Penambangan Nikel di Raja Ampat, Pengelolaan SDA Harus Sesuai Syariat

 



Oleh: Nur Fazilah, S.Si (Aktivis Muslimah Malang Raya)


Aktivitas penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kritik dari masyarakat sipil. Selain mencemari lingkungan, penambangan tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan pidana, tak terkecuali tindak pidana korupsi.

Penambangan Nikel di Raja Ampat mengakibatkan kerusakan lingkungan. 

Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang Nikel karena besarnya sorotan publik. Pasalnya,   Penambangan Nikel menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati yang dilindungi, bahkan oleh dunia internasional.  Di sisi lain, penambangan ini juga melanggar UU Kelestarian Lingkungan.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan, Kepulauan Raja Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar.

Sedangkan Pasal 73 ayat (1) huruf f mengatur soal sanksi pidananya. Ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun.

"Jadi kalau kemudian ada izin pertambangan nikel yang keluar di Raja Ampat, kalau kita merujuk pada UU 27 Tahun 2007, jelas adalah tindak pidana." kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, Sabtu, 7 Juni 2025.

Inilah bentuk nyata kerusakan sistem kapitalisme.  Penambangan yang membahayakan lingkungan dapat dilakukan meski melanggar UU yang sudah ditetapkan negara.  Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha lebih berkuasa. Tak peduli kepada rakyat, asalkan bisa memuaskan nafsu mereka yaitu penguasa dan pengusaha karena negara ini adaah negara korporasi. 

Islam menetapkan SDA adalah milik umum yang harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.  Yang akan berpengaruh terhadap hidup manusia.

Islam juga memiliki konsep "hima“, yang akan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat adanya eksplorasi.

Pemimpin dalam Islam menjalankan aturan sesuai dengan hukum syariat, dan berperan sebagai raain yang akan mengelola SDA dengan aman dan menjaga kelestarian lingkungan.

Islam meriayah (mengatur) masyarakat dengan amat teratur sesuai dengan aturan perekonomian dalam syariat Islam.  Rasulullah SAW. bersabda:

“Manusia Berserikat atas Air, Padang Rumput, dan Api. Kaum muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, dan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ibnu 'Abbas ada tambahan:dan harganya haram.)”

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Nabi Muhammad Saw. juga bersabda:

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Sistem ekonomi Islam adalah sosok yang sempurna. Negara berperan penuh dalam menjaga perekonomian stabil dan memberikan pelayanan maksimal kepada rakyatnya. Sebaliknya Demokrasi adalah sistem buatan manusia yang menyengsarakan rakyat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel