MENGEMBALIKAN MARWAH KAUM LELAKI
Oleh: Inge Oktavia Nordiani
Banyak hal-hal yang terdampak akibat kehidupan yang dipenuhi sistem sekuler kapitalisme. Hari ini ancaman bukan hanya darurat pada kaum perempuan melainkan juga pada kaum laki-laki banyaknya laki-laki menjadi boti tengah meresahkan jagat Maya. Boti adalah istilah gaul dalam konteks orientasi seksual, "boti" merujuk pada seorang pria gay yang berperan sebagai "bottom" atau pihak yang menerima penetrasi dalam hubungan sesama jenis, seringkali digambarkan sebagai sisi yang lebih feminin. Gelagat dari boti ini sendiri tampak dari gemulainya seorang lelaki yang bersikap tidak seperti laki-laki pada umumnya. Walaupun tidak semua lelaki yang gemulai menunjukkan tendensi seorang gay namun tidak dipungkiri pula semua berawal dari sikap tersebut. Indonesia sebagai negeri muslim mayoritas bahkan agama yang lain pun tentu tidak sepakat dengan fenomena suka sesama jenis. Seharusnya pintu untuk menuju kesana baik yang terjangkit pada laki-laki maupun perempuan itu ditutup rapat-rapat. Lebih-lebih secara hukum agama hal tersebut adalah haram dan terlaknat.
Hal senada terjadi kepada para lelaki yang teramaikan dengan isu vasektomi. Pada April 2025 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) gencar mengkampanyekan program vasektomi gratis untuk pria sebagai bagian kontrasepsi jangka panjang, (Merdeka.com, 30 April 2025).
Hal ini dikukuhkan dengan aksi gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang berargumen bahwa untuk menekan angka kemiskinan diperlukan kontribusi KB dari para suami bahkan KDM menjadikan hal tersebut sebagai prasyarat penerima bantuan sosial. Hal ini mendorong para penerima bansos untuk terlibat aktif dalam program ini dengan alasan agar tetap menerima bantuan sosial. Selain itu juga ada tambahan biaya pemulihan 500 ribu pasca tindakan vasektomi. Beberapa pihak menyayangkan program ini seakan solusi kemiskinan adalah pengurangan populasi.
Sungguh rakyat dibenturkan oleh masalah perut. Alih-alih tercerdaskan dan terentaskan rakyat dibuat semakin kehilangan arah. Padahal hakikat dari pernikahan adalah melestarikan keturunan. Dua hal di atas merupakan cerminan tercabutnya Marwah kaum lelaki yang seharusnya berjalan sesuai dengan fitrahnya.