Tentang Sebuah Pertanyaan
Oleh. Maman El Hakiem
Hari itu akan tiba — saat seluruh manusia dikumpulkan di hadapan Tuhan semesta alam. Setiap jiwa akan diperlihatkan catatan amalnya. Tidak ada yang tersembunyi, semua akan tampak jelas. Namun perlu disadari: tidak semua hal akan di hisab.
Islam memberikan pemahaman yang adil dan menyeluruh tentang pertanggungjawaban manusia. Bahwa Allah tidak akan menuntut apa yang berada di luar kemampuan hamba-Nya. Hisab hanya berlaku pada apa yang bisa dipilih, diusahakan, dan dikerjakan oleh manusia. Adapun segala sesuatu yang sudah ditentukan oleh qada Allah yang tak bisa manusia pengaruhi tidak akan di hisab.
Misalnya, keadaan fisik seseorang sejak lahir: warna kulit, bentuk tubuh, keterbatasan anggota badan, bahkan kondisi lahir dari keluarga miskin atau kaya, sehat atau sakit. Semua itu adalah ketetapan dari Allah yang tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Tidak seorang pun akan ditanya, “Mengapa kamu dilahirkan dengan kondisi seperti ini?”
Begitu pula dengan musibah bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung, tsunami, atau badai besar. Semua itu adalah bagian dari sunnatullah (hukum alam) yang berlaku di bumi. Ketika manusia terkena dampaknya, mereka tidak ditanya mengapa terkena musibah itu, tetapi bagaimana mereka menyikapinya — itulah yang akan dihisab.
Allah Swt. berfirman:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
(QS. Al-Baqarah: 286)
Ini menjadi prinsip keadilan Ilahi: Manusia hanya dihisab atas sesuatu yang menjadi ruang tanggung jawabnya.
Yang akan ditanya adalah sikap, reaksi, dan pilihan manusia ketika berhadapan dengan ketetapan Allah tersebut. Apakah ia bersabar ataukah mengeluh? Apakah ia berbuat baik atau menyakiti? Apakah ia tetap bersyukur meski diuji, atau justru kufur ketika tak sesuai keinginannya?
Karena itu, seseorang yang lahir miskin tidak akan dimintai hisab atas kemiskinannya, tapi akan dimintai hisab bagaimana ia mencari rezeki, apakah halal atau haram? Orang yang sakit kronis sejak kecil tidak ditanya kenapa sakit, tapi akan ditanya apakah ia bersabar. Dan seseorang yang kehilangan orang yang dicintai dalam bencana alam tidak ditanya kenapa itu terjadi, tapi akan ditanya apakah ia rida atau mengutuk takdir.
Pun ketika ia telah berusaha sebaik mungkin, mematuhi aturan keselamatan, tetapi kecelakaan menimpanya. Itu adalah ketetapan Allah yang tidak akan dihisab, yang akan dihisab adalah kelalaian dan kecerobohan kita. Hidup ini tidak perlu ditakutkan ketika kita mampu memahami dan membedakan antara apa yang akan ditanya dan tidak akan ditanya di hadapan Allah Swt. kelak di akhirat.
Wallahu'alam bish Shawwab.