Gaza dan Luka Tanpa Akhir, Saatnya Umat Kembali ke Jalan Kemenangan
Oleh: Arista Indriani
Gaza masih terus bergelut dalam derita yang tak kunjung reda. Serangan demi serangan terus dilancarkan, dan kini bahkan menargetkan mereka yang paling lemah—anak-anak yang hanya berharap bisa mendapat bantuan kemanusiaan. Baru-baru ini, sepuluh anak di Gaza dilaporkan menjadi korban saat mengantre di sebuah klinik. Kejadian ini menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan yang berlangsung di wilayah yang terkepung itu.
Namun apa yang terjadi tidak sekadar agresi militer. Berbagai laporan menunjukkan bahwa Gaza kini bukan hanya medan pertempuran, tetapi juga diduga menjadi ajang eksperimen kekuatan dan kecanggihan teknologi militer. Dengan pembatasan masuknya bantuan makanan dan medis, serta serangan terhadap titik-titik distribusi bantuan, upaya pemusnahan perlahan tampak dijalankan secara sistematis.
Di sisi lain, ketika komunitas internasional mulai menunjukkan suara kritis, seperti yang dilakukan oleh Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese yang mengungkap dugaan keterlibatan sejumlah perusahaan teknologi besar dalam operasi militer Israel, langkah yang muncul justru sebaliknya. Sang pelapor dikenai sanksi oleh pemerintah Amerika Serikat, alih-alih mendapat dukungan atas keberaniannya mengungkap kebenaran. Hal ini memperlihatkan ketimpangan yang dalam dalam sistem global hari ini, di mana keadilan seringkali dikalahkan oleh kepentingan politik dan ekonomi.
Lebih menyedihkan lagi, adalah minimnya respons serius dari pemimpin-pemimpin negara-negara Muslim. Alih-alih mengambil langkah tegas, sebagian justru terlihat menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan entitas yang melakukan kekerasan itu. Realitas ini menyesakkan, sekaligus membuka mata kita bahwa penyelesaian yang hakiki atas penderitaan Gaza tidak bisa bertumpu pada sistem global yang ada saat ini.
Banyak pihak bersuara lantang mengkritik agresi yang terjadi. Namun kritik tanpa solusi bukanlah jawaban. Umat Islam, sebagai satu tubuh yang terikat oleh akidah, harus mulai membangun kesadaran kolektif bahwa solusi sejati bagi Palestina adalah hadirnya kekuatan yang mampu melindungi kehormatan dan darah umat. Solusi ini tidak bisa berdiri di atas sistem yang telah terbukti gagal menjaga keadilan, melainkan harus berakar pada ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Umat Islam perlu merajut kesatuan visi dan arah perjuangan. Jalan dakwah yang ditempuh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam membangun kekuatan politik Islam menjadi satu-satunya thariqah yang terbukti berhasil dalam sejarah. Inilah jalan yang akan membawa kepada kekuatan hakiki, bukan hanya untuk membela Palestina, tetapi untuk menjaga martabat umat di seluruh dunia.
Dalam upaya ini, para pengemban dakwah memiliki tanggung jawab besar. Mereka harus istiqamah, menghindari jebakan jalur-jalur yang tampak menjanjikan namun tidak menghantarkan pada perubahan sistemik, seperti jalur demokrasi liberal atau mobilisasi emosi sesaat tanpa arah yang jelas. Kesadaran umat harus terus dibangun di atas fondasi ilmu, keimanan, dan pemahaman politik yang benar.
Perlu disadari pula bahwa perjuangan ini bukan perjuangan satu kelompok atau satu bangsa, tetapi perjuangan seluruh umat. Maka, bahasa yang digunakan dalam membangun kesadaran haruslah bahasa yang menyatukan, bukan memecah; bahasa yang menghidupkan harapan, bukan menebar pesimisme. Perbedaan pandangan tak boleh menghalangi arah besar perjuangan: tegaknya keadilan dan terlindunginya darah kaum tertindas.
Sudah cukup panjang penderitaan Gaza menjadi bahan kecaman global tanpa tindakan nyata. Sudah saatnya umat Islam bersatu, menapaki jalan dakwah yang lurus, membangun kekuatan sejati yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Inilah saatnya umat kembali kepada jalan kemenangan sejati, demi membebaskan Gaza dan seluruh wilayah Muslim yang tertindas.
Dan kemenangan itu, insya Allah, akan datang bersama kesadaran dan kesatuan umat. Aamiin ya rabbal ‘Alaamiiin