Optimisme Perjuangan Islam Kaaffah Di Tengah Rusaknya Pemikiran dan Kerapuhan Mental Umat Islam di Indonesia
Oleh: Tin Hartini
Kerusakan Semua Lini Kehidupan Di Seluruh Lapisan Masyarakat
Sejak keruntuhan Khilafah pada 1924, umat Islam dihadapkan pada bebagai macam problematika yang merusak. Bahkan hingga hari ini kerusakannya semakin menjaid-jadi. Terutama kerusakan pemikiran dan rapuhnya mentak umat Islam. Dampak dari kerusakan pemikiran dan kerapuhan mental ini menyuguhkan berbagai informasi yang mengisi deretan berita-berita yang menyayat hati, seperti KDRT, pembunuhan, pelecehan seksual, bunuh diri, perundungan, aborsi, pinjol, judi online, dan berbagai macam tindakan kriminal lainnya. Bukan hanya tindakan kriminal, kerusakan pemikiran dan kerapuhan mental yang menjangkiti masyarakat ini juga menjadikan kehidupan masyarakat yang apatis, hedonis, materialistis.
Berdasarkan laporan Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, hampir 600 kasus bunuh diri terjadi dari Januari hingga akhir Mei 2025. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat setidaknya 26 kasus anak mengakhiri hidup (bunuh diri) hingga awal November 2025, di mana tujuh di antaranya diduga karena perundungan.
Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri, hingga 3 Desember 2024, terdapat 1.074 orang terlapor dalam kasus pembunuhan di Indonesia. Angka ini mencerminkan fluktuasi bulanan, dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret 2025, yakni 170 terlapor.
Sejak awal tahun, Pusiknas Bareskrim Polri juga mencatat 12.063 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dari jumlah itu, 2.125 kasus merupakan kekerasan seksual, sementara sisanya 9.938 kasus berupa kekerasan fisik maupun psikis. Rata-rata, setiap bulan polisi menerima lebih dari 1.000 laporan KDRT, dengan puncaknya pada Juli 2025, yaitu 1.395 kasus.
Tidak hanya pembunuhan dan kekerasan, kasus judi online juga menghiasi layar- layar gadget kita. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan menegaskan bahwa kasus judi online di Indonesia sudah sangat meresahkan, mengkhawatirkan, dan statusnya darurat. Menko mengibaratkan jika judi online seperti wabah atau penyakit menular yang mengjangkiti berbagai kalangan. “Judi online kondisinya saat ini sudah sangat meresahkan, mengkhawatirkan, dan darurat. Bapak Presiden pada beberapa kesempatan telah menyampaikan, judi online yang ada di Indonesia telah mencapai kurang lebih Rp 900 triliun di tahun 2024. Pemainnya kurang lebih 88 juta yang mayoritas para pemainnya adlah kelas menengah ke bawah, 97 ribu anggota TNI dan Polri dan 1,9 juta pegawai swasta yang bermain judi online." Menko Polkam menyampaikan, 80 ribu pemain judi online usianya di bawah 10 tahun dan angka ini diprediksi akan terus bertambah jika tidak dilakukan upaya-upaya yang massif di dalam memberantas judi online.
Data kuartal satu Tahun 2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp2,5 triliun. 71,6% masyarakat yang melakukan judi online berpenghasilan dibawah Rp 5 juta dan memiliki pinjaman diluar pinjaman perbankan, koperasi dan kartu kredit. Terbukti, pada tahun 2023 dari total 3,7 juta pemain, 2,4 juta diantaranya memiliki pinjaman tersebut, angka ini naik pada tahun 2024 menjadi 8,8 juta pemain dengan 3,8 juta diantaranya memiliki pinjaman. Kepala PPATK menyampaikan angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain.
Sekulerisme dan Liberalisme Merusak Ruang Hidup Umat Islam
Muara semua kerusakan yang ada adalah karena rusaknya perilaku (suluk) manusia yang kemudian menyebabkan kerusakan interaksi sosial dalam dimensi yang lebih luas. Tingkah laku manusia pada dasarnya adalah manifestasi dari apa yang ada di dalam pikirannya. Sekulerisme dengan anak turunannya yaitu liberalisme dan materialisme kini menjadi pondasi pemikiran kaum muslim, yang menjadikan agama hanya ada di ranah spiritual, sementara di ranah sosial, ekonomi dan politik, agama tidak dihadirkan. Umat Islam hidup bebas tanpa aturan Islam. Bahkan umat Islam sudah dibiarkan asing dengan aturan- aturan kehidupan Islam. Lalu dibiarkan terbiasa dengan aktivitas- aktivitas di luar aturan Islam. Perasaan umat Islampun dibiarkan bebas dan merujuk pada konsep materialistik. Sehingga setiap perkara dalam kehidupannya merujuk pada asas kebebasan dan keuntungan materi.
Liberalisme dan Materialisme telah merusak ruang hidup umat Islam. Rumah sebagai ruang pertama, kosong dari konsep sakinah dan ia hanya menjadi bangunan fisik yang megah. Konsep rumahku surgaku mulai berubah menjadi neraka, anak- anak tidak tumbuh dengan baik. Padahal sejatinya rumah dalam paradigma Nizham Ijtima'i Islam tidak hanya berfungsi sebagai shelter atau pelindung fisik, lebih dari itu ada kehormatan dan kesucian yang harus dibangun untuk kelangsungan hidup keluarga muslim secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Rumah juga menjadi tempat pertama bagi generasi muslim untuk membangun pondasi kehidupannya, mengenal Rabbnya dan mempelajari aturan-aturanNya.
Ruang publik sebagai ruang kedua, tidak kalah hebat daya rusaknya. Mulai dari pendidikan, tempat kerja, tempat rekreasi dan ruang publik lainnya. Kemaksiatan di ruang kedua ini justru semakin mudah untuk ditemui, bahkan halal dan haram sudah terbiasa berdampingan.
Ruang ketiga adalah ruang digital, bahkan menjadi katalisator penyebaran informasi fahisyah (kekejian) yang merusak moral dan mental masyarakat, umat Islam lebih khususnya. Sehingga kemaksiatan semakin terdigitalisasi, akses semakin mudah, cepat dan meluas.
Semua kerusakan ruang hidup umat Islam hari ini adalah hasil dari keputusan politik sekuler yang liberal dan materialistik yang diambil oleh penguasa dan diterapkan didalam kehidupan masyarakat. Baik ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan maupun sosial.
Mari kita kaji realitas aktor pembangunan pentahelix yang diterapkan dalam sistem sekuler yang liberal dan materialistik, yaitu pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat, media, dan industri. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan sudah menjadi rahasia umum telah melakukan kooptasi, korupsi dan jual beli hukum dalam menjalankan pemerintahan. Institusi pendidikan diarahkan pada orientasi komersialisasi untuk memenuhi pasar, sehingga tercetaklah buruh- buruh yang murah, riset yang tergadai dengan kepentingan- kepentingan proyek bukan pada kemaslahatan masyarakat, legalisasi dan pelaksana kebijakan. Masyarakat diarahkan menjadi budak korporasi yang konsumtif, sehingga disibukkan dengan bekerja dan bekerja. Media dikuasai pemodal, partisan dan legitimasi kekuasaan. Sementara industri melakukan suap, eksploitasi, monopoli, oligopoli dan manipulasi.
Optimisme Pejuang Islam Kaaffah
Ditengah rusaknya pemikiran dan rapuhnya mental umat Islam, pejuang Islam harus tetap kokoh berjuang dan menambah energinya lebih banyak lagi, karena Khilafah adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah. Jikapun ada diantara umat Islam yang mengatakan bahwa Khilafah adalah hadiah dari Allah yang nanti di akhir zaman pasti akan tegak, maka berfikirlah kembali bahwa orang-orang sholih terdahulu tidak hanya menghabiskan waktu mereka dengan do'a untuk menjemput kabar gembira takluknya Konstantinopel. Mereka berikhtiar dari generasi ke generasi, mengatur strategi dari strategi yang satu ke strategi yang lain, kemudian menambah dengan giatnya ibadah kepada Allah dengan harap akan pertolongan dari Allah. Rasulullah dan para sahabatpun memberikan teladan, bagaimana jalan beliau menjadikan Madinah sebagai kota yang beliau pilih untuk tegaknya daulah Islam pertama. Semua ada perjuangan dan doa, berharap kepada Allah akan pertolongan-Nya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوٓا۟ أَنصَارَ ٱللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّۦنَ مَنْ أَنصَارِىٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ قَالَ ٱلْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ ٱللَّهِ ۖ فَـَٔامَنَت طَّآئِفَةٌ مِّنۢ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ وَكَفَرَت طَّآئِفَةٌ ۖ فَأَيَّدْنَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ عَلَىٰ عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا۟ ظَٰهِرِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah para penolongku menuju kepada (pertolongan) Allah?” Para pengikutnya yang setia itu berkata, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah.” Maka, segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kufur. Lalu, Kami menguatkan orang-orang yang beriman menghadapi musuh-musuh mereka sehingga menjadi orang-orang yang menang (TQS. Ash-Shaf : 14)
Memetakan Kembali Lapisan Kader dan Lapisan Umat
Dari gambaran fakta kerusakan umat yang telah dipaparkan, itu menunjukkan keberhasilan upaya orang- orang Barat dengan berbagai strateginya mengahancurkan Islam dan kaum muslim.
Perlu kiranya kita, pengemban dakwah menyiapkan amunisi dan strategi menghadapi umat yang hari ini sedang sakit, melakukan pemetaan kembali misalnya. Pemetaan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan agar dakwah ini selalu berada dalam koridor kebangkitan dan narasi perubahan yang kuat. Merefresh kembali keberadaan kita dalam jama'ah dakwah ini.
Setidaknya ada 3 lapisan umat yang akan dibahas pada pemetaan ini, kemudian apa saja yang harus kita lakukan.
Lapisan pertama adalah kader/ da'i, yang harus kita lakukan adalah meningkatkan kapasitas diri menjadi generasi da'i al-Faruq (pembeda) dan mufakkir siyasi (pemikir politis). Karena kualitas para da'i akan mempengaruhi kualitas kebangkitan umat. Kualifikasi para da'i yang mampu menavigasi dakwah Islam dalam budaya populer adalah mereka yang memiliki sensor kuat dalam perbedaan kontras nilai-nilai sekuler versus nilai Islam, tanpa kekurangan kreativitas dalam menggunakan tools dan cara-cara kreatif dalam gaya populer.
Lapisan kedua adalah lapisan umat, yaitu simpatisan dan orang- orang awam yang belum tersentuh dakwah. Kepada simpatisan, tugas kita adalah memelihara atmosfer kebangkitan, serta mendampingi mereka agar memiliki tujuan hidup yang lurus dan berkepribadian Islam dengan pola pikir dan pola jiwa yang khas. Sementara kepada orang- orang awam yang belum tersentuh dakwah adalah menjadikan mereka mencintai kajian Islam, namun waspadai arus dakwah yang dibentuk jangan sampai terjebak yang hanya mengidolakan figur da'i kondang, namun minim kebiasaan mencintai gagasan atau kajian idenya. Maka disinilah dibutuhkan kemampuan para da'i selain kemasan yang menarik juga harus bisa menampilkan substansi yang berbobot dengan gaya obrolan serius tapi santai. Tentu semuanya dalam koridor perspektif Islam.
Lapisan yang ketiga adalah lapisan kompetitor. Tugas kita adalah melakukan counter dan monitoring. Mereka ada banyak ragam dan golongannya, dari mulai aktivis feminis, LGBTQ, hingga aktivis Marxis. Yang perlu kita observasi adalah jika syiar mereka Justru lebih berhasil memikat kalangan awam dengan ide-ide mereka bukan sekedar karen kemasan yang menarik dan populer tapi juga karena substansi ideologinya. Ini alarm bagi aktivis muslim. Tren terkini yang menunjukkan anak-anak muda semakin tertarik pada politik jangan sampai malah justru lebih banyak diwadahi oleh aktivis liberal sementara aktivis hijrah masih terperangkap pada narasi hijrah batiniyah yang enggan membahas isu-isu berat.
