Keracunan MBG, Keselamatan Rakyat Terabaikan
Oleh: Trianon Wijanarti
(Aktivis Muslimah DIY, Ngaglik, Sleman)
Baru-baru ini, pemerintah melaporkan adanya kasus keracunan makan bergizi gratis (MBG) di beberapa wilayah. Di Bogor misalnya, penyebab ratusan siswa yang mengalami keracunan makan bergizi gratis (MBG) mulai terungkap. Ada dua bakteri yang menjadi penyebabnya, yakni Salmonella dan E Coli. Hingga kini tercatat ada 233 orang yang menjadi korban keracunan. Mereka merupakan siswa TK hingga SMA di Bogor. Dari 223 yang keracunan, sebanyak 45 orang menjalani rawat inap, 49 rawat jalan, dan 129 mengalami keluhan ringan. (DetikNews.com, 15/05/25)
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat 17 kejadian luar biasa terkait dengan keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak peluncuran program tersebut pada 6 Januari 2025. Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan kejadian-kejadian itu terjadi di sepuluh provinsi di Indonesia. Adapun salah satu penyebab keracunan menurutnya adalah kontaminasi pangan yang terjadi kepada bahan baku mentah. (Tempo.co, 15/05/2025)
Tujuan program MBG memang tampak begitu apik, yakni sebagai percepatan dalam mengurangi stunting dan malnutrisi pada anak-anak untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan prestasi pendidikan siswa dan menggerakkan perekonomian lokal dengan melibatkan UMKM. Dari program inilah pemerintah berharap dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Namun berdasarkan fakta pelaksanaannya, pemerintah tampak abai dalam faktor kesehatan dan keselamatan rakyat dalam program MBG. Produksi makanan diserahkan pada penyelenggara yang ditunjuk, tanpa melakukan pengawasan ketat dan berkala. Akibatnya, temuan kasus keracunan MBG pun terjadi di beberapa daerah. Anehnya, Presiden Prabowo Subiyanto justru menyatakan bahwa program MBG berhasil 99,9% dari 82,9 juta penerima manfaat. Dari klaim keberhasilan progarm tersebut menunjukkan bahwa pemerintah mengabaikan kasus keracunan MBG yang terjadi kepada lebih dari 200 penerima manfaat.
Di sisi lain, alih-alih mencari solusi konkrit untuk mencegah keracunan dan menjaga keselamatan rakyatnya, pemerintah justru mengusulkan asuransi untuk program MBG. Negara seolah lepas tangan terhadap kasus keracunan MBG, sebaliknya justru mengarah pada komersialisasi resiko program pemerintah.
Jika ditelaah, keracunan MBG terjadi karena sistem industri kapitalis yang berorientasi pada kapital (modal) dan keuntungan. Negara dengan sistem ekonomi kapitalis menerapkan sistem persaingan pasar bebas. Dimana setiap orang berhak memiliki dan mengembangkan hartanya secara bebas. Prinsip ekonomi kapitalisme yakni menekan biaya produksi sekecil mungkin untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin. Tentu saja, prinsip tersebut sangat rentan terhadap praktik curang dalam penyediaan barang. Tanpa kontrol ketat dari negara, produk-produk berbahaya akan beredar luas di masyarakat, sehingga keselamatan dan kesehatan rakyat terabaikan. Akibatnya, negara pun gagal menjamin gizi dan meningkatkan kwalitas prestasi generasi.
Berbeda halnya dengan sistem ekonomi Islam yang menerapkan pasar syariah. Semua aktivitas produksi dan distribusi terikat dengan hukum syara'. Islam mengatur distribusi barang dan jasa untuk seluruh masyarakat yang berorientasi kemaslahatan dengan berkeadilan.
Jantung keuangan negara di dalam sistem Islam adalah Baitulmaal, yang diperoleh dari:
1. Kepemilikan individu melalui zakat (maal, pertanian, perdagangan), infak, msedekah untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat.
2. Kepemilikan umum, meliputi sumber daya alam (SDA) dalam jumlah besar yang dikelola negara untuk fasilitas-fasilitas kepentingan rakyat, dan tidak boleh dimiliki individu maupun swasta atau Asing.
3. Kepemilikan negara, berupa harta jizyah, kharaj, ghanimah, Fa'i, 'Usyur, 20% rikaz, harta tanpa ahli waris, harta orang murtad, dan berbagai lahan, bangunan milik negara yang dikelola oleh negara untuk dimanfaatkan kepentingan kesejahteraan rakyat dan penyelenggaraan negara.
Tentu saja, dengan banyaknya sumber pendapatan tersebut, negara dengan sistem Islam mampu menjamin kesejahteraan rakyat, memenuhi kebutuhan pokok individu seperti sandang, pangan, dan papan. Negara akan memberi kemudahan rakyatnya dengan stabilitas harga barang/jasa yang murah dan terjangkau. Negara akan melakukan pengawasan ketat terhadap transaksi barang produksi, sehingga terbebas dari segala bentuk kecurangan. Pendistribusian barang pokok juga dilakukan secara adil ke seluruh wilayah. Dengan demikian, gizi rakyat akan terjamin, kwalitas prestasi pendidikan siswa akan meningkat, dan kesejahteraan rakyat pun terpenuhi secara merata.
Lebih dari itu, sistem pemerintahan Islam juga memberikan jaminan kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Masyarakat mendapatkannya secara cuma-cuma, adil, dan merata tanpa membedakan kaya atau miskin, muslim ataupun non muslim. Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai pengurus (raa'in) terhadap rakyatnya, bukan hanya sebagai regulator. Daulah Islam bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan pangan dan keamanan gizi masyarakat, bukan diserahkan kepada pembisnis atau mekanisme pasar. Tata kelola sistem pemerintahan dan peran negara secara totalitas inilah yang menjadi kunci keberhasilan peradaban Islam hingga negara adidaya selama 13 abad lamanya.
Wallahu a'lam bishawab