TUNTUTAN PENYERAHAN SENJATA PARA PEJUANG PALESTINA, TANDA KEPEMIMPINAN NEGERI MUSLIM ADALAH PION NEGARA ADIDAYA?
Oleh: Tsabita Zhafirah
Genosida yang dilakukan oleh Zion*s Israel di Palestina masih berlanjut, setelah kesepakatan gencatan senjata berakhir pada Maret lalu. Namun, belakangan serangan yang dilakukan Zion*s Israel ke Palestina menargetkan para jurnalis. Jumlah jurnalis Palestina yang syahid sejak Oktober 2023 mencapai 209 orang. Ini angka yang besar dan seharusnya jurnalis adalah bagian dari warga sipil dan dilindungi oleh hukum humaniter dalam aturan perang secara internasional dan menyerang jurnalis merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional, maka termasuk kejahatan perang. Meski Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza, namun tidak kunjung ditangkap karena mengingat aliansi antara Amerika dan Israel yang mempunyai pengaruh pada penindakan dan penerapan hukum internasional saat ini.
Penyerangan terhadap para jurnalis adalah pembungkaman Genosida yang terjadi di Palestina dan usaha untuk mengaburkan kebenaran. Usaha para mujahid untuk terus mempertahankan tanah warisan Nabi terus mereka lakukan ditengah pembungkaman yang dilakukan oleh Israel. Namun yang mencengangkan justru datang dari pemimpin di Palestina, Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas menuntut Hamas untuk membebaskan sandera, melucuti senjata dan menyerahkan kendali jalur Gaza kepada PA. Pidato ini memicu kecaman dari pihak Hamas. Hamas menuding Abbas lebih sering menyalahkan rakyat Palestina daripada pendudukan Israel. Banyak warga Palestina menganggap PA tidak cukup vokal dan efektif dalam mengambil tindakan, bahkan dituduh korup dan terlalu lunak terhadap Israel, dikutip dari liputan6.com, 24/04/2025.
Tindakan yang dilakukan oleh Mahmoud Abbas ini adalah tindakan yang menghinakan dan merendahkan perjuangan rakyat di Palestina karena dengan meminta Hamas menyerahkan senjata berarti tidak akan ada lagi perlawanan kepada Genosida yang dilakukan Israel di jalur Gaza, dan memaksa untuk tunduk kepada entitas Yahudi. Ini merupakan penghianatan kepemimpinan kepada rakyat Palestina. Tidak jauh beda dengan yang dilakukan para pemimpin negeri-negeri Muslim yang tidak memberikan bantuan militernya kepada Palestina tetapi justru melakukan kerjasama bilateral dengan Zion*s Israel.
Ketundukan Para Pemimpin Negeri-Negeri Muslim
Pada bulan Februari lalu, Trump mengusulkan untuk merelokasi warga Palestina di Gaza ke petak-petak tanah di negara ketiga, termasuk ke Yordania. Usulan ini mendapat keberatan dari para pemimpin negara tersebut. Namun, Raja Yordania tidak memberikan perlawanan terhadap tuntutan Trump tetapi malah menyerahkan tanggung jawab kepada Arab Saudi dan Mesir. Para diplomat Arab menegaskan “pentingnya mewujudkan gencatan senjata di Gaza dan wilayah Palestina yang diduduki, serta perlunya upaya nyata untuk mencapai perdamaian yang adil dan menyeluruh berdasarkan solusi dua negara. Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim juga mendukung solusi dua negara. Tidak heran, karena meski mayoritas Muslim, kepemimpinan di Indonesia juga sekuler. Gencatan senjata dan solusi dua negara bukan jalan untuk penyelesaian untuk Palestina. Karena, faktanya gencatan senjata sudah pernah dilakukan dan tidak memberikan perdamaian bagi rakyat Palestina dikarenakan pengingkaran Zion*s terhadap kesepakatan. Serta solusi dua negara adalah bukan solusi kemerdekaan bagi Palestina, karena sama saja artinya menyerahkan sebagian tanah warisan Nabi kepada Zion*s Israel.
Aktivis dakwah Haitham Ibn Thbait memandang perang di Gaza telah mengguncang kekuasaan para penguasa Muslim. Mengguncang tahta rapuh para penguasa korup tersebut. Haitham menuturkan bahwa pernyataan Trump menunjukkan pola pikir imperialis yang kejam dan mengerikan. Kemudian ia mengutip perkataan Trump, “Kita melakukan banyak hal untuk mereka, dan mereka akan melakukannya”, ulas Haitham, menggarisbawahi ketundukan Yordania dan Mesir, mereduksi mereka menjadi pion belaka dalam pelayanan strategi AS dan Zion*s. Dengan memaksa negara-negara ini untuk patuh, Trump memperkuat mentalitas kolonial yang mengakar kuat yang terus mendefinisikan hubungan Amerika dengan dunia Muslim. Penghianatan dan ketundukan para penguasa negeri-negeri Muslim memperlihatkan bahwa para pemimpin tersebut adalah hanyalah pion-pion negara adidaya saat ini khususnya Amerika, karena bersikap hanya mengecam dan mengamati terjadinya genosida di Palestina, masih melakukan hubungan dagang dengan Zion*s dan tidak mengirimkan bantuan pasukan militer ke Palestina.
Seruan Jihad kepada Para Pemimpin Negeri-Negeri Muslim
Seruan gencatan senjata dan solusi dua negara tidak akan memberikan perdamaian dan kemerdekaan bagi rakyat Palestina. Karena Zion*s Israel tidak akan pernah menyerah untuk menguasai tanah kaum Muslimin dan mereka penuh dengan tipu daya. Persatuan Ulama Muslim Dunia mengeluarkan fatwa menyerukan “jihad bersenjata melawan Penjajah Israel, menekankan perlunya intervensi militer segera oleh negara-negara Islam dalam mendukung perlawanan Palestina dan penghapusan semua bentuk normalisasi dengan Tel Aviv.
Untuk terwujudnya jihad fii sabilillah, maka perlu persatuan dan kesatuan kepemimpinan kaum Muslimin dengan tegaknya Khilafah, dengan dipimpin oleh seorang khalifah yang di baiat oleh umat untuk menjalankan seluruh syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Khilafah, yakni kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim yang akan menjadi junnah (perisai) untuk membela tanah kaum Muslim, juga kemuliaan Islam dan kaum Muslim, tidak hanya di Palestina tetapi juga di seluruh dunia. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu junnah (perisai) yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘Alayh). Inilah solusi hakiki atas problematik perihal Palestina dan perkara lainnya. Ini tidak mungkin jika masih pada sistem Sekuler Kapitalisme saat ini, hanya dengan sistem Islam dengan tegaknya Khilafah lah seruan jihad fii sabilillah akan terwujud. Sudah saatnya umat berjuang menegakkan Khilafah yang dahulu selama belasan abad telah berhasil membuat kaum Muslim bersatu dan menjadi kekuatan adidaya.
Wallahu’alam bish-showab