LEMBARAN BARU 2025, MAMPUKAH SEIRAMA?
Oleh: Inge Oktavia Nordiani
Setiap pergantian tahun tentu terangkai pula satu harapan-harapan kehidupan yang lebih baik. Namun apa jadinya bila di akhir tahun saja rakyat telah diberikan kado pahit oleh rezim yang baru yaitu kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN sebesar 12%. Konsekuensi dari kenaikan tersebut tentu akan berefek pada kenaikan harga barang dan membuat daya beli masyarakat menjadi menurun. Seorang ekonom senior institut for development of economic and finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan betapa tidak masuk akalnya rencana pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12%, ia menilai kenaikan itu hanya akan menyengsarakan rakyat atau tidak signifikan menambah penerimaan negara selain itu juga sangat tidak adil sebab pemerintah masih jorjoran memberi insentif fiskal kepada oligarki (Media Umat, Edisi 373 3 Januari 2025).
Dalih pemerintah menaikkan PPN 12% adalah sebagai jalan pintas mitigasi akan utang negara yang membengkak mencapai Rp 8.400 triliun pada Juni 2024dengan beban bungan Rp 440 trilliun per tahun. Pemerintah menargetkan penerimaan Rp 75 trilliun per tahun. Ibarat mabuk utang. Dari tahun ke tahun Indonesia justru menaikkan besaran utang ke luar negeri. Hal ini senada dengan apa-apa yang disampaikan Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 275
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba".
Hal yang sama mengecewakannya datang dari makelar kasus, Harvey Moeis. Pemandangan 'indah' tampak pada ritual berpelukan efek bahagia setelah menerima hasil palu sidang yaitu 6,5 tahun penjara dengan denda 1 M dan subsider 6 bulan kurungan. Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT timah tbk periode 2015-2022 yang merugikan keuangan negara 300 T. Sangat berbanding terbalik dan tampak amat dzolim penegakan hukum yang terjadi bila kita menilik putusan hukuman pada rakyat biasa. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas pun semakin kentara. Sampai viral di medsos banyak netizen yang ingin masuk penjara yang penting dapat uang trilliunan. Miris sungguh miris.
Lembaran catatan hitam tentu membuat luka pada rakyat. Alih-alih memperbaiki kondisi ekonomi kini malah semakin terhimpit. Sebuah pernyataan umum di masyarakat, "yang penting masih bisa makan" tentu layak untuk dikonstruksi ulang. Tersebab kondisi hari ini yang terjadi adalah akibat sistemik dari buah penerapan sistem yang merujuk pada kapitalisme sekuler. Kondisi tekanan ekonomi ditambah dengan minimnya iman hanya akan memperkuat terjalinnya lingkaran setan kehidupan yaitu potensi terjadinya semakin banyaknya tindak kriminal sehingga hidup menjadi semakin tidak aman. Rasa serba khawatir selalu berkelindan dalam suatu keadaan. Harapan perubahan di lembaran baru tahun 2025 akankah seirama antara keinginan rakyat dengan kehendak pemimpin negeri?. Sesungguhnya yang diinginkan rakyat tidaklah terlampau berlebihan yaitu hidup sejahtera dan makmur, lebih-lebih rakyat menginginkan dapat selamat hidup di dunia dan juga akhirat. Inilah urgensinya pemimpin yang memiliki kewajiban mengurusi urusan rakyat. Sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Ra, Nabi Muhammad Saw bersabda "Sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai yang orang-orang akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya". Namun representasi seorang pemimpin sebagaimana hadis di atas hanyalah terwujud di dalam sistem Islam.
Lantas bagaimana rakyat bergerak dan terus berharap?. Ya, rakyat butuh perubahan. Perubahan ini dimulai dengan perubahan mindset hingga perubahan sistem. Dengan kata lain umat Islam harus bangkit. Dalam salah satu kitabnya yaitu Nizamul Islam menyatakan bahwa kebangkitan yang hakiki harus dimulai dengan perubahan pemikiran secara mendasar dan menyeluruh. Perubahan yang menyangkut pemikiran tentang kehidupan alam semesta dan manusia serta hubungan antara kehidupan dunia dengan sebelum dan sesudahnya. Dari perubahan tersebut apabila jawabannya benar maka akan benarlah perilakunya. Hal itulah yang akan memimpinnya di dalam berfikir, memikirkan dan mengambil keputusan. Perubahan hakiki adalah dari pemikiran Islam yang telah terbukti baik secara aqli dan Naqli. Dan sebuah kebangkitan yang dimaksud adalah kembalinya pemahaman seluruh ajaran Islam ke dalam diri umat dan terselenggaranya pengaturan kehidupan masyarakat dengan cara Islam. Untuk itu diperlukan dakwah. Ketika masyarakat memahami akar permasalahan di negeri ini, maka tidak cukup bila dakwah dilakukan secara individu. Akan tetapi dibutuhkan dakwah secara komunal untuk melakukan sebuah perubahan yang besar sehingga terbentuk masyarakat yang islami. Masyarakat yang benar-benar islami hanya lah berwujud di bawah naungan kepemimpinan islam sehingga kehidupan yang seirama antara keinginan rakyat dan kehendak pemimpin negeri akan terwujud.