Krisis Moral dan Pendidikan: Insiden Kepala Sekolah dan Murid Soal Merokok Di Sekolah Jadi Sorotan

 


Oleh : Naura Inqilaby(Aktivis Muslimah Kalsel)


Kasus kepala sekolah yang menampar muridnya karena merokok di sekolah menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan tentang disiplin dan kekerasan di sekolah. Insiden ini terjadi di SMA Negeri di Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten. Kepala sekolah menegur siswa yang ketahuan merokok di belakang sekolah, namun teguran tersebut disertai dengan kontak fisik dan kata-kata yang dianggap kasar.


 Kepala sekolah telah dinonaktifkan dari jabatannya oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten setelah orang tua murid melaporkan kasus tersebut ke polisi. Kebijakan sekolah yang melarang merokok di lingkungan sekolah juga ditegaskan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten, dengan sanksi atau teguran bagi siswa yang melanggar. Insiden ini memicu perdebatan tentang efektivitas metode disiplin di sekolah dan pentingnya pendidikan karakter bagi siswa.


Dalam konteks hukum di Indonesia, tindakan kekerasan fisik oleh guru terhadap siswa dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius. Meskipun ada ketentuan yang memberikan perlindungan hukum bagi guru dalam melaksanakan tugas pendisiplinan, namun tindakan kekerasan fisik yang memenuhi unsur kekerasan dapat dikenakan pidana penjara dan/atau denda sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Selain itu, guru yang melakukan kekerasan juga dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai dengan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk pemberhentian dari jabatan. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan fisik oleh guru terhadap siswa tidak dapat dibenarkan dan dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius. Oleh karena itu, penting bagi guru dan sekolah untuk memahami batas-batas hukum dalam melaksanakan tugas pendisiplinan dan mengutamakan pendekatan yang humanis dan edukatif dalam menangani masalah disiplin siswa.


Dalam hal ini posisi pendidik justru menjadi rumit dikarenakan akar masalah yang tidak  dapat dilihat jelas pastinya terkait penerapan disiplin siswa dan tergerusnya wibawa guru. Fenomena ini menunjukkan bagaimana siswa merasa punya kebebasan untuk bertindak di luar batas etika, sementara guru merasa tak berdaya. Ketika guru ingin menegakkan kedisiplinan bagi siswanya, sering kali guru diadukan bahkan mengancam posisinya. Peran guru untuk mendidik pun menjadi berubah dan sangat terbatas karena tindakan yang di lakukan harus diperhitungkan batasannya.


Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini memberikan ruang kebebasan, terbukti telah gagal mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. Negara yang abai melahirkan generasi yang tidak taat aturan dan krisis moral. Merokok menjadi alasan ungkapan kedewasaan, jati diri dan kebanggaan agar dibilang keren. Di sisi lain rokok mudah dijangkau remaja, ini bukti lemahnya negara dalam pengawasan. Alih- alih memberikan hak bagi guru untuk mencari cara mendidik dengan baik akan tetapi malah justru memperlihatkan tidak adanya perlindungan yang jelas bagi guru, guru berada dalam tekanan yang luar biasa. Mengingatkan seseorang yang bersalah adalah salah satu bagian dari amar makruf nahi mungkar, tapi tidak melalui kekerasan. Upaya tabayun dan pendekatan untuk mengetahui latar belakang seseorang melakukan perbuatan.


Dalam pandangan Islam, solusi untuk krisis moral dan pendidikan ini adalah dengan menerapkan pendidikan karakter yang berbasis pada nilai-nilai Islam. Pendidikan seharusnya tidak hanya fokus pada aspek akademis, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian siswa.


 Rasulullah SAW bersabda, 

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia" (HR. Bukhari). Dalam konteks ini, pendidikan karakter yang Islami dapat menjadi jawaban untuk mengatasi krisis moral dan pendidikan. Dengan menerapkan nilai-nilai Islam, seperti kasih sayang, keadilan, dan tanggung jawab, kita dapat membentuk generasi muda yang berakhlak mulia dan memiliki karakter yang kuat.


 Pendidikan seharusnya menjadi wadah untuk membentuk karakter dan kepribadian siswa, bukan sekadar tempat untuk mengikuti aturan. Segala bentuk kekerasan tidak dibenarkan. Maka butuh pendidikan yang menjadikan remaja paham siapa dirinya dan arah hidupnya. Dalam Islam guru adalah pilar peradaban, posisinya dihormati dan dimuliakan karena tugasnya membentuk kepribadian muridnya. Guru bukan hanya gudang ilmu namun pendidik yang memberikan suri teladan bagi muridnya.


Sistem pendidikan Islam mengajarkan bagaimana pelajar mempunyai pola pikir dan pola sikap yang sesuai Islam. Membentuk generasi yang mempunyai kesadaran bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah dan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Menjadi remaja muslim yang memiliki prinsip dan bangkit menjadi generasi yang beriman bukan generasi yang merusak. Remaja yang memiliki kepribadian islam dan menjadi murid yang paham akan posisinya sebagai pelajar yang memiliki adab dan berakhlakul karimah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel