Kisruh Haji, di mana Tanggung Jawab Negara?


Oleh: Ummu Umar


Komnas Haji mengungkapkan calon jamaah haji reguler asal Bandung, Heri Risdyanto bin Warimin berangkat ke Tanah Suci bersama istri dan kedua orang tuanya. Namun, kegembiraan mereka mendadak berubah menjadi kesedihan dan duka mendalam.

Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj menceritakan tidak lama setelah pesawat Saudia Airlines yang ditumpangi Heri mendarat di Bandara Jeddah, Heri dinyatakan tidak lolos pemeriksaan. Padahal, semua dokumen lengkap.

Apakah Heri sedang diblacklist negara tersebut? Ternyata tidak. Catatan Heri bersih, terakhir dia umroh tahun 2022. Ternyata status visa Heri berubah, karena ada pihak yang membatalkannya (beritasatu.com, 2/6/2025).


Ada apa di balik kisruh haji ?

Apabila kita melihat kekisruhan haji ini, bahwa yang terjadi adalah adanya pembatalan haji dari calon haji. Setelah dikonfirmasi ternyata calon haji tidak melakukan pembatalan haji. Berarti ada pihak ketiga yang melakukan pembatalan haji yaitu pihak swasta  (travel haji). Karena tidak semua orang yang bisa mengakses data  calon jamaah haji. Artinya ada upaya mengganti data calon haji yang akan berangkat sehingga menyebabkan calon jamaah haji dideportasi.

Maka inilah yang terjadi jika pengurusan haji diserahkan kepada pihak swasta (pengusaha/kapitalis) yang orientasinya hanya meraih keuntungan dan materi saja. Negara pun kalah dan tidak bisa membela satu orang calon hajinya agar tidak dideportasi, sungguh menyedihkan bukan ?

Kisruh ibadah haji ini seharusnya tidak terjadi jika negara mengurus calon jamaah haji dengan baik dan teliti. Apalagi dengan kecanggihan teknologi saat ini, semua data calon jamaah haji seharusnya dapat dibaca keakuratan datanya.

Adapun berbagai kemungkinan yang  akan terjadi, misalnya pencurian data, penipuan data, dan sebagainya, seharusnya bisa diantisipasi dengan kecanggihan teknologi yang ada saat ini. Apa yang dialami oleh calon jamaah haji bernama Heri Risdyanto ini adalah bentuk kelalaian negara terhadap urusan rakyatnya. 


Solusi di dalam Islam

Dalam pandangan Islam, negara wajib mengurusi urusan rakyatnya tanpa terkecuali. Apalagi hal- hal yang berkaitan dengan ibadah haji yang memang harus dikoordinir oleh negara. Negara seharusnya menyiapkan mekanisme dan pelayanan terbaiknya bagi jamaah haji. Tidak boleh ada pihak pihak yang mengintervensi penguasa.

Jika ada travel-travel haji, maka harus dalam pengawasan dan kontrol pemerintah. Agar tidak terjadi kekisruhan dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Besaran tarif haji pun diupayakan seminimal mungkin dengan menyesuaikan jarak tempuh, serta akomodasi yang diperlukan selama pelaksanaan ibadah, sehingga banyak orang yang bisa menunaikan ibadah haji. Visa haji atau umrah juga tidak diperlukan, karena kaum muslim berada dalam satu kesatuan wilayah kekuasaan.

Di samping itu, pemerintahan Islam (khilafah) akan membangun beragam sarana yang dibutuhkan untuk memudahkan dan kenyamanan jamaah haji. Seperti yang terjadi di abad pertengahan, para jamaah haji yang berkumpul di ibu kota Suriah, Mesir, dan Irak, berangkat ke Mekkah dalam kelompok dan karamba terdiri dari puluhan ribu peziarah. Para penguasa negeri muslim bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya dengan memfasilitasi perjalanan haji.

Adapun dana yang dibutuhkan untuk sarana dan prasarana ibadah haji adalah berasal dari baitul mal (kas negara) yang sumbernya adalah dari pengelolaan berbagai sumber daya alam di seluruh wilayah negara. Sehingga calon jamaah haji tidak dibebankan dengan biaya yang mahal. Namun untuk mewujudkannya mekanisme haji ini hanya mampu diwujudkan oleh pemimpin umat islam dibawah naungan  sistem pemerintahan islam, yaitu; Khilafah. Wallahu a'lam bishawab.[]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel