SDGs: Antara Harapan Global dan Jalan Terang Islam Kaffah
Oleh: Aisha Besima (Aktivis Muslimah Kalsel)
Dunia tengah berlomba mengejar mimpi besar yang dikemas rapi dalam bingkai Sustainable Development Goals (SDGs). Salah satu agenda global yang diadopsi oleh PBB mulai tahun 2015 Islam. Jargon yang digembar gemborkan menjadi peta jalan untuk menuju kesejahteraan manusia. Namun, siapa sangka dibelakang jargon kemanusiaan dan keberlanjutan, ada tanda tanya besar. Apakah benar SDGs lahir untuk kemaslahatan, kepentingan dan kesejahteraan Umat, atau ada agenda terselubung di balik proyek raksasa bernama pembangunan berkelanjutan?
Pada tahun 2025 saja banyak data menunjukkan berbagai proyek SDGs di Indonesia terus digencarkan. Pemerintah baru-baru ini telah meluncurkan program “Green Economy Roadmap” dan investasi besar-besaran di sektor energi terbarukan. Agenda ini disambut positif karena dianggap sebagai langkah strategis menuju pembangunan hijau. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran atas dominasi asing dalam pendanaan dan arah kebijakan yang terlalu condong pada model kapitalisme global. (Sumber: Kompas, 4 Oktober 2025; Katadata, 2025).
Proyek raksasa SDGs ini, jika ditilik lebih mendalam, tenyata bukan sekedar tentang penurunan angka kemiskinan saja, atau mengenai kelestarian lingkungan saja. Namun dibalik semua itu, ada kontruksi ideologi sekuler -kapitalistik yang menjadikan manusia dan keuntungan materi sebagai pusat dari berbagai kebijakan yang diambil.
SDGs yang didalamnya juga mengusung narasi "pembangunan inklusif", tetapi dalam pelaksanaannya tetap bergantung pada sistem ekonomi yang bertumpu pada investasi, utang luar negeri, dan berbagai regulasi pasar bebas. Inilah gambaran jelasnya hingga negara berkembang, salah satunya Indonesia berada pada suborinat-terjebaj dalam jeratan keretegantungan global.
Dalam kehidupan kita hari ini, yang diatur dalam sistem sekuler kapitalisme selalu memandang bahwasanya pembangunan hanya sebatas pertumbuhan ekonomi belakang, bukan untuk kemaslahatan manusia secara real. Maka, tidak heran jika proyek SDGs sering kali sebagai jalan lahirnya ketimpangan yang disetting. Masyarakat kecil terus menerus dipinggirkan, dilain sisi para korporasi besar meraup untung dari proyek hijau dan investasi infrastruktur tersebut.
Pemerintah juga sering kali terjebak dalam perannya sebagai perpanjangan tangan agenda global, bukan pengatur kebijakan publik yang mandiri. Disini sangat jelas letak masalah mendasar, pembangunan yang dijalankan tanpa fondasi ideologis yang kokoh, serta rapuh, jauh dari nilai Illahiyah. Inilah gambaran jelas bobroknya sistem sekuler kapitalisme, pemerintah hanya menguntungkan para korporasi,dan jauh panggang dari api untuk mensejahterakan rakyatnya. Jelas ini akan membuat kesejahteraan menjadi barang langka, keadilan pilih kasih dan kehidupan rakyat kian tercekik.
Islam memiliki pandangan yang sangat berbeda. Islam menempatkan manusia bukan sekadar sebagai “aktor pembangunan”, tetapi sebagai hamba Allah yang memiliki amanah besar: memakmurkan bumi dengan aturan-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (QS Hud: 61)
Ayat ini menegaskan bahwa keberlanjutan sejati hanya dapat dicapai bila manusia tunduk pada hukum Sang Pencipta. Dalam sejarah Islam, kita melihat bagaimana Rasulullah SAW membangun masyarakat Madinah berdasarkan sistem yang berkeadilan dan berlandaskan wahyu. Seluruh kebijakan—baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan—dijalankan bukan demi pertumbuhan angka statistik, melainkan demi kemaslahatan umat dan keridhaan Allah.
Begitulah potret pembangunan di masa Khilafah Islamiyah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz misalnya, berhasil menegakkan keadilan sosial hingga hampir tak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat. Semua dilakukan tanpa jargon global, tanpa proyek triliunan, melainkan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Inilah bukti bahwa sistem Islam mampu melahirkan kesejahteraan dan keberlanjutan yang hakiki.
Dengan demikian, bagi umat Islam, program SDGs bukanlah solusi atau jalan keluar untuk menuju kebaikan umat manusia. Ia hanyalah proyek global yang penuh dengan kepentingan politik dan ekonomi dunia. Pemerintah seharusnya tidak terlena dalam arus besar kapitalisme global yang dikemas label kemanusiaan. Justru sebaliknya, negeri ini harus berani mengambil jalan Islam kaffah_membangun masyarakat yang mendapatkan keadilan dan kesejahteraan berdasarkan Wahyu Allah, bukan instruksi lembaga dunia. Hanya dengan menerapkan Islam secara menyeluruh, kesejahteraan yang hakiki dapat diwujudkan. Sebab, Islam bukan hanya sekedar sistem ibadah, akan tetapi juga sistem kehidupan yang menyatukan akidah dan aturan dalam satu kesatuan. Dan inilah pembangunan yang sesungguhnya, membangun masyarakat islami dengan petunjuk Allah SWT. Wallahu alam bishowab.[].
.jpeg)