Rapuhnya Persatuan Musuh Islam
Oleh: Sarah Fauziah Hartono
Fakta mencengangkan datang dari hubungan Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Zionis Benjamin Netanyahu. Trump dilaporkan memutus hubungan dengan Netanyahu karena Ia merasa telah direndahkan dan dimanipulasi. Kekecewaan Trump juga mencuat akibat kegagalan Netanyahu untuk memberikan rencana konkret mengenai Iran, Houthi Yaman, dan khususnya Gaza (tempo.co, 09/05/2025).
Perselisihan ini menggambarkan realitas bahwa meskipun mereka bersatu dalam memusuhi Islam, namun ikatan mereka sebenarnya hanya didasarkan pada kepentingan sempit masing-masing.
Fenomena ini menguatkan firman Allah dalam Al-Hasyr ayat 14: “Persatuan mereka hanyalah di balik tembok yang kokoh. Permusuhan di antara mereka sangat keras. Engkau mengira mereka bersatu, padahal hati mereka berpecah belah.”
Inilah gambaran akurat dari koalisi musuh-musuh Islam dalam sistem kapitalisme yang sarat kepentingan individu dan kekuasaan semata.
Kapitalisme menjadikan keuntungan materi sebagai standar, sehingga persatuan antarnegara pun rapuh dan bersifat transaksional. Tidak ada ikatan ideologis yang kokoh, apalagi nilai kemanusiaan yang tulus.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam mempersatukan umat dalam satu akidah yang mengikat kuat. Ketika umat Islam menjadikan akidah Islam sebagai dasar perjuangan, mereka akan memiliki kekuatan besar.
Sejarah telah membuktikan betapa umat yang bersatu di bawah kepemimpinan Rasulullah dan para khalifah berikutnya mampu menaklukkan kekuatan besar dunia saat itu.
Solusi Islam adalah membangun kesadaran umat melalui dakwah ideologis yang dipimpin jamaah yang tulus. Ketika umat bersatu kembali dalam naungan khilafah, akan tegak kepemimpinan global yang adil, melindungi kaum Muslimin, serta mampu menghadapi musuh-musuh Islam dan membebaskan Palestina dengan jihad yang ter-organisir dan sah.