PELATIHAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK SEMUA GURU, CUKUPKAH SEBAGAI SOLUSI?
Oleh: Inge Oktavia Nordiani
Dinas pendidikan kabupaten Sumenep membuat formula baru transformasi pendidikan dengan tujuan menjadikan segenap guru tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pembimbing sosial-emosional murid. Hal ini dibungkus dengan agenda pelatihan bimbingan dan konseling bagi guru SD dan SMP se-kabupaten Sumenep selama 3 hari mulai 11 sampai 13 Juni 2025, di kedai HK Sumenep. Adapun narasumber yang mengisi adalah seorang profesional yang tergabung dalam persatuan guru Republik Indonesia (PGRI) kabupaten Sumenep dan fasilitator internal dinas pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, Agus Dwi Saputra S.Sos., M. Si berargumen bahwa dunia pendidikan hari ini tidak bisa hanya sekedar fokus aspek kognitif. Sosok guru harus hadir sebagai pendamping menyeluruh bagi murid termasuk dalam membangun ketangguhan mental dan karakter (Java network, 11 Juni 2025).
Formula baru dari pemerintah kabupaten Sumenep ini patut diapresiasi demi kemajuan pendidikan khususnya di Sumenep. Secara fakta memang masih banyak guru yang hanya menjadi pengajar bukan pendidik sehingga datang ke sekolah yang penting masuk kelas dan transfer ilmu. Sementara kondisi siswa secara emosional dan sosial kadang terabaikan atau merasa itu hanya menjadi tugas wali kelas dan guru BK. Inilah kondisi sikap pragmatis yang menjangkiti para guru. Padahal kondisi murid hari ini sangat kompleks. Belum lagi hari ini muncul kasus-kasus guru mencederai fitrah generasi. Fatal dan sangat ironi. Hal ini terjadi hampir merata di wilayah Indonesia mulai dari kasus kekerasan fisik hingga pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru. Maka muncul sebuah pertanyaan cukupkah guru hanya diberikan pelatihan bimbingan dan konseling?
Sungguh pelatihan bimbingan dan konseling saja tidaklah cukup. Dibutuhkan hal lain sebagai penyempurna. Sejatinya guru harus menjadi teladan sebab melekat pada dirinya guru itu di gugu dan ditiru. Maka dibutuhkan formula yang utuh untuk membentuk guru menjadi sebenar-benarnya panutan. Seorang guru wajib memiliki integritas. Sebelum guru mengupayakan terbentuknya kepribadian murid maka terlebih dahulu guru harus memiliki kepribadian. Kepribadian ini meliputi bagaimana cara berpikir dan bertindak. Namun kepribadian bukan hanya sebagai lip service melainkan harus ditemukan hal yang mendasar yang membentuk kepribadian. Misalnya apa yang membuat seseorang itu benar-benar bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang guru? Maka dengan ketaatan kepada sang pencipta tampaknya menjadi modal nomor wahid bagi kokohnya kepribadian seseorang yang akan berimbas pada tindakannya. Oleh karena itu segenap guru harus kembali pada pembentukan kepribadian diajarkan dalam agama.