Ketika Pernikahan Dianggap Menakutkan: Saatnya Kembali kepada Islam Kaffah

 



Oleh: Ummu Hana (Aktivis Muslimah) 


Tren marriage is scary belakangan ini menjadi fenomena yang sering dibicarakan di kalangan anak muda. Banyak mereka menilai kestabilan ekonomi lebih penting daripada segera menikah. Hal tersebut berdasarkan pada lonjakan harga kebutuhan, biaya hunian, dan ketatnya persaingan kerja menjadi alasan utama.


Belum lagi berbagai konten berseliweran terkait dengan begitu malangnya nasib jika mendapatkan suami yang patriarki. Drama menantu dan mertua, serta ipar dan keluarga yang toxic. Hal tersebut menjadi momok tersendiri dikalangan anak muda. Hingga tak sedikit yang berpikiran bahkan memutuskan untuk tidak menikah, sebab "marriage is scary”, menikah itu menakukatkan. 


Jika kita telusuri, ketakutan akan pernikahan adalah buah dari penerapan sistem Kapitalisme Sekuler. Anak muda takut hidup miskin, sebab menikah dalam sistem ini memberikan konsekuensi pada aspek beban ekonomi. Sistem bobrok ini telah menciptakan ketimpangan sosial yang amat tinggi. Para pemilik modal semakin hari semakin kaya, sementara rakyat jelata hanya kebagian remahannya. Sehingga wajar jika dalam sistem ini yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.


Terlebih lagi akibat monopoli kekayaan alam oleh para kapital telah menciptakan kesulitan dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari biaya hidup yang tinggi, kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan upah pekerja yang relatif rendah.


Hal ini terjadi sebab negara hanya bertugas sebagai regulator yang cenderung berlepas tangan dalam menjamin kesejahteraan rakyat sehingga beban hidup dipikul penuh oleh individu. Masyarakat harus bertahan diatas kaki sendiri dengan segenap daya dan upaya yang dimiliki. 


Belum lagi jika kita melihat pada gaya hidup materialis dan hedonis saat ini. Semua hal harus selalu terlihat on point seolah ada kewajiban untuk harus selalu menjadi pusat perhatian dan diakui publik sebagai orang yang telah meraih kesuksesan. Hal tersbut tumbuh akibat dari pendidikan sekuler dan pengaruh media liberal yang telah menanamkan konsep terkait hidup bahagia adalah orang diakui sebagai pribadi yang bisa memiliki segalanya. 


Alhasil, akibat tuntutan zaman yang berada dibawah tekanan sistem kapitalis sekuler ini, pernikahan dipandang sebagai beban, bukan sebagai ladang kebaikan dan jalan melanjutkan keturunan. Pernikahan adalah sesuatu yang sangat menakutkan sebab akan menambah beban fisik, mental, dan finansial. 



Padahal, Islam telah menetapkan bahwa negara wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat mulai dari sandang, pangan, dan papan. Negara juga wajib membuka lapangan kerja yang luas, memberikan jaminan keamanan, pendidikan, dan kesehatan dengan kualitas terbaik secara cuma-cuma. Ini semua hanya akan terwujud melalui penerapan sistem ekonomi Islam.


Sistem ekonomi islam mengatur terkait pengelolaan harta kepemilikan umum oleh negara. Rasulullah saw bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad) 


Dari hadits ini bisa disimpulkan bahwa sumber daya vital dalam negara adalah milik umum (public property). Tidak boleh diprivatisasi untuk keuntungan segelintir pihak tak terkecuali asing/swasta, negara wajib mengelola dan mendistribusikan hasil pengelolaannya untuk kemaslahatan rakyat. Dalam konteks ini negara bukan pemilik, tetapi pengelola amanah. Jadi tidak boleh individu/korporasi menguasai sumber vital dan menjualnya untuk kepentingan golongannya.


Jika sistem ekonomi islam di terapkan, maka kesejahteraan masyarakat akan terjamin, bahkan mereka akan mampu menekan biaya hidup, sebab sebagian besar kebutuhan pokok hidup telah dijamin oleh negara. 


Selain itu, pendidikan yang berbasis Aqidah Islam akan membentuk generasi dengan kepribadian terbaik. Generasi yang memahami betul bahwa kenahagiaan dan ketenangan hidupnya adalah jika mendapatkan ridho Allah swt, bukan pengakuan hebat dan sukses dari manusia. Sehingga mereka tidak akan pernah terjebak dengan propaganda hedonisme dan materialisme yang membutakan terhadap tujuan Allah swt menciptakan manusia. Sebaliknya, generasi yang dididik dengan pendidikan Islam justru menjadi penyelamat umat.


Negara juga akan melakukan penguatan institusi keluarga, dengan memberikan pemahaman yang benar dan kuat terkait pernikahan. Negara akan memastikan, mengupayakan, dan menjamin bahwa setiap anak muda adalah pribadi yang paham betul bahwa pernikahan adalah ibadah dan sarana untuk penjagaan keturunan.


Sayangnya, semua solusi yang diberikan Islam untuk mengatasi fenomena "anak muda takut menikah" ini tak akan bisa dijalankan tanpa adanya negara yang menerapkan sistem Islam. Mrisnya, jika fenomena ini dibiarkan berlarut-larut bukan hal yang mustahil kita akan kehilangan generasi penerus sebagaimana yang telah terjadi dibeberapa negara besar saat ini. 


Sehingga, tidak ada solusi lain yang bisa kita ambil selain dengan menerapkan semua aturan yang telah Allah swt sebagai pencipta kita tetapkan. Allah swt berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia adalah musuh yang nyata bagi kalian." (TQS. Al-Baqarah: 208) 


Jelaslah bagi kita semua bahwa menerapkan aturan Islam Kaffah dalam seluruh aspek kehidupan bukan hanya kebutuhan, tapi sebuah kewajiban. Dan ada satu hal penting pula yang harus kita pahami bersama bahwa penerapan Islam Kaffah tak akan terwujud kecuali dengan adanya Khilafah. Sehingga menjadi sebuah kewajiban pula untuk kita sebagai umat muslim untuk berjuang bersama mengembalikannya dengan beraktivitas dakwah mencontoh Rasulullah llah saw. 


Wallahu'alam bishawwab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel