Yogyakarta Darurat Miras!

 


H.B. Abdillah

(Aktivis Muslimah Ngaglik, Sleman, DIY)

Di lansir dari detikJogja.com Dua orang santri (pembimbing atau tenaga pendidik) Pondok Pesantren Al Fatimiyah Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, menjadi korban penganiayaan dan penusukan salah sasaran. Peristiwa kriminal ini terjadi di daerah Prawirotaman, Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Mergangsan, Kota ini Yogyakarta Pada Rabu (23/10/2024) malam. Diduga para pelaku dalam keadaan mabuk miras (minuman keras).

Insiden kekerasan yang terjadi ini, disinyalir menjadi indikasi daruratnya alkohol di Kota Pelajar. Keberadaan toko dan outlet minuman keras, yang semakin tumbuh subur. Serasa memberikan angin segar peredaran minuman keras (miras) di Yogyakarta. Sehingga memicu keresahan di berbagai kalangan masyarakat. 

Menanggapi hal ini, massa Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) DIY menyampaikan keluhan kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dengan menggelar aksi Long March tolak miras, dari Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta menuju kantor DPRD dan Gubernur DIY.  Mereka menyampaikan keprihatinan dan keresahannya akan maraknya peredaran miras di Yogyakarta (kompas.com, 25/10/2024).


Kerusakan akibat miras

Berkaitan hal ini tentu menjadi perhatian serius. Fenomena klithih masih menjadi momok bagi warga masyarakat. Belum lagi aksi premanisme, pemalakan, tawuran, yang semakin menambah angka kriminalitas. Ditambah lagi pergaulan bebas, kerusakan generasi dan berbagai kemaksiatan di bawah pengaruh minuman keras (miras). Di mana mayoritas pelakunya adalah kaum muda, yang digadang menjadi generasi masa depan bangsa.

Meskipun wilayah DIY sudah memiliki peraturan daerah bab minuman beralkohol (minol) itu, namun kenyataannya masih banyak pelanggaran yang terjadi. Peredaran miras/minol yang memiliki izin ataupun tidak, sangat kontradiktif dengan status Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai “Kota Pelajar” dan berhati nyaman.

Berbagai bentuk peraturan dan kebijakan, tentang peredaran miras yang dibuat dan diatur pemerintah sangat melukai masyarakat khususnya umat Islam. Karena hal ini sama saja membolehkan apa yang diharamkan oleh Agama, dengan aturan pemerintah. Padahal Islam telah memperingatkan dan mengharamkan dengan jelas dan tegas, bahwa segala macam miras mendatangkan banyak kemudaratan.


Allah SWT berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."  (Q.S Al-Ma'idah [5] : 90) 

Islam juga melarang secara total, semua hal yang terkait dengan miras (khamar). Mulai dari pabrik, produsen, distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya).

Rasul saw. Bersabda :

"Rasulullah saw. telah melaknat terkait khamar sepuluh golongan: pemeras nya; yang minta di peras kan; peminumnya; pengantarnya, yang minta diantarkan khamar; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan." (HR. At-Tirmidzi) 


Miras Induk Segala Kejahatan

Miras berpotensi merusak pribadi peminumnya dan menciptakan kerusakan bagi orang lain. Mereka yang sudah tertutup akalnya oleh pengaruh miras, berpotensi melakukan beragam tindak kejahatan. Ada yang bermusuhan dengan saudaranya, mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dan kejahatan lainnya. Pantas saja jika Rasulullah Muhammad saw. menyebut “khamar” sebagai “Ummul khaba’its” (induk dari segala kejahatan) :

 “Khamar adalah induk/biangnya kejahatan dan dosa yang paling besar. Barang siapa meminumnya, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya." 

 (HR. Ath-Thabarani) 


Rasul saw. Bersabda :

"Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan/keburukan. Barang siapa yang meminumnya, maka salatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia mati seperti matinya orang Jahiliah.” (HR. Ath-Thabrani) 


Akibat Sistem Kapitalis Sekular

Dalam sistem yang berlandaskan pada sistem kapitalis sekuler. Yaitu, di mana agama dipisahkan dari kehidupan dan standar kehidupan berdasarkan asas manfaat keuntungan. Adalah fakta miras tetap diizinkan beredar, meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi. Pasalnya, dalam sistem kapitalis sekuler, aturan agama (syariah) dicampakkan. Sedangkan pembuatan aturan, diserahkan kepada manusia melalui mekanisme demokrasi. Demokrasi erat kaitannya dengan kapitalisme sekuler. Tolok ukur kapitalisme sekuler dalam segala hal, termasuk pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat, adalah keuntungan atau manfaat, terutama manfaat ekonomi.

Karena itu selama sistem kapitalis sekuler tetap diadopsi dan diterapkan oleh negara ini, sementara syariah Islam dicampakkan, masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala mudaratnya. Karena itu sudah saatnya, kaum Muslim segera meninggalkan sistem kapitalis sekuler yang diterapkan saat ini. Sembari segera menerapkan syariah Islam secara Kaffah.


 Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel