Generasi Dihantui Pengangguran Massal, Islam Beri Solusi Tuntas
Oleh: Nur Fazilah, S.Si (Akivis Muslimah Malang Raya)
Tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi seperti diploma dan sarjana terpaksa banting setir menjadi pembantu rumah tangga, pengasuh anak, sopir, bahkan office boy (pramukantor). Ini dilakukan demi bertahan hidup di tengah minimnya lapangan pekerjaan di sektor formal dan badai pemutusan hubungan kerja dalam beberapa tahun terakhir.
Gelar sarjana dulu dipuja, dianggap sebagai pintu menuju masa depan cerah. Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Makin banyak lulusan universitas di Indonesia justru masuk dalam lingkaran pengangguran, menunggu tanpa kepastian, di tengah pasar kerja yang kian selektif dan jenuh.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren yang mencemaskan. Pada 2014, jumlah penganggur bergelar sarjana tercatat sebanyak 495.143 orang. Angka ini melonjak drastis menjadi 981.203 orang pada 2020, dan meski sempat turun menjadi 842.378 orang di 2024, jumlah tersebut tetap tergolong tinggi.
IMF melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara peringkat 1 dengan tingkat pengagguran tertinggi se-ASEAN pada tahun 2024. Makin banyak lulusan universitas (sarjana dan diploma) di Indonesia justru masuk dalam lingkaran pengangguran.
Inilah Fakta negeri kapitalis demokrasi saat ini, yang selalu mencari serta menggali keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa melihat kesengsaraan terhadap rakyat, maka tidak salah bahwa dinegeri kapitalis saat ini sangat sering terdengar semboyan “yang kaya semakin kaya sedang yang miskin semakin miskin”
Penyelesaian permasalahan ini memang akan berbeda ketika Islam membawa solusi yang dalam bukti sejarah sangat relevan untuk dijadikan cara menyelesaikan seluruh persoalan termasuk dalam hal ekonomi.
Dalam Islam pemerintah dituntut untuk selalu mengedepankan urusan rakyat. Menghadapi tren global sejenis ini, pemerintah dalam islam akan segera bertindak dengan meningkatkan potensi SDM dengan memperbanyak pelatihan agar tidak tertinggal oleh tren era disrupsi. Sehingga masyarakat akan dapat bersaing dilingkungan era ini. Selain itu pemerintah akan menyediakan semua fasilitas untk modal rakyatnya dalam melakukan usaha. Sehingga pengangguran dalam negeri akan teratasi.
Dalam sistem Islam Negara (Khilafah), kepala negara (Khalifah) berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi Politik Ekonomi Islam. Rasulullah saw.:
اَلإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَتِÙ‡
Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Lebih detail, Rasulullah saw. secara praktis senantiasa berupaya memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), "Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!"
Inilah sebuah anjuran untuk setiap muslim agar dapat bekerja, sehingga negara tidak lepas tangan ketika melihat rakyatnya memiliki kesulitan dalam mencari lapangan pekerjaan. Kelangkaan lapangan kerja menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin kesempatan kerja para kepala keluarga/ laki-laki, yang merupakan salah satu mekanisme terwujudnya kesejahteraan rakyat. Hal ini buah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan pengelolaan SDAE (sumber daya alam dan energi) diberikan kepada asing dan swasta. Juga lahirnya berbagai regulasi yang justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan akibat terjadinya deindustrialisasi Islam menjalankan sistem ekonomi dan politik Islam, termasuk dalam pengaturan dan pengelolaan SDAE yang merupakan milik umum. Pengelolaan SDAE oleh negara meniscayakan tersedianya lapangan kerja yang memadai dan juga jaminan kesejahteraan untuk rakyat.