Islam Kaffah Demi Gen Z yang Terarah

 


Oleh: Kemala (Penggiat Opini)

Indonesia diprediksi akan memasuki puncak fenomena bonus demografi pada tahun 2045. Kondisi ini adalah keadaan langka dimana jumlah penduduk yang berada dalam usia produktif, yakni 15—65 tahun lebih besar dibandingkan usia 0—14 tahun dan di atas 65 tahun. Tahun 2024, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat populasi remaja dan dewasa muda yang signifikan: 22,12 juta jiwa berusia 15-19 tahun dan 22,28 juta jiwa berusia 20-24 tahun. Fenomena bisa menjadi keuntungan jika dipersiapkam demgan baik, namun akan menjadi bumerang yang akan memberikan dampak kerugian besar jika diabaikan.

Penghujung Oktober lalu, seorang remaja yang teridentifikasi berjenis kelamin laki-laki ditemukan bunuh diri pada area parkir Mall Metropotitan di Bekasi. Peristiwa ini menambah daftar panjang kasus yang menggambarkan kerapuhan mental generasi saat ini. (Kompas.id, 23/10/2024)

Menelisik kembali realitas generasi saat ini, maka mestinya hal ini sudah cukup menjadi kekhawatiran negara untuk menghadapi tantangan yang akan muncul menjelang tahun 2045. Bagaimana kondisi kerapuhan mental yang sedang melanda generasi dapat ditemukan dimana-mana.

Melalui sebuah survei kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun oleh Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), menunjukkan hasil yaitu, satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, dimana setara dengan 15,5 juta remaja. Diantaranya satu dari dua puluh remaja (2,45 juta) terdiagnosis gangguan mental, sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia. (Timesindonesia.co.id, 16/10/2024)

Belum lagi kondisi pengangguran di kalangan Gen Z yang hingga Oktober 2024 dilaporkan mencapai 9,9 juta orang dan nilai ini telah mencapai titik kritikal yang berarti untuk penduduk usia 15-24 tahun terdapat sekitar 22,25% berada dalam keadaan belum memiliki pekerjaan yang stabil (Radarjogja.jawapos.com, 23/10/2024). Juga banyak lainnya kasus kriminal yang saat ini menimpa generasi dan belum menemui solusi tuntas hingga keakar-akarnya.

Tanpa adanya pegangan hidup yang bisa mengarahkannya pada kebaikan, Gen Z semakin terjebak dalam gaya hidup sekuler dan FOMO (Fear Of Missing Out), yaitu budaya ikut-ikutan, takut akan ketinggalan aktifitas yang sedang trend saat itu tanpa memikirkan secara matang apakah hal yang diikuti tersebut adalah sesuatu yang bermanfaat atau justru mengantarkannya pada kesia-sian belaka. Hedonisme, pergaulan bebas , perjudian online dan gaya hidup rusak lainnya yang semakin menghantui generasi saat ini. 

Demi ingin terkenal rela melakukan konten-konten yang bahkan tidak bermutu bahkan mencoreng harga diri sekalipun akan dilakoni. Karena marak yang terjadi saat ini adalah tidak mesti selalu berprestasi, konten yang berisi hal konyol, aneh, flexing dan unfaedah pun akan "laku keras" jika dibungkus menjadi konten menarik. Mengesampingkan etika dan norma-norma yang berlaku adalah hal yang biasa demi konten dan eksis. Lebih-lebih perkara agama, menjadi standar paling belakang dalam berperilaku. Demi harta dan pujian, pelan namun pasti mengikis  habis rasa malu, menggadaikan keimanan.

Lihatlah betapa mirisnya potret kerusakan generasi dalam sistem pendidikan saat ini. Lingkungan pendidikan yang diharapkan mampu membendung lahirnya generasi tidak terdidik, namun malah menghasilkan generasi rusak dalam dekapan Kurikulum Merdeka. Dalam penerapannya, generasi kian kehilangan ruh pendidikan, yaitu adanya capaian berkah dari kegiatan menuntut ilmu yang dilakukan. Tidak lagi ada sistem "tinggal kelas", bahkan aksi perundungan semakin marak diantara para peserta didik hingga menyasar para pendidik.

Biasnya kehadiran agama sebagai kompas dalam menjalankan berbagai arah tindakan sudah barang pasti hanyalah akan membentuk generasi yang mudah terbawa arus pada berbagai macam bentuk tawaran kesenangan duniawi yang bersifat semu dan melenakan. Tujuan kebahagiaan yang mati-matian dikejar dan ingin dicapai tiada lain berorientasi materi saja. Sehingga tidak mengherankan apabila generasi tumbuh dalam kubangan kehidupan hedon dan sekuler yang bahkan mampu menjadikannya seorang anarkis kriminal demi mendapatkan apa yang diinginkan. Padahal Allah SWT. telah memperingatkan melalui surah Al-Zalzalah [7-8], bahwa bukan hanya kebaikan, bahkan kejahatan sekecil biji zarah pun akan ada balasa atasnya.

Problem generasi yang sistemik ini semestinya segera ditemukan solusi penuntasannya. Karena sampai kapan kondisi ini dibiarkan membelenggu generasi? Bukankah yang ingin diraih adalah terbentuknya generasi emas bukan malah yang membuat cemas?

Sudah seharusnya kita sadari dan tidak menafikkan fakta bahwa pada yang tengah terjadi pada generasi saat ini adalah dampak kerusakan sistemis dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Maka, solusi perbaikannya juga harus secara sistemis. Islam telah jauh menawarkan solusi penyelesaian problem dari semua lini kehidupan. Juga dalam peranannya mempersiapkan generasi penerus bangsa yang menjadi kunci kebangkitan suatu negara.

Generasi muda dalam Islam akan dibina dan ditempa akidahnya pada arah dan tujuan yang jelas dengan menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman dan rujukan bagi setiap perbuatan yang dilakukan. Generasi mida akan diantarkan pada jalan Islam Kaffah, sehingga mampu membedakan dengan terang benderang perkara haq dan bathil. Mereka akan dituntun dalam menemukan jati diri dan identitasnya sebagai hamba Allah yang bertaqwa hingga mqmpu menjadinya sebagai bibit unggul generasi cemerlang.

Wallahu'alam bishowab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel