Ruang Digital Tanpa Kendali: Bukti Kegagalan Sistem Sekuler Menjaga Umat
Oleh: Ummu Hana (Aktivis Muslimah)
Fakta menyedihkan baru-baru ini telah terjadi. Kasus peledakan di SMA Negeri 72 Jakarta menyita perhatian publik. Pelakunya seorang remaja yang diduga mengalami perundungan di sekolah dan terpapar ideologi ekstrem melalui internet—ideologi yang selama ini dikenal berasal dari luar negeri. Peristiwa ini memperlihatkan betapa besar pengaruh ruang digital terhadap pembentukan pola pikir, kepribadian, dan tindakan generasi muda di Indonesia. (kompas.id, 15/11/2025)
Di tengah derasnya arus digitalisasi, generasi muda kini berada di persimpangan yang mengkhawatirkan. Ruang digital yang seharusnya menjadi media edukasi dan penguatan karakter justru berubah menjadi ladang subur bagi konten merusak yang tak terkendali. Berbagai kasus penyimpangan perilaku, kekerasan, dan kegagalan kontrol diri tidak lagi muncul secara sporadis, tetapi menjadi fenomena yang semakin sering menghiasi pemberitaan. Situasi ini menegaskan bahwa problem generasi hari ini bukan sekadar isu individu, melainkan persoalan sistemik yang berkaitan dengan pengelolaan ruang digital dan arah peradaban yang tengah berjalan.
*Ruang Digital: Akses Mudah, Dampak Berat*
Kemudahan akses terhadap internet membuat seluruh lapisan masyarakat mudah memperoleh informasi. Namun, ironisnya, justru konten merusak seperti kekerasan, pornografi dan pornoaksi, judi online, cyberbullying, human trafficking, kekeliruan dalam pola pikir dan pola sikap, hingga penyimpangan dalam akidah.
Ekspos terhadap konten-konten tersebut melahirkan karakter generasi yang rapuh, mudah goyah, kehilangan arah, bahkan mengalami split personality. Allah telah mengingatkan:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya.”(TQS. Al-Isra: 36)
Tanpa bimbingan dan penyaringan yang benar, informasi digital yang liar dapat menjadi sumber kerusakan bagi pola pikir dan pola sikap generasi.
*Akar masalah: Ketidakhadiran Negara dalam Sistem Sekuler*
Jika ditinjau lebih jauh, akar persoalan ini berada pada sistem yang menaungi negeri ini. Sistem sekuler—yang memisahkan agama dari kehidupan—tidak menghadirkan negara sebagai penjaga umat. Sehingga aturan dibuat berdasarkan kompromi kepentingan, bukan berdasarkan wahyu. Akhirnya moralitas menjadi relatif, konten merusak mengalir bebas atas nama kebebasan, dan pengawasan digital hanya bersifat reaktif, bukan preventif.
Di dalam sistem sekuler, sudah menjadi keniscayaan bahwa nilai-nilai yang berlandaskan pada aturan Allah swt sebagai Pencipta disingkirkan dari pengaturan seluruh lini kehidupan. Sehingga wajar akhirnya tumbuhlah generasi yang tak kenal dan enggan berpegang pada petunjuk Ilahi.
Allah swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.”(TQS. Al-Baqarah: 208)
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (TQS. Al-Ma’idah: 50)
Sangat jelas, bahwa Allah swt memerintahkan kita untuk mentaati semua aturan-Nya tanpa terkecuali. Sebab Allah swt telah menyempurnakan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi. Allah swt berfirman: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”(TQS.Al-maidah:3)
*Sistem Islam: Negara Melindungi Generasi*
Berbeda dengan sekularisme, Islam hadir sebagai sistem hidup yang menyeluruh (kaffah). Dalam Khilafah, penyelamatan dan pembinaan generasi menjadi salah satu prioritas utama.
Allah swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. At-Tahrim: 6)
Tanggung jawab memelihara ini bukan hanya milik individu dan keluarga, tetapi juga negara sebagai pemelihara urusan umat. Rasulullah saw bersabda:
“Imam (khalifah) adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem Islam negara akan melakukan penyaringan ketat terhadap konten digital menggunakan teknologi canggih. Konten yang merusak akidah, akhlak, dan keamanan publik diblokir total. Ruang digital diciptakan menjadi sarana pendidikan, ilmu pengetahuan, riset, dan dakwah.
Lingkungan kehidupan, baik fisik maupun digital, dibangun untuk menjaga kemurnian akidah dan stabilitas mental generasi. Negara juga tidak akan membiarkan warganya terpapar informasi yang merusak, karena itu bertentangan dengan tugasnya sebagai pelindung umat.
*Urgensi Menerapkan Syariat Islam Kaffah*
Dengan tegaknya syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah, praktik-praktik merusak di ruang digital dapat dieliminasi. Sistem Islam memiliki mekanisme preventif yang kokoh, bukan sekadar penanganan setelah berbagai kerusakan terjadi.
Karena itu, penting bagi kita untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Sebab perjuangan tersebut bukan hanya tuntutan spiritual semata, tetapi kebutuhan urgensi bagi seluruh umat manusia demi menyelamatkan masa depan generasi.
