Sekolah Rakyat, Apakah Solusi Tepat Mengentaskan Kemiskinan?
Oleh : Sugiyanti Rahmawati
Setelah program MBG atau makan bergizi gratis bagi para siswa siswi, akhir-akhir ini dunia pendidikan di Indonesia kembali dihebohkan dengan salah satu program Presiden Prabowo Subianto, yaitu Sekolah Rakyat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sekolah Rakyat (SR) mengacu pada sekolah dasar yang diselenggarakan pada masa penjajahan Belanda, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan dasar bagi rakyat jelata. Istilah ini juga dapat merujuk pada program pendidikan yang lebih umum yang ditujukan untuk masyarakat luas, terutama mereka yang membutuhkan akses pendidikan yang lebih baik.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Kemensos) Robben Rico menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat bukan Program Kemensos, melainkan program dari Presiden Prabowo Subianto yang diamanahkan kepada Kementerian Sosial melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025. (Kompas, 21/07/2025). Sebanyak 63 Sekolah Rakyat telah dibuka, tersisa 37 Sekolah Rakyat akan dibuka pada akhir Juli atau awal Agustus 2025. (Kompas, 21/07/2025).
Upaya-upaya pemerintah menurunkan angka kemiskinan dan angka putus sekolah tidak berjalan mulus sebab banyak problem di daerah ketika akan direalisasikan Sekolah Rakyat ini, misalnya terkait tempat-tempat yang akan dijadikan lokasi untuk Sekolah Rakyat, tidak adanya ketersediaan lahan untuk mendirikan bangunan bagi Sekolah Rakyat, siswa yang kabur dari asrama karena tidak betah tinggal di asrama Sekolah Rakyat. Pada Tahun ajaran baru 2025/2026, Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A di Pajajaran Bandung, menghadapi masalah yang cukup serius, pasalnya ruang kelas pada sekolah ini berkurang dari empat ruang kelas menjadi tiga ruangan kelas, karena dipakai untuk Sekolah Rakyat sehingga mengganggu proses belajar mengajar.(Pikiran Rakyat, 20/07/2025).
Terlihat begitu jelas, program Sekolah Rakyat ini terkesan terburu-buru tanpa mempertimbangkan tempat dan kesiapan mental para siswa-siswi ketika ditempatkan di asrama, karena terbukti ada siswa yang kabur saat berada di asrama. Adanya Sekolah Rakyat (SR) ini bukan solusi untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di Indonesia serta angka putus sekolah yang tinggi. Kemiskinan yang terjadi saat ini adalah kemiskinan terstruktur. Kemiskinan yang terjadi karena masyarakat tidak bisa memanfaatkan sumber daya yang ada, keterbatasan akses serta ketidakadilan dalam pendistribusian sumber daya. Kemiskinan ekstrem juga akibat banyaknya pengangguran dan hal ini tidak bisa diselesaikan dengan program Sekolah Rakyat karena sejatinya masalahnya ada pada lapangan pekerjaan yang sulit didapatkan serta tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Alhasil, keberadaan Sekolah Rakyat tidak menyentuh akar masalah yang sebenarnya.
Sejatinya, akar permasalahan terletak pada penerapan sistem kapitalisme sekularisme, di mana negara hanya sebagai regulator saja. Negara tidak mengurusi rakyat dalam semua lini, baik dalam pendidikan atau bidang lainnya.
Kondisi tersebut sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadikan pendidikan dengan kualitas terbaik berada dalam tanggung jawab negara. Semua rakyat, baik miskin ataupun kaya, pada semua jenjang pendidikan, pembiayaannya ditanggung penuh oleh negara. Negara Islam memiliki sumber dana yang mumpuni. Negara juga menjamin kesejahteraan dan juga lapangan kerja karena negara dalam Islam adalah ra’in (pelayan urusan masyarakat) dan junnah (pelindung masyarakat). Inilah mekanisme sistem Islam dalam mengentaskan kemiskinan. Sejarah pun telah membuktikan, di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, semua penduduk negeri sejahtera, tidak ditemukan satu pun warga yang miskin. Semua ini terwujud karena negara menerapkan syariat Islam secara kafah dalam mengurusi kehidupan.