Kapitalisme Melahirkan Politik Transaksional

 


Oleh: Qomariah (Aktivis Muslimah)


Sungguh, ironi yang menyayat hati.dalam sistem politik demokrasi. betapa tidak, pejabat yang memiliki harta melimpah pun malah melakukan kenaikan gaji di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpukul, besaran pendapatan hal tersebut benar-benar menyakiti perasaan rakyat.

Anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) mendapatkan tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan, sehingga total gaji dan tunjangan mereka menjadi lebih dari Rp 100 juta per bulan. Di tengah berbagai gejolak ekonomi yang dihadapi saat ini. 

Achmad Nur Hidayat menjelaskan, "kenaikan pendapatan tersebut tidak sensitif kepada kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpukul, sungguh ini menyakiti perasaan masyarakat secara umumnya." Dalam program BeritaSatu (Rabu 20/82025).

Saat ini, masyarakat Tengah dihadapi oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, hingga lonjakan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) di sejumlah daerah di Indonesia.

Bahwa kesenjangan adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme, politik transaksional adalah keniscayaan, karena materi adalah tujuannya. Bahkan merekalah yang menentukan besaran anggaran untuk kepentingan mereka sendiri. Hal tersebut terlihat dari sejumlah pendukungnya yang mulai ditempatkan di jajaran petinggi BUMN. 

Banyak pengamat dan juga aktivis mengkritisi praktik tersebut sebab"politik balas budi"semacam ini hanya akan merongrong kinerja BUMN dan akhirnya merugikan negara. 

Sungguh, sistem politik demokrasi tidak pernah bisa dipisahkan dari politik transaksional sebab itulah yang menjadi "spirit" berjalannya politik ini. Sebab hanya menilai dari manfaat dan materi yang didapat. Berharap agar tidak ada "politik balas budi" atau "bagi-bagi kue politik" dalam sistem demokrasi adalah bagai mimpi di siang bolong tidak akan pernah bisa terealisasi.

Sebab dalam sistem politik demokrasi, menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk mendulang harta dan tahta. Kebanyakan mereka merupakan orang-orang rakus yang tidak akan pernah kenyang mendapatkan harta sebanyak-banyaknya dan tahta setinggi-tingginya. Hati nurani mereka telah tertutupi debu tebal sehingga tidak mampu berempati pada rakyat yang sedang kesusahan. 

Berbeda dengan sistem politik dalam Islam, bahwa Islam menetapkan kekuasaan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Karena kekuasaan itu memiliki dimensi ruhiah yang amat tinggi, sehingga siapapun yang beriman dan bertakwa tidak akan pernah mengejar kekuasaan hanya untuk harta.

Rasulullah SAW bersabda;"sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah SWT, dan yang paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia paling dibenci Allah SWT dan paling jauh tempat duduknya pada hari kiamat adalah pemimpin yang zalim."(HR. Tarmidzi).

Bahwa Islam pun telah mengajarkan suatu urusan harus diserahkan pada seorang yang memiliki dan memahami seluk beluk perusahaan dan berkapasitas, sebagai pemimpin yang jujur dan amanah.

Rasulullah SAW bersabda;"apabila sifat amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat."orang itu bertanya, bagaimana hilangnya amanah itu?"nabi SAW menjawab,"jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat."(HR. Bukhari).

Maka dari itu, sudah saatnya umat beralih kepada sistem politik Islam, dengan pemimpin yang amanah, jujur dan bertanggung jawab, dalam tata kelola aset-aset negara yang sesuai dengan syariat-Nya, bahwa Islam lebih mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan umat.

Insyaallah.

Wallahu a'lam bishawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel