Makan Bergizi Gratis (MBG) Kembali Memakan Korban, 130 Siswa di Banua Keracunan
Oleh: Tsabita Zafirah (Aktivis Muslimah Kal-Sel)
Program nasional yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Pemerintah masih berlangsung, di beberapa daerah pun sudah terlaksana. Ada yang berjalan sesuai harapan dan banyak pula yang tidak. Program nasional yang ditujukan untuk menyediakan makanan bergizi gratis ini menyasar untuk siswa, anak usia sekolah, ibu hamil, menyusui, dan balita. Program MBG ini menargetkan penerima MBG pada tahun 82,9 juta di tahun 2025. Untuk mengejar target itu, dalam 6 bulan sejak peluncuran, MBG telah beroperasi di 1.837 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan menyentuh lebih dari 5,2 juta penerima manfaat. Namun tidak sedikit yang bermasalah, ada beberapa daerah yang siswa peneriman MBG mengalami keracunan. Termasuk di Kalimantan Selatan.
Di tengah keberlangsungan pembagian MBG di Kalimantan Selatan, pada hari Kamis, 9 Oktober 2025 kemarin, sebanyak 130 siswa dari beberapa sekolah diantaranya SD Muhammadiyah, SDN 1 Pasayangan, MAN Assalam, MTs Assalam, dan lainnya, mengalami gejala keracunan. Seperti, mual, muntah, sakit perut seperti ditusuk-tusuk, pusing, lemas. Bahkan diantara beberapa siswa, ada 10 siswa dalam kondisi keracunan dengan kategori berat dan harus menjalani rawat inap (www.cnnindonesia.com). Setelah di uji laboratorium awal, ditemukan indikasi positif pada nasi kuning dan sayur yang menjadi menu hari itu sebagai sumber pencemaran. Setelah terjadinya keracunan massal ini, pemerintah daerah dan SPPG yang terlibat pun diminta untuk memperketat kebersihan dan hieginitas penyedia makanan. Gubernur Kalsel, Muhidin, mengancam akan menutup sementara penyedia makanan jika tidak memenuhi standar kebersihan.
Namun, harusnya dengan kejadian keracunan yang terjadi di beberapa daerah yang lain sebelumnya, menjadi pembelajaran dalam keberlangsungan pemberian MBG di Banua, untuk memperhatikan gizi makanan yang dibagikan. Tetapi, dengan anggaran yang besar dari negara, mengapa kasus keracunan di berbagai daerah masih banyak yang terjadi, termasuk keracunan yang terjadi di Banua?
Program Populis yang Kental Aroma Bisnis
Proyek nasional MBG ini melibatkan banyak pihak, yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga riset, mitra internasional, sektor swasta yaitu para pengusaha katering, dan masyarakat lokal. Program MBG ini bisa disebut program populis yang kental dengan aroma bisnis. Karena banyaknya pihak yang terlibat, bisa menjadi ladang bisnis pada beberapa pihak. Pemerintah pusat menjadi motor utama dalam perencanaan, pendanaan, dan pengawasan program MBG, kata lainnya, tidak selalu langsung melihat proses pembuatan dan pembagian MBG. Pemerintah daerah memiliki peran untuk pelaksanaan teknisnya. Lembaga riset dan akademik membantu dalam penyusunan menu, evaluasi gizi, dan sistem monitoring. Namun dengan adanya kasus keracunan, menampakkan peran ini tidak berjalan. Masyarakat disini sebagai penerima manfaat, yang menjadi ujung tombak pengujian dari keberlangsungan program MBG, yang diantaranya ada siswa sekolah dasar dan menengah. Karena yang memiliki peran utama dalam penyediaan dan distibusi makanan, pemerintah daerah memberikannya kepada sektor swasta atau sektor kapitalis. Dengan program MBG ini, tentunya memerlukan bahan-bahan yang berjumlah besar, dan yang memiliki ketersediaan untuk memenuhi itu jelas diberikan kepada pengusaha katering atau SPPG dan perusahaan pangan besar. Para pengusaha-pengusaha besar ini lah yang mendapat keuntungan, karena dalam proyek MBG ada proyek investasi industri bagi kapitalis.
Dengan keterlibatan banyak pihak dalam pelaksanaan MBG, namun tetap ada kasus keracunan yang merupakan bukan sekedar insiden teknis, berarti menampakkan bahwa ada kelemahan manajemen kebijakan pangan sosial. Program MBG merupakan program yang besar, namun dijalankan tanpa pengendalian kualitas yang ketat. Jika ini tidak dilaksanakan, maka risiko bahayanya meluas ke publik atau masyarakat yang menerima manfaat MBG ini, dan kelompok paling rentan adalah anak sekolah. Pada kasus keracunan massal yang dialami siswa di Banua, memperlihatkan bahwa ada pencemaran kimia yang ini bukan pencemaran kecil, dan menunjukkan bahwa aspek keamanan pangan belum diutamakan sebanding dengan aspek distribusi dan kuantitas. Jika dalam pelaksanaan belum ada kesiapan sistem pengamanan pangannya yang harusnya dirancang dari awal, Berarti keberlanjutan program MBG ini masih harus dipertanyakan. Pemerintah pusat dan daerah harus meninjau ulang, memperbaiki sistem audit pangan, bahkan harus menyetop sementara jika perlu karena banyaknya kasus keracunan yang terjadi, dan negara harus bertanggung jawab kepada korban.
Menuntaskan Masalah Fundamental
Program MBG dilaksanakan pemerintah dengan tujuan untuk mengatasi stunting dan gizi buruk. Dengan alokasi dana sebesar Rp 171 triliun, dan program MBG menjadi program unggulan pemerintah saat ini. Namun, sebenarnya adanya masalah stunting dan gizi buruk ini dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, karena rakyat memiliki pendapatan yang kecil dibanding pengeluaran yang jumlahnya besar. Kalau menurut pepatah, besar pasak daripada tiang. Bahkan ada yang hampir tidak punya pendapatan. Bagaimana bisa memenuhi gizi dirumah. Sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar terus meningkat, maka bisa dipastikan jumlah kemiskinan bisa meningkat.
Dengan problem kemiskinan ini, akan menghalangi terbentuknya kualitas generasi yang sehat dan kuat. Maka dari itu, masalah fundamental yang harusnya diselesaikan terlebih dahulu oleh negara adalah menuntaskan masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang terjadi karena akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme. Negara harus memperhatikan kebijakan-kebijakan, dengan tiga kebijakan diantaranya: pertama, negara harus menjamin dan memenuhi enam kebutuhan dasar setiap individu rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Kedua, mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Ketiga, negara menyediakan lapangan kerja yang luas melalui pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan sektor produktif. Dengan tiga kebijakan dan mekanisme ini, kebutuhan dasar seluruh rakyat dapat terpenuhi dengan baik. Pemenuhan gizi setiap anak akan terjamin karena negara memiliki peran besar dalam menciptakan suasana dan kondisi ekonomi yang berkeadilan. Namun harapan dan tujuan ini akan mampu terwujud jika negara berasaskan Islam dan menjalankan hukum-hukum Allah SWT sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pun bisa menghantarkan rakyat kepada kesejahteraan, bukan menjadi lahan bisnis dan menjadikan rakyat sebagai korban keracunan.
Wallahu a'lam bish-showab
.jpeg)