Kenaikan Tunjangan DPR: Ketika wakil Rakyat Lupa Amanah?

 


Oleh: Ayu


Indonesia saat ini dibuat gempar dengan kenaikan Tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang begitu fantastik. Wakil Ketua DPR Adies kadir menegaskan bahwa gaji pokok anggota parlemen tidak ada kenaikan yang signifikan mereka tetap menerima gaji pokok yang katanya  kurang lebih Rp6,5 juta/bulan hampir Rp7 juta. “Ucapnya, seusai rapat paripurna, dikompleks Parlemen, Senayan,Jakarta.(Tempo, 19/8/2025).


Disebutkan juga bahwa tunjangan perumahan mencapai nominal yang tidak sedikit yaitu sebesar Rp50 juta/ bulan, ini dilakukan sebagai bentuk kompensasi terhadap anggota parlemen yang tidak mendapatkan rumah jabatan khususnya yang berasal dari luar daerah untuk tetap memiliki dukungan biaya selama bertugas di jakarta. 

Anggota DPR juga mendapatkan beberapa tunjangan lainnya seperti tunjangan bensin dan beras. Pasalnya untuk tunjangan bensin naik dari Rp5 juta menjadi Rp7 juta per bulan. Sementara itu, tunjangan beras naik dari Rp10 juta menjadi Rp12 juta per bulan.

"Tunjangan-tunjangan beras kami cuma dapat Rp12 juta dan ada kenaikan sedikit dari Rp10 juta kalau tidak salah. Tunjangan-tunjangan lain juga ada kenaikan sedikit-sedikit, bensin itu sekitar Rp7 juta yang tadinya  sekitar Rp4-5 juta sebulan," kata Adies. Dikutip CNN di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Tunjangan DPR kini menjadi polemik dalam negeri seolah-olah begitu krusial. Seharusnya pemerintah lebih sensitif lagi dengan menerima pengajuan dari menteri keuangan Sri Mulyani terhadap kenaikan Tunjangan DPR bukan menyalah gunakan wewenang yang dimiliki, dengan kondisi ekonomi dalam negeri saat ini tidak baik-baik saja. Lapangan pekerjaan yang begitu sulit didapatkan dengan dalih efisiensi anggaran sehingga masyarakat harus merasakan  efek domino dari hal tersebut.

DPR seharusnya lebih sistematis dan terperinci dalam memahami Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)  sehingga program dan kegiatan berupa pembangunan infrastruktur, layanan perkantoran  dan layanan lainnya bisa terealisasikan dengan baik. Begitu pula mengawasi pelaksanaan UU dan kebijakan pemerintah. Selain itu, DPR juga bertugas menyerap dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.  Bukan membuat pernyataan-pernyataan yang malah menyakiti rakyat dengan menaikan tunjangannya. Seharusnya melalui fungsi legislasi, DPR membentuk undang-undang agar mendorong penciptaan lapangan kerja untuk  mendukung pengembangan ekonomi dalam negeri, agar masyarakat merasa terwakilkan dengan adannya wakil Rakyat itu sendiri. 

Namun kenyataannya, sebagian besar kebijakan yang dihasilkan justru lebih condong pada kepentingan kelompok tertentu dibandingkan kepentingan rakyat banyak. Hal ini menimbulkan kesan bahwa DPR belum sepenuhnya menjalankan fungsi representatifnya sebagai wakil rakyat. Padahal, masyarakat menaruh harapan besar agar DPR mampu menjadi jembatan komunikasi antara rakyat dengan pemerintah, sekaligus sebagai pengawas agar setiap kebijakan benar-benar berpihak pada kesejahteraan publik. Jika DPR hanya sibuk mengurus kepentingan pribadi, maka kepercayaan rakyat akan semakin luntur dan legitimasi lembaga ini pun dipertanyakan. 

Kenaikan tunjangan DPR seharusnya dipertimbangkan kembali dengan melihat kondisi masyarakat saat ini, bukan malah disetujui. Inilah cerminan atas kelalaian dalam menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. Pengabaian kondisi rakyat dan sulitnya ekonomi, lapangan pekerjaan yang terbatas dan daya beli masyarakat yang melemah. Ini menjadi bukti kurangnya empati terhadap penderitaan rakyat dalam sistem Kapitalis demokrasi.

Sungguh berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam lembaga negara dan para wakil rakyat sejatinya memikul amanah besar sebagai periayah atau pengurus urusan umat. Secara umum periayah ialah yang mengurusi  menjaga, melindungi, dan menyejahterakan rakyatnya. Tugas ini tidak boleh dicemari kepentingan pribadi, sebab setiap aktivitas kepemimpinan harus berlandaskan pada keimanan. Dengan demikian, kekuasaan tidak dipandang sebagai sarana untuk mengejar keuntungan duniawi, melainkan sebagai amanah mulia untuk menerapkan hukum Allah demi meraih ridha dan jannah-Nya

Dalam Islam, pemimpin (wakil rakyat) wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat, menyediakan lapangan kerja, dan mengelola anggaran negara dengan adil dan transparan. Kekuasaan bukan sarana memperkaya diri, melainkan amanah untuk menerapkan hukum Allah demi ridha-Nya.

Tujuan ukhrawi inilah yang akan menjaga seorang pemimpin dari kezhaliman, kesewenang-wenangan, dan penyalahgunaan wewenang.

Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari)


Wallahu'alama bishawab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel