Kapitalisme Gagal Menjamin Kesehatan Publik

 


Oleh: Nayla Shofy Arina (Pegiat Literasi)

Wacana program cek kesehatan gratis bagi masyarakat yang berulang tahun akan digelar pada bulan Februari 2025. Program ini bertujuan peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan mendeteksi penyakit lebih awal.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menyiapkan 10 ribu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan 20 ribu klinik swasta untuk cek kesehatan gratis masyarakat. Adapun kelompok masyarakat yang dapat mengikuti cek kesehatan gratis saat ulang tahun adalah bayi baru lahir (usia dua hari), balita dan anak pra sekolah (1-6 tahun), dewasa (18-59 tahun), dan lansia (mulai 60 tahun).

Untuk diketahui, syarat skrining kesehatan gratis saat ulang tahun mulai Februari 2025 yaitu memiliki aplikasi Satu Sehat Mobile, memiliki BPJS Kesehatan dengan status peserta aktif.  Adapun  skrining kesehatan gratis berlaku 30 hari setelah tanggal ulang tahun khusus bayi, skrining kesehatan gratis dilakukan dalam waktu 24 jam atau dua hari setelah persalinan Membawa KTP, Kartu Keluarga (KK), atau Kartu Identitas Anak (KIA), Buku Kesehatan Ibu dan Anak bagi balita dan anak pra sekolah. Tiket pemeriksaan melalui  aplikasi Satu Sehat Mobile atau WhatsApp.  (Kompas.com/2/2/2025)


 *Terkesan hanya Pencitraan


Itulah beberapa persyaratan harus dilakukan agar cek kesehatan gratis tersebut berlaku.  Terkesan memudahkan untuk mengakses layanan kesehatan, namun berdasarkan pandangan dan pendapat masyarakat, banyak yang menilai bukannya dipermudah malah sebaliknya. Misalnya saja untuk memperoleh pelayanan cek kesehatan harus memiliki BPJS dengan status aktif, dan sudah terdaftar diaplikasi yang resmi. 

Belum lagi fakta dilapangan, keluhan masyakarat terkait pelaksanaannya tidak sesuai serta kondisi fasilitas kesehatan yang kurang memadai sehingga pemerintah dinilai terlalu memaksakan program tersebut, ditambah lagi adanya rekayasa pelayanan, bagi pasien yang miskin pelayanan yang diberikan tidak maksimal, justru pasien kaya mendapatkan pelayanan yang ekslusif, serta keluhan tenaga kesehatan yang tidak merata, dan masih banyak lagi problem di dunia kesehatan.

Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Rini Syafri mengatakan diskriminasi dan buruknya kualitas pelayanan sudah biasa terjadi, kendati harus memperjudikan kesehatan dan nyawa masyarakat. Beban penderitaan masyarakat pun makin berat, di samping harus menanggung mahalnya biaya berobat, juga hilangnya nyawa, selain penyakit yang makin parah dan kecacatan.

Perkara serius ini, lanjutnya, diakui pula oleh otoritas kesehatan dunia Asia Tenggara South-East Asia World Health Organization (SEARO) pada situs resminya. Sebagaimana hasil riset Komisi Kesehatan Global Lancet untuk Sistem Kesehatan Berkualitas Tinggi, tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pengurangan angka kematian dan buruknya kualitas perawatan yang mana hal tersebut adalah penghalang yang lebih besar dibandingkan kurangnya akses. Ada 60 persen kematian akibat kualitas layanan yang buruk, sedangkan sisanya disebabkan oleh tidak dimanfaatkannya sistem kesehatan.

Sejatinya, cek kesehatan bagi masyarakat menjadi hal yang penting untuk mendeteksi penyakit lebih awal, namun yang menjadi urgent adalah pelayanan kesehatan yang sebagaimana masyarakat inginkan. Setelah berhasil cek kesehatan dan apabila terdeteksi penyakit maka harus segera ditangani dengan biaya yang fantastis. Adapun pasien yang memiliki BPJS dibebankan dengan iuran yang bisa kapan saja mengalami kenaikan. 

Kondisi semacam ini menjadi bukti bahwa masyarakat sedang dihadapkan dengan buruknya pelayanan kesehatan yang diatur oleh sistem kapitalisme, menjadikan kesehatan sebagai objek bisnis dan industrialisasi. Hingga muncullah ungkapan “orang miskin dilarang sakit”.

Negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Negara dan para pengaturnya merasa cukup dengan memberikan layanan cek kesehatan gratis bersyarat dan memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk BPJS namun, tetap membiarkan rakyat membiayai layanan kesehatan yang serba mahal termasuk membayar iuran BPJS. 

Di sisi lain negara membuka keran bagi para kapitalis (swasta) untuk menguasai sektor kesehatan seperti, alat kesehatan, industri obat, hingga jaringan apotek dan rumah sakit. Terlihat menjanjikan kesehatan menjadi prioritas anggaran, kenyataannya layanan kesehatan tetap saja sulit diakses dan berbiaya mahal.


 *Butuh Islam

Dalam Islam, kesehatan menjadi prioritas utama karena menjadi salah satu kebutuhan masyarakat tanpa ada pengkategorian dari agama dan ras. Negara wajib memenuhi kebutuhan ini secara optimal, baik dari sisi, pembangunan, pembiayaan hingga pelayanan. Negara tidak akan menjadikan kesehatan sebagai komoditas sebagaimana perdagangan.

Negara yang mengadopsi sistem Islam yakni khilafah menyediakan pos-pos pemasukan Baitul Mal untuk membiayai kesehatan. Dukungan negara (Khilafah) di bidang kedokteran dan ilmu kesehatan pun sangat luar biasa. Negara menyokong sistem pendidikan yang banyak melahirkan ilmuwan, dokter, dan tenaga kesehatan yang mumpuni di bidangnya. 

Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran di masa khilafah berkembang sangat pesat. Sejumlah rumah sakit (RS) besar berdiri dan tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengobatan pasien, tetapi juga menjadi tempat menimba ilmu bagi para dokter baru. Maka tidak heran jika penelitian dan pengembangan di masa itu begitu gencar menghasilkan ilmu medis yang baru. 

Era khilafah ini juga telah melahirkan sejumlah dokter berpengaruh di dunia kedokteran sampai sekarang. Penemuan masyhur kala itu ialah ilmu urologi. Ilmu urologi dikaji oleh empat dokter muslim, yaitu Ar-Razi, Ibnul al-Jazzar, Az-Zahrawi, dan Ibnu Sina. Dalam urologi ini, mereka menganalisis penyakit ginjal dan lainnya. Mereka berhasil mengembangkan warisan-warisan ilmu medis Yunani dan menciptakan penemuan baru.

Demikianlah pengaturan negara dalam masa khilafah yang juga melahirkan pemimpin (khalifah) amanah dalam mengemban tugasnya, sehingga mampu memberikan kebijakan yang sesuai hukum syara karena pemimpin meyakini apa yang diemban akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah kelak. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,”Imam atau khalifah itu adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya”. Karena itu dari pemimpin sampai jaminan kesehatan hanya bisa terwujud dalam sistem Islam yakni khilafah. Wallahu a’lam bisshowab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel