Judi Online dengan Sistem Islam

 


Oleh : Nasywa Adzkiya (Aktivis Muslimah Kalsel)


Sungguh miris apa yang terjadi di negeri ini. Bagaimana tidak, semua lini kehidupan telah rusak dalam berbagai aspek. Seperti praktik judi online yang dari waktu ke waktu semakin mencengangkan. 

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, mengungkapkan bahwa perputaran uang dari aktivitas judi online pada tahun 2024 mencapai Rp900 triliun (CNN Indonesia, 21 November 2024). Angka ini sungguh fantastis. Hal ini menunjukan bahwa animo masyarakat terhadap judi online sangat tinggi, selain itu juga menjadi fakta bahwa sektor ilegal dapat tumbuh subur di negeri ini.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa pada tahun 2025, perputaran dana judi online meningkat menjadi Rp1.200 triliun, naik signifikan dari tahun sebelumnya (Viva.co.id, 2025). Detik.com juga mengonfirmasi data serupa dari PPATK mengenai lonjakan fantastis perputaran uang dari aktivitas judol ini (Detik.com, 2025).

Lonjakan angka tersebut berakar pada tata kelola negara yang bertumpu pada sistem kapitalisme. Dalam sistem Kapitalisme, sektor apapun yang bisa mendatangkan keuntungan cenderung diberi ruang untuk berkembang — tak terkecuali judi online. Asas manfaat membuat negara tidak perduli terhadap perlindungan moral dan sosial, tetapi lebih mengutamakan mekanisme ekonomi liberal. 

Alih-alih menuntaskan akar masalah maraknya judi online, pemerintah justru membiarkan praktik perjudian diberikan fasilitas oleh platform digital. Didukung oleh iklan masif, serta berlindung di balik celah-celah hukum yang longgar. Minimnya kontrol menjadikan judi online tumbuh seperti jamur di musim hujan, bahkan kian sulit diberantas karena masuk ke berbagai lini kehidupan masyarakat.

Kapitalisme telah menciptakan jurang ekonomi semakin tinggi. Rakyat kecil semakin tercekik. Kesenjangan pendapatan membuat masyarakat sulit memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Di sisi lain, tuntutan kehidupan semakin meningkat. Akibatnya mereka tergoda untuk mencari jalan pintas untuk memperoleh kekayaan

Di sinilah judi online masuk sebagai jebakan. Tawaran hadiah besar dan peluang menang instan menjadi sangat menggiurkan. 


Ketika perut lapar, biaya hidup melonjak, dan lapangan kerja minim, maka klik-klik tombol permainan judi menjadi pilihan yang menggoda.

Ironisnya, banyak pejabat yang justru terlibat dalam praktik judi online ini. Ini menunjukan bahwa praktik judi online seperti mendapat perlindungan dan dinikmati sebagian kalangan elite. Sanksi hukum yang diberikan terhadap pelaku pun seringkali tidak menimbulkan efek jera. Sekedar penangkapan pelaku namun tidak ada upaya memutus hingga akar masalahnya. Upaya pemberantasan judi online tidak pernah tuntas menyentuh hingga akar, yakni penerapan sistem Kapitalisme-Sekuler.

Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dari hukum dan aturan sosial. Masyarakat tidak lagi menjadi standar perbuatan mereka berdasarkan halal dan haram. Judi, meski merugikan, tetap dilakukan karena dianggap sebagai pilihan pribadi, bukan sebagai kejahatan terhadap tatanan moral dan hukum Allah. Akibatnya, penyuluhan moral, razia sesekali, bahkan blokir situs judi hanyalah tambalan permukaan yang mudah sobek kembali.

Dalam sistem Islam, yang diterapkan secara kaffah oleh institusi Khilafah, pemberantasan judi tidak hanya dilakukan melalui hukuman, tetapi juga melalui penataan sistem secara menyeluruh. Judi dalam pandangan Islam adalah haram dan merupakan dosa besar. 

Oleh karena itu, negara dalam sistem Khilafah akan memberlakukan ta'zir, yaitu sanksi yang ditetapkan oleh Khalifah untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan bandar. Namun, penegakan hukum tidak berhenti sampai di situ. Negara Islam juga membangun struktur hukum syariah yang lengkap, termasuk penunjukan aparat penegak hukum yang memahami  dan menerapkan syariah, hingga pembentukan sistem kontrol sosial berbasis amar ma'ruf nahi munkar di tengah masyarakat.

Khilafah tidak hanya mengandalkan pendekatan represif terhadap kejahatan. Lebih dari itu, Khilafah mencegah munculnya akar kejahatan seperti judi dengan menghapus kemiskinan, mengatur distribusi kekayaan secara adil, dan menghilangkan budaya hedonisme ala Barat yang mendorong gaya hidup instan dan konsumtif. Dalam Islam, harta bukan hanya alat tukar, tapi juga amanah dari Allah yang harus digunakan sesuai ketentuan-Nya.

Pendidikan dalam sistem Islam akan menanamkan nilai-nilai keimanan sejak dini, sehingga masyarakat tidak mudah tergoda oleh praktik yang dilarang Allah. Dakwah fikriyah, yaitu penyampaian pemikiran Islam yang mencerahkan, menjadi strategi penting dalam membangun kesadaran kolektif umat.

Kontrol budaya masyarakat juga akan diarahkan pada nilai-nilai Islam melalui media dan kurikulum yang Islami. Semua ini bersinergi dalam menciptakan masyarakat yang tidak hanya takut kepada hukum negara, tapi juga merasa diawasi oleh Allah dalam setiap perbuatannya.

Dengan demikian, hanya sistem Khilafah-lah yang memiliki struktur ideologis dan institusional yang mampu memberantas judi online secara tuntas. Bukan hanya karena ia menerapkan hukum Allah, tetapi karena ia juga mengatur seluruh aspek kehidupan — dari ekonomi, sosial, hingga pendidikan — agar sejalan dengan syariat. Selama sistem Kapitalisme-Sekuler masih menjadi dasar pengelolaan negeri ini, maka judi online akan terus beranak pinak, menjaring lebih banyak korban, dan menjerumuskan masyarakat dalam lingkaran maksiat serta kehancuran.

 Wallahualam bishowab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel