Problematik Turunnya Daya Beli Masyarakat
Oleh: Rani Latifah
(Aktivis Muslimah DIY, Ngaglik, Sleman)
Bulan Maret 2025, masyarakat semakin disadarkan dengan berbagai fakta yang terjadi di beberapa lini ekonomi. Kabar PHK selama dua bulan terakhir cukup memprihatinkan. Ditambah, naiknya harga kebutuhan pokok, devaluasi dan berbagai permasalahan lainnya. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia mencapai lebih dari 18.000 orang, khususnya dalam dua bulan pertama 2025 (cnbcindonesia.com, 07/04/2025).
Ditambah, naiknya PPN yang mengakibatkan harga bahan pokok meningkat sejak Januari dan devaluasi yang mengakibatkan harga bahan baku impor terus meningkat. Indonesia juga mengalami deflasi yang mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat. Meskipun, tidak signifikan tapi jika terjadi dalam jangka waktu panjang akan mengkibatkan krisis ekonomi.
Melihat fakta-fakta yang ada, banyak hal yang menjadi pemicu menurunnya daya beli masyarakat. Seperti kebijakan-kebijakan pemerintah yang berdampak secara tidak langsung, contohnya kebijakan makan bergizi gratis (MBG) yang berdampak pada pedagang kecil. Kebijakan pembangunan infrastruktur yang mengakibatkan pemerintah menaikkan pajak yang berakibat pada kenaikan harga barang. Permasalahan korupsi yang merugikan negara hingga ratusan triliun pun terus mencuat dan beberapa kebijakan yang disahkan yang lebih memihak pada kepentingan pemilik modal besar.
Problematik di atas terjadi karena imbas dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Dimana dalam sistem ini tidak memperhatikan adanya keseimbangan dalam kepemilikan harta, juga keadilan dalam membuat kebijakan. Menurut Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani, sistem ekonomi kapitalis adalah sistem yang didasarkan pada prinsip kepemilikan pribadi (private ownership) dan kebebasan pasar. Dimana negara tidak ikut campur dalam kegiatan ekonomi.
Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem yang bersumber pada akal manusia yang terbatas. Mereka membuat aturan dengan takaran tidak berlandaskan pada Wahyu Allah SWT.. Aturan yang dibuat lebih condong ke pihak-pihak tertentu, tidak untuk kesejahteraan semua pihak.
Selama ini solusi yang mereka tawarkan hanya membuat kebijakan-kebijakan baru atau mengubah kebijakan-kebijakan yang ada tanpa menyentuh akar permasalahannya. Berbeda halnya dengan sistem Islam yang terbukti memberikan solusi dengan sistem ekonomi Islam yang mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Sistem ekonomi Islam mengutamakan pemerataan distribusi kekayaan, sehingga tidak ada monopoli, menghapuskan sistem ribawi, dan pratik-pratik yang menjadikan ketimpangan ekonomi. Negara hadir untuk menjamin kesejahteraan rakyat melalui pos Baitulmal, zakat, infak, sedekah, dll.
Wallahu A'lam Bish Shawab