Bundir bukan Pilihan
Oleh: Dewi Mujiasih
Dikutip dari: SOLO, KOMPAS.Com- Seorang Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo diduga mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke sungai Bengawan Solo pada Selasa (1/7/2025)
Dugaan kuat korban melakukan bunuh diri diperkuat dengan temuan sepeda motor dan catatan harian yang ditinggalkan di lokasi. Dan informasi dari teman korban, bahwa korban sempat melakukan konsultasi ke dosen. Sebelum kejadian korban juga sempat menggugah cerita di Instagramnya terkait layanan konsultasi ke psikolog.
Korban mengakhiri hidupnya karena tekanan yang membuat depresi. Menurut berita beredar karena tidak sanggup menyelesaikan skripsinya. Akhirnya berujung mencari penyelesaian secara pintas dengan mengakhiri hidupnya.
Kejadian itu sudah terjadi dua pekan yang lalu tetapi masih menyisakan keprihatinan. Banyak pihak menyayangkan hal tersebut bisa terjadi pada korban dengan status sebagai mahasiswa. Status pendidikan yang tinggi tidak menjamin seseorang akan berperilaku baik. Banyak juga perilaku menyimpang lain yang dilakukan oleh seseorang meskipun dari latar pendidikan yang tinggi.
Kasus mahasiswa bunuh diri tidak hanya terjadi sekali ini saja, tetapi sebelumnya juga banyak menimpa mahasiswa di perguruan tinggi lain. Hal ini mengisyaratkan bahwa dunia pendidikan sedang bermasalah. Banyak tekanan hidup yang menghimpit mahasiswa sehingga mudah memutuskan untuk menghilangkan nyawanya sendiri.
Salah satu pendorongnya yaitu mengalami krisis jati diri sebagai seorang muslim. Mereka tidak tahu tujuan hidup seorang muslim di dunia ini. Gaya hidup hedonis dan permisif juga ikut menyumbang kasus yang serupa. Apalagi hidup di sistem sekuler kapitalis yang semua berorientasi hanya pada pencapaian materi saja. Menganggap keberhasilan dan kesuksesan hanya pada pencapaian materi saja.
Pendidikan yang tinggi seharusnya bisa mencetak generasi yang unggul tetapi sekarang kenyataannya berbeda. Pendidikan yang tinggi tidak menjamin seseorang akan berkepribadian yang baik. Wajar jika itu terjadi karena sistem pendidikan yang digunakan sistem pendidikan sekuler.
Sekuler yaitu memisahkan kehidupan dari agama. Dengan kata lain bahwa sistem pendidikan sekuler memisahkan pendidikan dari agama. Maka wajar jika output yang dihasilkan jauh dari ajaran agama. Bahkan saat seseorang mengalami tekanan dalam hidup banyak yang memilih jalan pintas sebagai solusi.
Berbeda dengan Islam, pendidikan dalam Islam bertumpu pada Aqidah Islam. Tsaqofah Islam akan menguatkan Aqidah Islam. Hal itu akan membentuk kepribadian sesuai dengan syaksiyah Islamiyah yaitu pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) sesuai dengan syariat Islam.
Seorang muslim sadar bahwa setiap perbuatan yang ia lakukan akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah.
"Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggunga jawaban."
Dan seorang muslim tidak akan mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan masalah. Setiap kejadian yang menimpa manusia sudah menjadi ketetapan Allah. Mengembalikan semua permasalahan hidup pada Sang Khalik, Allah azza wa zalla.
Perilaku mengakhiri hidup dalam Islam sesuatu yang yang dilarang oleh Allah SWT. Dan berdosa jika dilakukan. Hal itu merupakan berputus asa dari Rahmad Allah SWT.
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisa 29).
Dan Rasulullah bersabda,
"Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula." (HR Bukhari dan Muslim).
Aqidah Islam (keimanan) diibaratkan seperti pohon. Akar yang kuat menghujam ke tanah akan menghasilkan pohon yang kokoh. Saat akar rapuh tidak akan bisa tumbuh subur apalagi berbuah. Allah memberi perumpamaan aqidah seperti pohon dalam Al-Qur'an,
"Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Pohon) Itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim 24-25).
Klaten, 18 Juli 2025.