Generasi Diburu Algoritma Negatif Kapitalis-Sekuler
Oleh: Tsabita (Pegiat Literasi)
Berbagai persoalan telah menimpa generasi, mulai dari kasus perundungan, bunuh diri, pergaulan bebas, isu mental, judi online (Judol) dan pinjaman online (Pinjol). Berbagai masalah ini seolah sudah menjadi hal yang lumrah terjadi di tengah tengah kehidupan pemuda hingga diframing negatif.
Realitas saat ini banyak anak muda terseret pinjaman online. Seperti inisial R menggunakan Pinjol untuk berliburan karena tergiur dengan diskon tiket pesawat walaupun tanggal gajian masih jauh. Dana pinjaman juga dipakai untuk hal hal konsumtif seperti berbelanja, makan sampai menonton konser. Akibatnya gali lubang tutup lubang dari bulan ke bulan ia bekerja untuk menutupi pinjaman serta bunga dan denda.
Pinjaman online juga melilit N, mahasiswi universitas negeri di Yogyakarta. Sudah setahun ini ia tak menggubris panggilan telepon para penagih utang. Lajang 24 tahun itu kini menanggung pinjaman sebesar Rp 22 juta yang dipakai untuk membayar biaya kuliah.
Jerat Pinjol di kalangan muda melonjak. Berbagai studi menunjukkan yang paling sering menjadi target iklan berisiko, seperti pinjaman cepat, investasi kripto, hingga Judol adalah kaum muda terutama laki-laki dengan sumber daya finansial terbatas.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit macet pada kelompok usia di bawah 19 tahun naik 815 persen dari 2.479 menjadi sekitar 22 ribu rekening. Pada kelompok 19-34 tahun, angka kenaikannya lebih rendah, yakni 55,87 persen, dari sekitar 279 ribu menjadi 434 ribu rekening. (www.kompas.com/6/12/2025.)
Penelitian di Spanyol menemukan bahwa anak muda kelas bawah menerima hampir dua kali lebih banyak iklan produk keuangan berisiko dibandingkan rekan mereka dari kelas atas. Sebaliknya, kaum muda dari kelas sosial ekonomi lebih tinggi justru lebih sering melihat iklan perjalanan dan rekreasi.
Di tambah lagi Algoritma platform media sosial mampu menyimpulkan status sosial ekonomi pengguna dari jejak digital mereka, termasuk alamat dan perilaku daring, lalu menampilkan iklan yang sesuai dengan kerentanan mereka. Karena anak muda dari keluarga kurang mampu memiliki keinginan kuat untuk mobilitas sosial, mereka menjadi sasaran utama iklan yang menjanjikan penghasilan cepat, tetapi berisiko tinggi.
*Algoritma Negatif Tumbuh Subur di Kapitalis-Sekuler
*
Pinjaman online (Pinjol) bukan semata permasalahan individu melainkan struktural. Banyak orang memakai Pinjol untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Penggunaan Pinjol untuk memenuhi gaya hidup Gen Z telah menggambarkan bagaimana budaya konsumtif dibangun secara digital. Platform media sosial mendorong standar kehidupan yang hedonis di kalangan pemuda yang algoritma sosial medianya hanya kesenangan materi. Saat dana tidak mencukupi untuk memenuhi keinginannya, pinjol menjadi solusi instan demi mengikuti tren duniawi.
Walau pun bukan karena kebutuhan melainkan akibat tekanan sosial yang ditimbulkan oleh algoritma, konten yang muncul secara konstan sesuai apa yang sering dilihat oleh pengguna media sosial. Tanpa disadari konten yang dihadirkan membentuk cara berfikir yang hedonis, konsumtif, dan jauh dari identitas sebagai seorang muslim.
Maraknya jeratan Pinjol merupakan keniscayaan dalam sistem Kapitalis-Sekuler yang menjadikan rakyatnya sulit mencari lapangan pekerjaan, harga kebutuhan meningkat, sementara pendapatan tetap stagnan, sehingga memilih Pinjol sebagai jalan pintas untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan.
Sistem Kapitalis-Sekuler telah membentuk pola pikir materialistis yang mengukur kebahagiaan dari capaian duniawi. Media digital dijadikan sebagai pasar strategis untuk menumpuk kekayaan, menawarkn pinjol untuk mengambil keuntungan dengan membuka pintu transaksi yang menjerat seperti bunga dan denda.
Gen Z yang tumbuh di era digital di mana kemudahan akses informasi berupa tren, dan gaya konsumtif terus membanjiri media sosial (Medsos), sehingga standar gaya hidup ikut menjadi tinggi. Akhirnya Pinjol menjadi jalan pintas untuk memenuhi gaya hidup. karena mudah diakses, alih alih meningkatkan kualitas hidup, pinjol justru menjebak penggunanya dengan siklus hutang sehingga menimbulkan masalah jangka panjang.
*Pandangan Islam*
Dalam Islam, keluarga memiliki tanggung jawab yang akan menjadi benteng dalam melindungi, dan mendidik seperti mengontrol anak dalam bersosial media, dan yang paling utama adalah membentuk ketakwaan dalam keluarga. anak muda akan diarahkan agar tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif, anak dididik agar bersifat qana’ah, tidak memaksakan sesuatu yang tidak mampu dipenuhi, juga dapat membedakan mana kebutuhan dan keinginan.
Pada Sistem Islam, negara wajib menutup semua akses pembiayaan berbasis riba, termasuk pinjaman online. Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara akan mengelola kekayaan alam yang merupakan kepemilikan umum, hasil pengelolaannya akan menjadi pemasukan Baitul Maal yang pemanfaatannya untuk kemaslahatan rakyat maka tidak boleh di privatisasi segelintir orang.
Oleh karena itu negara bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam(SDA) demi kemakmuran rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. “imam atau pemimpin adalah pemelihara urusan rakyat, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Negara juga akan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas, memastikan pemenuhan kebutuhan pokok warganya baik sandang, pangan dan papan, kesehatan. Pendidikan dan keamanan. Dengan begitu, kebutuhan dasar masyarakat terbantu tanpa harus terlilit Pinjol.
Disisi lain, Pemuda dalam Islam sebagai penerus risalah Rasulullah saw bukan pengikut arus zaman yang rusak. Hanya dalam Islam, kesejahteraan ekonomi bukan hanya persoalan harta melainkan ketenangan hidup yang hakiki. Wallahu a’lam bishawaab.
