Tes Kehamilan: Solusi Salah Kaprah dalam Sistem Sekuler!
Oleh:Finis (Penulis)
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Vl Jawa Barat, Nonong Winarni, menanggapi soal polemik tes kehamilan bagi siswi di SMA Shultan Baruna, Kecamatan Cikadu, kabupaten Cianjur. Nonong menilai, program tersebut memiliki tujuan yang baik. Namun, ia sangat menyayangkan mengapa aktivitas tersebut harus diunggah ke media sosial sehingga menjadi konsumsi publik. Menurut dia, apa pun hasil dari tes tersebut hanya untuk kepentingan internal sekolah, bukan untuk konsumsi publik, termasuk proses pelaksanaannya. (kompas.com, 23/01/2025).
Adalah sesuatu yang wajar hal di atas dilakukan karena kekhawatiran akibat seks bebas yang semakin parah di kalangan pelajar. Alhasil, pihak sekolah pun berupaya mencari solusi dalam pencegahannya. Namun sangat disayangkan, berbagai upaya tersebut tidak pernah berhasil, bahkan semakin memperparah keadaan.
Akar masalah dari semua ini adalah penerapan sistem sekuler-kapitslisme yang menjauhkan umat dari aturan agamanya. Kurikulum pendidikan saat ini terbukti tidak mampu mencetak generasi yang berakhlak dan beradab. Para pelajar dan generasi bertindak sesuai dengan hawa nafsu mereka, tanpa berpikir halal-haram.
Interaksi antara laki-laki dan perempuan pun minim aturan. Mereka dibiarkan bebas bergaul tanpa rambu-rambu syariat sehingga pergaulan bebas terjadi di mana-mana. Kemaksiatan di kalangan remaja sudah dianggap biasa terjadi. Pelakunya tidak lagi memiliki rasa malu dan tanpa merasa berdosa. Penerapan sistem kapitalisme-sekuler membuka lebar-lebar pintu kemaksiatan kepada Allah. Akibatnya, hidup ini jauh dari keberkahan. Apalagi para remaja yang seharusnya menjadi agen perubahan, ternyata telah dirusak oleh bobroknya sistem kehidupan saat ini. Akhirnya mereka hanya menjadi generasi yang lemah dan tak berdaya.
Kondisi ini sangat berbeda ketika Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh) dalam kehidupan. Untuk mencetak generasi yang tangguh dan hebat, sistem Islam menetapkan kurikulum yang berbasis akidah Islam. Pendidikan dalam Islam bertujuan mencetak generasi yang bersyakhsiyah Islam, yaitu memiliki pola pikir (aqliyah) Islam dan pola sikap (nafsiyah) Islam. Dengan demikian, kurikulum pendidikan Islam akan membangun keimanan kepada Allah SWT sejak dini.
Sistem pergaulan yang diterapkan oleh negara khilafah juga mampu mencegah generasi dari pergaulan bebas. Dalam kitab Nidzam ijtima'i fi Islam karangan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, Islam telah menetapkan hukum-hukum Islam tentang pergaulan. Pertama, Islam telah memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita untuk menundukkan pandangan.
Kedua, Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.
Ketiga, Islam melarang seorang wanita melakukan safar(perjalanan) dari satu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semalam, kecuali disertai dengan mahramnya. Kempat, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat(berdua-duaan), kecuali jika wanita disertai mahramnya. Kelima, Islam melarang wanita untuk keluar dari rumahnya kecuali seizin suami.
Keenam, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus komunitas wanita terpisah dari komunitas pria.
Ketujuh, Islam sangat menjaga agar hubungan kerja sama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum sebatas urusan-urusan muamalat saja.
Dengan penerapan hukum-hukum tentang interaksi laki dan perempuan, kehidupan di tengah masyarakat akan terjaga sehingga tidak mengarah pada hubungan lawan jenis yang bersifat seksual. Interaksi mereka bisa tetap dalam koridor kerjasama dalam menggapai berbagai kemaslahatan dan melakukan berbagai macam aktivitas.
Kontrol masyarakat juga berpengaruh besar terhadap kondisi remaja dan pelajar. Islam menumbuhkan kebiasaan saling mengingatkan dalam kebenaran, mencegah kemaksiatan dan saling menasehati sehingga akan mencegah generasi dari kehidupan yang serba bebas dan kebablasan.
Demikian juga dengan media sosial Islam melarang konten-konten yang mengundang pornografi. Media sosial hanya boleh menampilkan konten-konten yang mendorong keimanan kepada Allah semata.
Dengan penerapan Islam secara kaffah di seluruh lini kehidupan, kondisi masyarakat akan diminimalisir dari kemaksiatan dan kerusakan. Demikian juga di dunia pendidikan, tidak akan merasa khawatir atas kondisi siswanya karena telah dijaga oleh kurikulum yang diterapkan sehingga tujuan pendidikan akan tercapai, yaitu mendidik generasi berkepribadian Islam, yang nantinya akan menghasilkan generasi yang hebat dan cemerlang dalam membangun peradaban sebagaimana sejarah telah mencatat kegemilangan prestasi generasi emas Islam selama 13 abad di bawah naungan Khilafah Islam.
Wallahu a'lam.