Palestina Hanya Merdeka dengan Jihad, Bukan Solusi Dua Negara

 




Oleh Hafizatul Dwi Maulida, S.Pd.


Genosida di Gaza telah berlangsung hampir dua tahun lamanya dan menelan banyak korban jiwa. Infrastruktur hancur, bahan makanan diboikot, dan penderitaan rakyat kian bertambah. Semua itu dilakukan oleh Zionis Israel dengan dalih memerangi kelompok Hamas, padahal pada kenyataannya warga sipil menjadi sasaran utama. Pembantaian terhadap warga Gaza sebenarnya telah terjadi sejak lama, tetapi baru tahun ini dunia tampak mulai membuka mata terhadap penderitaan tersebut hingga menjadi isu internasional.

Dunia pun menaruh simpati dan berusaha mencari solusi atas konflik yang telah terjadi sejak lama antara dua pihak yang berseteru. Akhirnya, muncullah gagasan “Solusi Dua Negara”, yaitu pembentukan dua negara merdeka: Palestina dan Israel.

Indonesia termasuk pihak yang mendukung gagasan tersebut. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah tiga kali secara eksplisit membahas two-state solution (solusi dua negara) terkait konflik Israel–Palestina. Ia menegaskan bahwa posisi diplomatik Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina sebagai syarat utama perdamaian, sambil menawarkan pengakuan terhadap Israel apabila Palestina diakui sebagai negara berdaulat.

Solusi dua negara ini telah digaungkan Prabowo sejak menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia (periode 2019–2024) hingga kini sebagai Presiden. Two-State Solution atau Solusi Dua Negara merupakan usulan penyelesaian konflik Israel–Palestina yang bertujuan membentuk dua negara merdeka: satu untuk Israel dan satu untuk Palestina (Tribunnews.com, 23 September 2025).

Tercetusnya solusi dua negara tidak terlepas dari kondisi Gaza yang semakin memburuk, di mana suara ledakan bom terdengar setiap menit, menandakan situasi antara hidup dan mati bagi penduduknya. Tindakan brutal Zionis dilakukan untuk mengusir warga Gaza dari tanah Palestina. Sementara itu, tidak ada satu pun negara di dunia yang mengambil langkah nyata untuk mengirim pasukan militer guna mengusir Zionis Yahudi Israel. Tekanan dari negara adidaya, Amerika Serikat, membuat negara-negara lain hanya berani mengecam tanpa tindakan nyata, dan akhirnya banyak yang mendukung solusi dua negara tersebut. Dukungan terhadap solusi ini mencerminkan lemahnya posisi negeri-negeri Muslim yang tidak lagi berdiri membela Palestina, melainkan memilih bersikap netral tanpa berpihak kepada salah satu pihak.

Amerika Serikat, sebagai pihak yang mengklaim diri sebagai penengah antara Gaza dan Israel, justru menunjukkan keberpihakan terhadap Yahudi Israel dalam upaya penguasaan Gaza. Solusi dua negara merupakan bentuk keputusasaan menghadapi Hamas yang tetap teguh memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan menolak meninggalkan tanah air mereka. Maka, diusulkanlah pembagian wilayah Palestina menjadi dua bagian: satu untuk rakyat Palestina, satu untuk Yahudi Israel.

Solusi ini disambut baik oleh sejumlah negara lain karena tekanan dari masyarakatnya yang mendesak pemerintah untuk menunjukkan dukungan terhadap Gaza. Selama ini, banyak negara terbelenggu oleh paham nasionalisme yang hanya memprioritaskan kepentingan sendiri tanpa mau melibatkan diri dalam urusan lintas batas. Namun, solusi dua negara sejatinya tidak menguntungkan rakyat Gaza. Gagasan itu sama saja dengan memberikan sebagian tanah kepada Yahudi Israel, padahal rakyat Gaza telah berjuang mempertahankan wilayahnya. Lebih dari itu, Palestina adalah tanah kaum Muslim yang haram diserahkan kepada pihak lain.

Dari dua pihak yang disebut dalam solusi dua negara, pihak yang paling diuntungkan jelas Zionis Israel. Tujuan mereka untuk menguasai Palestina tercapai, dan walaupun hanya sebagian wilayah, hal itu memudahkan mereka mengusir warga Gaza karena telah memiliki pijakan di tanah tersebut. Menyetujui solusi dua negara sama saja dengan membiarkan perampok menguasai harta rampasannya. Sebab, pemilik sah wilayah tersebut adalah bangsa Palestina, sementara Yahudi Israel datang sebagai perampas. Maka, sungguh mengherankan apabila masih ada pihak yang menyetujui solusi tersebut.

Dengan sistem sekuler-kapitalis yang diterapkan dunia saat ini, terbukti bahwa dunia tidak berpihak kepada Palestina. Wajar apabila solusi yang diberikan tidak pernah menguntungkan rakyat Palestina. Mengakui kemerdekaan Palestina melalui sistem yang ada sama saja dengan melegitimasi pencaplokan wilayah oleh Yahudi Israel. Mengharapkan kemerdekaan Palestina melalui sistem sekarang hanyalah ilusi, karena pada kenyataannya Gaza masih belum terbebas dari penjajahan etnis Yahudi. Keberadaan mereka di Gaza menjadikan kebebasan semakin jauh dari harapan.

Satu-satunya solusi tuntas untuk membebaskan Gaza adalah dengan mengirimkan kekuatan militer untuk melawan Yahudi Israel. Sebab, kekuatan militer hanya dapat dihadapi dengan kekuatan militer, bukan dengan diskusi. Pembebasan Palestina hanya dapat dicapai melalui jihad, karena Palestina adalah negeri pilihan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan keberkahan atas tanah Palestina, yang juga merupakan bagian dari wilayah Syam. Keberkahan itu dapat ditelusuri, antara lain karena Syam menjadi tempat hijrah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, tempat singgah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat peristiwa Isra dan Mi’raj, serta tempat berdakwah para nabi yang membawa misi tauhid. Di tanah itu pula berdiri Masjidil Aqsha yang penuh berkah.

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra [17]: 1)

Oleh karena itu, kaum Muslim harus bersatu padu memperjuangkan penegakan syariat Islam secara kaffah, agar Palestina benar-benar merdeka secara de facto, bukan sekadar pengakuan semata.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel