oleh; Nasywa Adzkiya (Aktivis Muslimah Kalsel)

Baru-baru ini ramai diberitakan di berbagai media tentang pernyataan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyatakan memberikan dukungan  terkait wacana pemberian pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa untuk membantu membayar biaya kuliah. Pernyataan ini pun sontak mendapatkan respon dari berbagai pihak.


Muhadjir Effendi mengatakan  ”Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung, termasuk pinjol,” ujar Muhadjir dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (3/7/2024). Ia juga menjelaskan bahwa selama pinjaman tersebut berasal dari pinjol yang resmi, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dan tidak merugikan mahasiswa maka tidak ada alasan untuk menolaknya. 


Pernyataan Muhadjir Effendy terkait pinjol untuk mahasiswa bergulir setelah ramainya diperbincangkan kenaikan UKT mahasiswa.  Muhadjir  mengatakan bahwa sudah ada 83 perguruan tinggi yang resmi bekerja sama dengan pinjaman online untuk membantu membayar UKT mahasiswa. (tirto.id/3 juli 2024) 


Muhadjir juga mendukung wacana student loan atau pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa guna membayar uang kuliah. Yang ia sampaikan saat  menjawab pertanyaan wartawan mengenai dorongan DPR kepada Kemendikbudristek menggaet BUMN perihal upaya pemberian bantuan dana biaya kuliah untuk membantu mahasiswa meringankan pembayaran.


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa UKT mengalami kenaikan yang sangat signifikan sehingga gelombang protes mahasiswa pun terjadi.  Melansir dari cnbcindonesia.com (19/05/2024) Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menanggapi berbagai kritik terkait UKT yang kian mahal tersebut. Ia menyebut biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.


Katanya Indonesia belum bisa menggratiskan biaya pendidikan tinggi seperti di negara yang lain.  karena bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional. Pernyataannya yang lain juga cukup kontroversial terkait pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA. Padahal banyak anak Indonesia yang ingin melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi namun terhalang biaya. Bagaimana mungkin Indonesia dapat bersaing dengan negara lain jika kuliah saja dikatakan tersier dan tidak wajib. 


Pendidikan sejatinya adalah hak bagi seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan di dalam UUD pun dinyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Maka sudah seharusnya pemerintah memikirkan cara bagaimana anak-anak Indonesia dapat memperoleh pendidikan yang layak bahkan murah atau gratis. 


Akibat Liberalisasi Pendidikan 


Mahasiswa hari ini harus dihadapkan pada transformasi PTN menjadi PTN-BH. Artinya dana dari pemerintah sendiri turun drastis. Berdasarkan hasil riset tim CfDS ( Center for Digital Society )Sejak transformasi PTN menjadi PTN-BH, terjadi tren kenaikan UKT yang signifikan. Pada tahun 1994, 81% dana PTN berasal dari APBN. (ugm.ac.id/ 5 april 2024). Kondisi inilah yang menyebabkan PTN harus mencari dana operasional yang kemudian dibebankan kepada mahasiswa. Inilah yang menyebabkan tingginya UKT. 


Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sulit pemerintah justru memberikan solusi pragmatis yang seolah memberi solusi padahal kenyataannya justru semakin menjerat mahasiswa. Alih-alih memudahkan justru mahasiswa semakin terjerat karena hutang yang berbunga. Ketergantungan lembaga pendidikan pada pinjaman swasta berupa pinjol menunjukan hilangnya peran negara dalam kebijakan pemerintah terkait pendidikan. Industrialisasi pendidikan menjadikan perguruan tinggi negeri (PTN) diharuskan mencari dana sendiri.


Kembali pada Islam Kaffah


Sungguh sangat menyedihkan ketika anak-anak Indonesia bersemangat untuk menuntut ilmu dan ingin menggapai cita-cita mereka harus terhambat karena biaya. Tidak sedikit yang sudah diterima di sebuah PTN kemudian mengundurkan diri karena tidak mampu membayar UKT. Padahal mereka bisa jadi anak-anak yang berpotensi untuk memajukan bangsa ini. Belum lagi mahasiswa yang harus rela kuliah sambil bekerja agar dapat membayar UKT. Atau orangtua mereka yang banting tulang agar dapat membayar UKT anaknya. Lantas dimanakah peran negara? Mengapa  malah menjadikan pinjol sebagai solusi? padahal sebaliknya hal itu justrru akan menambah beban mahasiswa. 


Pemanfaatan pinjol untuk pembiayaan pendidikan adalah bukti nyata liberalisasi dalam dunia pendidikan. Negara berlepas tangan dan menyerahkannya ke swasta yang akhirnya berujung pada komersialisasi PTN. Dan seharusnya hal ini harus dihentikan. 

Islam adalah agama yang paripurna. Di dalam ajaran islam menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan tidak terbatas waktu. Siapapun berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Bahkan negara akan memfasilitasi pendidikan secara gratis bagi seluruh rakyatnya. 


“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti dengan apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah [58]: 11). 


Berdasarkan ayat tersebut di atas maka dapat kita pahami bahwa islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok bagi rakyatnya. Dengan demikian islam akan mengalokasikan APBN untuk biaya pendidikan. Baik tu berasal dari kas Baitul maal ataupun infaq dari umat secara mandiri. Di dalam islam kebutuhan primer rakyat akan diutamakan dan diusahakan pemenuhannya termasuk perkara pendidikan. Negara akan benar-benar mengambil peran aktif untuk pendidikan. Sehingga drama pinjol karena biaya UKT mahal tidak akan terjadi jika islam diterapkan dalam bingkai bernegara. Karena itulah solusi dari permasalahan ini hanya akan dapat kita peroleh jika kita kembali kepada syariat islam. (Pinjol Untuk Pendidikan Akankah Menjadi Solusi?

Oleh; Nasywa Adzkiya (Aktivis Muslimah Kalsel)


Baru-baru ini ramai diberitakan di berbagai media tentang pernyataan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyatakan memberikan dukungan terkait wacana pemberian pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa untuk membantu membayar biaya kuliah. Pernyataan ini pun sontak mendapatkan respon dari berbagai pihak.


Muhadjir Effendi mengatakan ”Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung, termasuk pinjol,” ujar Muhadjir dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (3/7/2024). Ia juga menjelaskan bahwa selama pinjaman tersebut berasal dari pinjol yang resmi, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dan tidak merugikan mahasiswa maka tidak ada alasan untuk menolaknya. 


Pernyataan Muhadjir Effendy terkait pinjol untuk mahasiswa bergulir setelah ramainya diperbincangkan kenaikan UKT mahasiswa. Muhadjir mengatakan bahwa sudah ada 83 perguruan tinggi yang resmi bekerja sama dengan pinjaman online untuk membantu membayar UKT mahasiswa. (tirto.id/3 juli 2024) 


Muhadjir juga mendukung wacana student loan atau pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa guna membayar uang kuliah. Yang ia sampaikan saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai dorongan DPR kepada Kemendikbudristek menggaet BUMN perihal upaya pemberian bantuan dana biaya kuliah untuk membantu mahasiswa meringankan pembayaran.


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa UKT mengalami kenaikan yang sangat signifikan sehingga gelombang protes mahasiswa pun terjadi. Melansir dari cnbcindonesia.com (19/05/2024) Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menanggapi berbagai kritik terkait UKT yang kian mahal tersebut. Ia menyebut biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.


Katanya Indonesia belum bisa menggratiskan biaya pendidikan tinggi seperti di negara yang lain. karena bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional. Pernyataannya yang lain juga cukup kontroversial terkait pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA. Padahal banyak anak Indonesia yang ingin melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi namun terhalang biaya. Bagaimana mungkin Indonesia dapat bersaing dengan negara lain jika kuliah saja dikatakan tersier dan tidak wajib. 


Pendidikan sejatinya adalah hak bagi seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan di dalam UUD pun dinyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Maka sudah seharusnya pemerintah memikirkan cara bagaimana anak-anak Indonesia dapat memperoleh pendidikan yang layak bahkan murah atau gratis. 


Akibat Liberalisasi Pendidikan 


Mahasiswa hari ini harus dihadapkan pada transformasi PTN menjadi PTN-BH. Artinya dana dari pemerintah sendiri turun drastis. Berdasarkan hasil riset tim CfDS ( Center for Digital Society )Sejak transformasi PTN menjadi PTN-BH, terjadi tren kenaikan UKT yang signifikan. Pada tahun 1994, 81% dana PTN berasal dari APBN. (ugm.ac.id/ 5 april 2024). Kondisi inilah yang menyebabkan PTN harus mencari dana operasional yang kemudian dibebankan kepada mahasiswa. Inilah yang menyebabkan tingginya UKT. 


Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sulit pemerintah justru memberikan solusi pragmatis yang seolah memberi solusi padahal kenyataannya justru semakin menjerat mahasiswa. Alih-alih memudahkan justru mahasiswa semakin terjerat karena hutang yang berbunga. Ketergantungan lembaga pendidikan pada pinjaman swasta berupa pinjol menunjukan hilangnya peran negara dalam kebijakan pemerintah terkait pendidikan. Industrialisasi pendidikan menjadikan perguruan tinggi negeri (PTN) diharuskan mencari dana sendiri.


Kembali pada Islam Kaffah 


Sungguh sangat menyedihkan ketika anak-anak Indonesia bersemangat untuk menuntut ilmu dan ingin menggapai cita-cita mereka harus terhambat karena biaya. Tidak sedikit yang sudah diterima di sebuah PTN kemudian mengundurkan diri karena tidak mampu membayar UKT. Padahal mereka bisa jadi anak-anak yang berpotensi untuk memajukan bangsa ini. Belum lagi mahasiswa yang harus rela kuliah sambil bekerja agar dapat membayar UKT. Atau orangtua mereka yang banting tulang agar dapat membayar UKT anaknya. Lantas dimanakah peran negara? Mengapa malah menjadikan pinjol sebagai solusi? padahal sebaliknya hal itu justrru akan menambah beban mahasiswa. 


Pemanfaatan pinjol untuk pembiayaan pendidikan adalah bukti nyata liberalisasi dalam dunia pendidikan. Negara berlepas tangan dan menyerahkannya ke swasta yang akhirnya berujung pada komersialisasi PTN. Dan seharusnya hal ini harus dihentikan. 

Islam adalah agama yang paripurna. Di dalam ajaran islam menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan tidak terbatas waktu. Siapapun berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Bahkan negara akan memfasilitasi pendidikan secara gratis bagi seluruh rakyatnya. 


“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti dengan apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah [58]: 11). 


Berdasarkan ayat tersebut di atas maka dapat kita pahami bahwa islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok bagi rakyatnya. Dengan demikian islam akan mengalokasikan APBN untuk biaya pendidikan. Baik tu berasal dari kas Baitul maal ataupun infaq dari umat secara mandiri. Di dalam islam kebutuhan primer rakyat akan diutamakan dan diusahakan pemenuhannya termasuk perkara pendidikan. Negara akan benar-benar mengambil peran aktif untuk pendidikan. Sehingga drama pinjol karena biaya UKT mahal tidak akan terjadi jika islam diterapkan dalam bingkai bernegara. Karena itulah solusi dari permasalahan ini hanya akan dapat kita peroleh jika kita kembali kepada syariat islam. 


(Wallahu alam bishowab) 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel