Putus State Capture Dengan Penerapan Syariat Islam
Oleh Nia Suniangsih
Terungkapnyanya kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO), yang melibatkan oknum pejabat tinggi dan perusahaan besar di Indonesia merupakan contoh nyata dari fenomena state capture, di mana kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah, mengatur regulasi, dan mengendalikan proses pengambilan keputusan untuk kepentingan mereka sendiri.
Fenomena ini dibenarkan oleh pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto di Forum Ekonomi Internasional The 28th St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF 2025) pada Jumat (20/6/2025 ).
Presiden Prabowo Subianto menyebut ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Prabowo bilang, bahaya itu adalah state capture (kumparan news, 20 juni 2025).
State capture merupakan fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari sistem politik demokrasi kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini. Dalam sistem ini, kekuasaan politik seringkali dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan kekuasaan, sehingga memungkinkan terjadinya praktik-praktik yang tidak sehat.
Dalam kontestasi politik, penguasa membutuhkan modal besar untuk memenangkan pemilihan dan mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu, mereka seringkali bergantung pada pendanaan dari pengusaha, yang tentu saja mengharapkan imbalan dalam bentuk kebijakan yang menguntungkan mereka.
Hal ini menciptakan lingkaran setan, di mana pengusaha memberikan dana kepada penguasa untuk memenangkan kontestasi, dan sebagai imbalannya, penguasa memberikan kebijakan yang menguntungkan pengusaha tersebut. Praktik ini dikenal sebagai politik transaksional, yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas dan menghambat pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam sistem ini, tujuan utama adalah mencapai kekuasaan dan keuntungan ekonomi, tanpa memperdulikan etika dan moral. Oleh karena itu, state capture menjadi fenomena yang sulit dihindari, dan dunia menjadi panggung bagi para penguasa dan pengusaha untuk mencapai tujuan mereka dengan cara apa pun.
Jadi, jika kita berharap sistem kapitalisme-sekuler saat ini dapat menuntaskan state capture, itu ibarat 'jauh panggang dari api'. Sebab, tindakan korupsi dan kolusi seringkali merupakan hasil dari kurangnya idealisme hidup yang benar. Hal ini disebabkan oleh pendidikan individu yang tidak terdidik dengan nilai-nilai integritas. Pendidikan hanya di pandang sebagai formalitas untuk mendapatkan gelar atau nilai akademis saja.
Belum lagi dalam sistem kapitalis sekuler, pejabat yang terpilih karena hasil nepotisme atau dengan proses yang tidak benar maka akan menghasilkan pejabat yang juga mencari keuntungan dari jabatannya, bukan lagi menjalankan tugasnya.
Penegakan hukum di negeri ini juga dinilai lemah, karena sering kali hukuman bagi pelaku korupsi dan kolusi diperingan, bahkan kondisi penjara yang nyaman tidak membuat mereka jera untuk melakukan kejahatan serupa. Oleh karena itu, kita perlu membangun sistem yang berbasis pada nilai-nilai integritas dan menanamkan idealisme hidup yang benar dalam diri setiap individu. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip akidah Islam ,baik dalam level individu bahkan sampai negara.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip akidah Islam maka mendorong setiap individu dalam ketaatan terhadap hukum syara karena sadar setiap tindakannya akan diminta pertanggungjawaban baik didunia maupun diakhirat. Hal ini melahirkan seorang pejabat yang amanah.
Dan asas Islam jika dijadikan landasan kehidupan maka membentuk lingkungan masyarakat yang mengontrol pejabat jika terjadi penyalahgunaan wewenang, karena dalam Islam tindakan korupsi kolusi dan suap menyuap termasuk dosa besar, dan termasuk kepada perbuatan pengkhianatan. Bahkan Rasulullah mengancamnya sebagaimana sabdanya:
"Allah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantara antara keduanya" (HR. Ahmad).
Dan negara yang menerapkan Islam secara kaffah maka akan diterapkan Sanksi yang adil dan transparan maka pelaku kejahatan akan mendapatkan hukuman yang setimpal sehingga menimbulkan efek jera bahkan menjadi pencegah bagi yang lain untuk melakukan tindakan korupsi dan kolusi. Dengan begitu, kasus korupsi di negeri ini bisa ditekan seminimal mungkin karena aspek-aspek yang menyebabkan korupsi, seperti pendidikan individu dan lemahnya penegakan hukum, nepotisme, dan kurangnya integritas, dapat diatasi dengan efektif melalui reformasi sistem yang komprehensif dan penegakan hukum yang tegas, yaitu dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Dengan penerapan syariat Islam yang komprehensif dan konsisten dalam sistem pemerintahan dan kehidupan masyarakat, tidak akan ada ruang bagi praktik state capture, korupsi, dan penyalahgunaan dana atau pembiayaan negara, sehingga dana dan pembiayaan yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat tidak akan bocor atau diselewengkan, dan ini akan menciptakan kemaslahatan yang besar bagi rakyat, seperti meningkatnya kualitas hidup, terpenuhinya kebutuhan dasar, dan terjaminnya keadilan dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
Wallahu'alam bisshawab