Pendidikan Adalah Hak Dasar Rakyat, Negara Wajib Bertanggung Jawab

 



Oleh: Finis (Penulis) 


Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Tatang Muttaqin mengatakan faktor ekonomi dan membantu orang tua mencari nafkah menjadi penyumbang terbanyak pada tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia. Angka ATS yang disebabkan oleh faktor ekonomi sebanyak 25,55 persen dan mencari nafkah sebanyak 21,64 persen (tirto.id, 19/05/2025). 

Pemerintah terus berupaya mempercepat pemutusan rantai kemiskinan melalui program Sekolah Rakyat. Salah satu daerah yang menyatakan keseriusan  dalam program tersebut adalah kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Menteri Sosial Saifullah Yusuf meninjau langsung proses penjaringan calon siswa Sekolah Rakyat di kelurahan Krandegan, Kecamatan Banjarnegara, hari ini. Kunjungan ini menjadi langkah awal penyelenggaraan sekolah berasrama untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem (detiknews.com, 25/05/2025). 

Pendidikan adalah hak dasar setiap individu  rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Hal ini juga tertuang di dalam UUD 1945, Pasal 31 ayat 1 dan 2.

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.  Namun, mengapa hingga saat ini, masalah pendidikan masih dirasa menyulitkan oleh sebagian kalangan rakyat? Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan saat ini belum mampu dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Alasan ekonomi menjadi faktor utama. Padahal berbagai macam kebijakan diturunkan untuk meringankan beban rakyat, seperti adanya dana BOS, KIP, PKH dan lainnya. Kenyataannya, sampai saat ini,  tingkat anak tidak sekolah (ATS) masih cukup tinggi. 

Berbagai persoalan masih mewarnai   dunia pendidikan saat ini. Semisal, gaji guru honorer yang tidak memadai, gedung sekolah yang tidak layak guna, akses jalan ke sekolah yang kurang mendukung, kasus bully, pelecehan seksual di sekolah dan masih banyak permasalahan lainnya. Beberapa kali berganti menteri dan kurikulum pendidikan, namun problem pendidikan juga tak pernah sepi. Lantas, gagasan Sekolah Rakyat yang diharap mampu memutus mata rantai kemiskinan akankah berhasil? 

Sejatinya, pendidikan tidak akan mampu memutus rantai kemiskinan. Faktanya orang tua yang bersusah payah menyekolahkan anaknya hingga ke pendidikan tinggi, setelah lulus pun kesulitan mendapatkan pekerjaan. Jadi untuk memutuskan rantai kemiskinan tersebut seharusnya adalah dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya  untuk seluruh lapisan masyarakat. 

Penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini menjadikan tujuan pendidikan yang sesungguhnya tidak akan pernah tercapai. Layanan pendidikan belum mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat secara keseluruhan. Hanya mereka yang mampu membayar, yang bisa mengenyam pendidikan. Sementara rakyat miskin akan kesulitan mengaksesnya karena negara tidak sepenuhnya melayani kepentingan rakyatnya. Mereka hanya bertindak sebagai regulator atau fasilitator semata, sementara sebagian pelayanan pendidikan diserahkan kepada swasta. Alhasil, pendidikan menjadi ajang bisnis yang ujung-ujungnya adalah untung dan rugi. 

Sekularisme menjadikan tujuan pendidikan jauh dari agama. Generasi yang dihasilkan pun tidak seperti yang harapan. Mereka hanya mengharapkan capaian-capaian materi belaka dan mengabaikan perbaikan moral dan  akhlak. Maka, lahirlah generasi yang materialistis yang jauh dari pemahaman agama. 

Ini berbeda ketika negara yang menerapkan Islam secara kaffah di seluruh lini kehidupan dalam naungan khilafah. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). 

Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara karena syariat Islam memerintahkan demikian.  Dalam kitab Nidzamul Iqtishady Fil Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani

menyebutkan, "Politik ekonomi Islam menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer setiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan dirinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya, sesuai dengan kadar kesanggupannya sebagai individu yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup tertentu." 

Dalam Islam, kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya bukan hanya di bidang pendidikan semata, tetapi negara wajib memenuhi seluruh hak rakyat dengan mencukupi kebutuhan primernya, yaitu sandang, pangan dan papan dengan jalan menyediakan lapangan kerja yang seluas-luasnya di tengah masyarakat sehingga masyarakat mampu mencukupi kebutuhan primernya. Sedangkan untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan adalah tanggung jawab negara dalam memenuhinya secara murah bahkan gratis. Karena fungsi negara adalah pelayan rakyat dalam segala urusan. 

Sistem pendidikan Islam harus didukung pula dengan penerapan sistem politik ekonomi Islam. Sehingga sistem pendidikan bisa terwujud sesuai dengan syariat Islam. Tujuan pendidikan di dalam Islam adalah menjadikan generasi memiliki kepribadian Islam, memiliki tsaqafah Islam yang luas serta memiliki keahlian tertentu dalam mengarungi kehidupan ini sehingga mampu menjalani kehidupan ini sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Untuk itu, negara wajib menerapkan sistem pendidikan yang berdasarkan aqidah Islam yang nantinya mampu menghasilkan generasi yang tangguh dan mampu mengukir peradaban cemerlang dan output pendidikan yang dicapai, bisa bermanfaat bagi umat. 

Untuk mewujudkan semua itu, butuh kesadaran individu untuk bergerak di tengah umat, mendakwahkan Islam secara kaffah, serta mengajak umat, agar pendidikan ini dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. 

Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, tujuan pendidikan  bisa tercapai sesuai harapan.  

Wallahu a'lam.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel