Pelecehan Seksual Makin Marak
Oleh: Eli Supriatin
Miris! Komnas Perempuan menyebut Indonesia berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Hal ini disebabkan maraknya kasus pelecehan seksual di Indonesia (Jumat, 14 Maret 2025). Pelakunya pun kian beragam. Ada guru besar melecehkan mahasiswa. Dokter melecehkan pasien. Tokoh agama melecehkan murid/jamaahnya. Polisi memperkosa tahanan. Bahkan ada ayah dan kakek menodai anak kandung mereka sendiri.
Data terbaru dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa hingga April 2025 saja sudah tercatat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan tindak kejahatan kekerasan seksual naik lebih dari 50 persen dibandingkan dengan tahun 2023. Angka ini diyakini hanyalah puncak gunung es. Artinya, masih banyak kasus yang belum terlaporkan.
Mengapa bisa begini? Padahal negeri kita ini mayoritas muslim dan lagi Pemerintah juga sudah membentuk jabatan dan lembaga yang mengurusi perempuan, termasuk ada Komnas Perlindungan Perempuan. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang sudah disahkan. Lalu mengapa perempuan malah makin tidak aman?
Salah satu tempat terjadinya pelecehan seksual adalah transportasi umum. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat sepanjang 2022 terjadi 3.539 kejahatan seksual di transportasi umum. Begitu pun di tempat kerja, keterangan resmi situs Gajimu.com, melalui studi bertajuk Survei Kelayakan Kerja pada tahun 2022, ditemukan data bahwa pelecehan seksual terjadi pada 1 dari 20 pekerja di pabrik tekstil, garmen, alas kaki dan kulit. Ada atasan yang melakukan kekerasan seksual terhadap pekerja perempuan dengan ancaman pemutusan kontrak kerja. Yang makin memprihatinkan, pelecehan seksual justru banyak terjadi di tempat-tempat yang harusnya aman untuk perempuan. Beberapa kali diberitakan perempuan menjadi korban kekerasan seksual di rumah sendiri, di ruang praktek dokter, bahkan di pondok pesantren atau di ruang tahanan dengan pelakunya justru aparat keamanan.
Inilah yang terjadi jika hidup dalam sistem dan budaya sekularisme-liberalisme, yang memisahkan agama dari kehidupan. Salah satu dampaknya ialah konten pornografi yang makin marak. Dari tahun 2005 Indonesia masuk 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Padahal sejatinya konten pornografi ini sudah terbukti menjadi pemicu perilaku seks bebas seperti perzinaan dan juga kekerasan seksual. Di sisi lain, masyarakat pun makin permisif, interaksi bebas antara pria dan wanita sudah dianggap normal.
Sementara itu penegakan hukum pun gagal melindungi kaum perempuan. Banyak korban yang trauma sehingga takut melapor. Para pelaku pun kerap mendapatkan sanksi ringan. Bahkan tidak sedikit kasusnya tidak diselesaikan secara hukum, melainkan hanya dengan jalan damai.
Berbeda halnya dengan sistem kehidupan Islam yang memberikan tindak preventif dan kuratif untuk melindungi kaum perempuan.
Hukum preventif Islam yang melindungi perempuan di antaranya: Mewajibkan pria dan wanita menutup aurat dalam kehidupan umum serta saling menjaga pandangan. Islam mengharamkan khalwat (kondisi berduaan pria dan wanita yang bukan mahram). Karena khalwat sering menjadi peluang bagi terjadinya perzinaan dan kekerasan seksual. Dalam pengobatan, misalnya, seorang Muslimah wajib didampingi mahram-nya. Tidak boleh hanya berdua dengan dokter pria. Selain khalwat, Islam juga mengharamkan ikhtilât (kondisi campur-baur pria dan wanita) kecuali untuk kepentingan muamalah, pengobatan dan pendidikan. Haram pria dan wanita bercampur-baur seperti di tempat pesta, tempat hiburan, dsb.
Selain tindakan preventif Islam juga menyiapkan sanksi keras bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan. Termasuk pihak yang memproduksi konten-konten pornografi. Para pelaku ini dijatuhkan sanksi ta’zîr yang jenis dan bobot sanksinya diserahkan pada qâdhi (hakim). Sanksinya bisa berupa hukuman penjara, hukuman cambuk, bahkan hukuman mati jika dinilai sudah keterlaluan oleh pengadilan. bagi para pelaku pemerkosaan ada sanksi yang lebih berat. Jika pelakunya adalah lelaki yang belum menikah maka sanksinya adalah hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun di tempat terpencil. Jika pelakunya kategori muhshan (sudah pernah menikah), maka sanksi atas dirinya adalah hukum rajam hingga mati. Demikian sebagaimana Nabi saw. pernah menjatuhkan sanksi rajam atas pezina yang telah menikah. Sanksi ini bisa ditambah lagi jika pelaku melakukan tindak penculikan dan penganiayaan terhadap korban. Qâdhi bisa menjatuhkan sanksi untuk semua tindak kejahatan tersebut.
Saatnya umat Sadar bahwa kerusakan yang menimpa masyarakat saat ini, khususnya kaum perempuan, adalah akibat penerapan ideologi yang bathil. Kebebasan perilaku dibiarkan meruyak. Tidak ada jalan keluar dan perlindungan terbaik untuk kaum perempuan kecuali dengan menerapkan sistem kehidupan Islam. Inilah sistem terbaik. Sistem yang datang dari Allah SWT yang merupakan satu-satunya sistem yang dapat melindungi umat manusia, khususnya kaum perempuan. Apakah ada aturan lain terbaik selain Islam?
Wallahu ‘alam bish shawab