Menyoal Kesejahteraan Guru di Sistem Rusak

 


Oleh: Deni Marliani, S.Pd (Pegiat Literasi)


Kesejahteraan guru menjadi salah satu isu krusial dalam dunia pendidikan mengingat jumlah guru di Indonesia memang cukup banyak. Selain banyaknya jumlah guru, kesejahteraan guru perlu diperhatikan karena profesi mereka punya peran penting untuk mencerdasakan anak bangsa. Kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan di Banten.

Dilansir dari SwaraBanten.Com (24/6/2025), tunjangan tambahan (Tuta) guru dicoret dari APBD 2025 Banten (2025/06/24). Akibatnya selama enam bulan, tunjangan tambahan kepada ribuan guru sebagai tulang punggung pendidikan di daerah tersebut belum dibayarkan. Kabar ini membuat banyak guru merasa terancam hidupnya. 

Sementara itu, para guru yang mendapatkan tugas tambahan atau Tuta namun tidak mendapatkan honor Tuta menyatakan siap menggelar aksi demonstrasi menuntut hak mereka. Pasalnya, sudah enam bulan sejak Januari 2025 honor Tuta mereka tidak dibayarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Dindikbud Provinsi Banten.  Bahkan, ada informasi bahwa anggaran tuta memang tidak dianggarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten. 

Branding dan framing guru memang sangat buruk di negeri ini. Bukan buruk sebagai teladan, akan tetapi buruk sebagai profesi yang ideal untuk menghadapi banyak himpitan ekonomi. 

Hari ini, kesejahteraan guru masih menjadi PR bagi pemerintah daerah dan pusat. Pemenuhan kesejahteraan tentu membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah. Penggajian guru erat dengan ketersediaan sumber dana negara. Pemerintah dinilai masih setengah hati dalam membangun sistem pendidikan nasional termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik, guru dan dosen, maupun pemenuhan minimal 20 persen anggaran pendidikan dalam APBN dan APBD di daerah-daerah. 

Kesejahteraan guru masih menjadi sorotan di Indonesia. Kesejahteraan guru yang dinilai belum sepadan ini mengurangi minat menjadi guru di Indonesia. Lantas berapa gaji guru yang ideal? Menurut Anggota Komisi X DPR RI Juliyatmono dalam Kunjungan Kerja Komisi X ke Jambi, Kamis (8/5/2025) gaji guru standarnya harus Rp 25 juta per bulan.  Politisi Fraksi Partai Golkar ini menambahkan alokasi anggaran pendidikan yang saat ini mencapai 20 persen dari APBN belum sepenuhnya efektif menjangkau kebutuhan fundamental seperti peningkatan kesejahteraan guru.


 Kapitalisme Biang Kerusakan 

Sayangnya kebijakan ini lahir karena guru dianggap sama seperti profesi lainnya, sekadar sebagai pekerja. Di sisi lain, negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan, namun juga menyerahkan kepada pihak swasta. Belum lagi sistem keuangan dalam sistem Kapitalis yang banyak menggantungkan kepada utang, sehingga gaji besar dirasakan membebani negara. Padahal dalam sistem Kapitalis, pendidikan dipandang sebagai komoditas. Hal ini berdampak pada minimnya perhatian terhadap kesejahteraan guru, terutama guru honorer. Mereka sering kali menerima gaji jauh di bawah standar layak. 

Beberapa laporan menyebutkan gaji guru honorer di Indonesia hanya berkisar Rp300.000 hingga Rp500.000 per bulan, jumlah yang tidak mencukupi untuk kebutuhan dasar hidup mereka. Di sisi lain, biaya hidup terus meningkat akibat inflasi dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat.

Minimnya perhatian terhadap kesejahteraan guru juga tercermin dari kurangnya fasilitas pendidikan. Banyak guru harus mengajar di sekolah dengan infrastruktur yang buruk, bahan ajar yang terbatas, dan beban administrasi yang berlebihan. Kondisi ini menciptakan tekanan tambahan yang mengurangi fokus mereka pada tugas utama yaitu mendidik.

Selain itu, guru dalam sistem Kapitalis saat ini juga dihadapkan dengan kurikulum yang membingungkan. Setiap tahun kurikulum terus berubah. Alhasil, tak heran jika guru selalu dibuat dilematis dan menjauhkan anak dari perilaku utama. Diperparah lagi, tekanan hidup yang tinggi serta tuntutan dan ekspektasi dari orang tua dan masyarakat terutama jika hasil belajar siswa tidak memuaskan. 

Dalam Sistem Kapitalis, pendidikan lebih sering diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar ketimbang membangun generasi berakhlak mulia. Hal ini menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis, di mana guru hanyalah roda kecil dalam mesin besar. Investasi besar diarahkan pada infrastruktur modern atau teknologi pendidikan, tetapi kesejahteraan tenaga pendidik sering diabaikan.


 Islam Solusinya 

Berbeda dengan kapitalisme, sistem Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara. Dalam sejarah peradaban Islam, guru mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat. Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, memberikan gaji tinggi kepada guru yang setara dengan 15 dinar (sekitar 29 juta rupiah dengan kurs saat ini). Selain itu, negara juga menyediakan fasilitas pendidikan seperti perpustakaan, ruang belajar, dan bahan ajar yang memadai.

Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi semua rakyat. Guru adalah sosok yang harus dihormati dan dimuliakan, serta mendapatkan penghidupan yang layak, baik dari segi gaji, fasilitas, maupun perlindungan sosial. Selain itu, sumber daya alam seperti tanah, air, dan tambang dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, termasuk dalam pembiayaan pendidikan. Dengan demikian, rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang gratis, berkualitas, dan merata. Guru pun dimuliakan. 

Pada masa Khalifah Al-Ma'mun dalam Daulah Abbasiyah, guru dibayar dengan emas sesuai dengan bidang keahliannya. Al-Ma'mun (716-833 M) merupakan khalifah ke-5 dari Dinasti Abbasiyah yang mendirikan lembaga pendidikan Baitul Hikmah. Gaji guru pada masa itu dibayar berkisar antara 500-1.000 dinar per bulan, bahkan ada yang mencapai 1.000-2.000 dinar emas per bulan, tergantung pada tingkat keilmuannya.

Ketika guru tidak dimuliakan, maka peradaban akan hancur. Sebab, pendidikan adalah alat utama dalam membangun peradaban. Betapa banyak kasus pelecehan dan penganiayaan terhadap guru dalam sistem kapitalisme saat ini. Kegagalan sistem yang ada dalam melindungi guru menjadi bukti bahwa sistem tersebut tidak berfungsi dengan baik. 

Dalam Islam, pendidikan sangat penting untuk melahirkan generasi yang siap menyongsong peradaban dunia Islam. Selama sistem Kapitalis masih diadopsi, pendidikan tidak akan pernah maju. Namun, ketika sistem Islam diterapkan, kecerdasan akan muncul dan berkembang, sebagaimana yang telah tercatat dalam sejarah.  Wallahu’alam bishowab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel